Selasa, 31 Januari 2023

TERNYATA MENULIS ITU MUDAH

 

Menarik sekali pertemuan Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 pada hari Jum’at malam, 27 Januari 2023 bersama narasumber hebat dan produktif Bapak Prof. Dr. Ngainun Naim, M.HI dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung bersama moderator guru yang hebat juga Ibu Lely Suryani, S.Pd.SD dengan tema “MENULIS ITU MUDAH”.

Prof. Naim menyampaikan satu ungkapan yang sangat inspiratif dan memotivasi “Jika ada orang beralasan sibuk lalu tidak menulis, saya hampir yakin ketika banyak waktu luang pun ia juga tetap tidak menulis”. Bagi sebagian orang, menulis merupakan sesuatu yang menyulitkan. Malas rasanya untuk memulai, tak ada ide atau sibuk dengan urusan lain. Boleh jadi bingung untuk memulai menyusun tulisan atau tidak percaya diri. Faktor itulah yang menghantui penulis pemula dan para guru yang ingin menulis.

Jangan takut, jika ada kemauan, di situ akan ada jalan. Jadi, mulai buang rasa tidak percaya diri dan camkan bahwa kita semua dapat menjadi penulis. Bapak dan ibu adalah guru yang pandai menulis. Perkara tulisan kita dianggap jelek oleh orang lain, ketahuilah bahwa mereka yang senang merendahkan adalah yang tak memiliki kemampuan sama sekali. Bila malu tulisan kita dibaca orang lain, merasa kurang menguasai, bukankah itu instrospeksi aktif, yang ditindaklanjuti dengan perbaikan. Manusia pembelajar selalu menyediakan waktunya untuk belajar sepanjang hayat. Karya kita boleh jadi jelek, tapi memperbaikinya adalah niscaya, kita perbaiki tanpa harus merasa malu. Lebih baik berkarya dengan kualitas pas-pasan daripada tidak pernah berkarya sama sekali.

Dalam mengatasi masalah di atas, Prof Naim selaku narasumber memberikan tips dan trik sebagai solusinya, di antaranya:

a.  Jika ingin menjadi penulis, abaikan sikap takut, malu, khawatir dan selainnya sewaktu tulisan kita diposting. Ketika mendapatkan kritik, maka kita jadikan sebagai sarana untuk memperbaiki tulisan kita.

b. Paksalah diri kita untuk menulis setiap hari, serta hindari perasaan takut jelek, takut salah dan sebagainya. Sesuatu yang dibiasakan lama kelamaan akan membuatnya lebih mudah. Hal ini selaras dengan ungkapan “bisa karena biasa”.

c. Kesulitan memulai menulis pada alinea awal bisa diatasi dengan membuat prolog sederhana karena ini merupakan pintu masuk untuk paragraf berikutnya.

d. Lawan terbesar dalam menulis adalah diri kita sendiri. Untuk membuat tulisan kita berkualitas maka teruslah menulis karena kualitas akan meningkat seiring dengan banyaknya karya yang dihasilkan dan juga terus belajar tanpa henti, serta banyak mencari informasi dan membaca dari berbagai sumber.

e. Kehilangan ide saat menulis bisa diatasi dengan mengemil/mencicil yaitu dengan membiasakan membuat template atau semacam kerangka (outline) sederhana dari apa yang akan kita tulis.

f.  Berusaha menikmati apa yang ditulis/dikerjakan adalah cara agar menulis itu tidak menjadi beban, dan tidak lupa untuk fokus dan terus berlatih. Kesibukan bukan hambatan dalam menulis, kuncinya adalah komitmen yang dilakukan dengan riang gembira. Manfaatkan jeda waktu, jaga semangat, dan yakinlah bahwa menulis itu memberikan keberkahan hidup.

g.  Manajemen nafsu sangat penting dalam menulis, karena cara menundukkan nafsu dari menulis dalam kategori yang berat-berat adalah dengan mengelola nafsu tersebut. Kita bisa menurunkan target, mulai dari yang ringan dan sederhana tetapi selesai. Tulisan yang berat basisnya adalah otak kiri dan yang ringan adalah otak kanan, maka seimbangkan keduanya dengan memulai dari otak kanan lebih dulu maka otak kiri akan mengikuti.

h.  Banyak membaca, mengamati, dan menganalisis tulisan-tulisan orang lain yang sesuai dengan apa yang kita tulis merupakan cara untuk menjadikan tulisan kita menjadi menarik, karena membaca adalah amunisi menulis. Banyak membaca akan membuat imajinasi kita menjadi kaya dan pilihan kosakata bervariasi sehingga data biasa mampu diolah menjadi luar biasa. Jadi kuncinya adalah sering latihan karena menulis itu tidak instan dan tidak ada yang langsung baik, diperlukan terus berlatih agar yang awalnya biasa menjadi luar biasa.

i.  Sebelum mengajak orang lain menulis maka wajibkan diri kita menulis, karena jika kita menjadi teladan, orang lain akan terinspirasi dan mengikuti.

Menulis merupakan proses kreatif yang menggunakan daya nalar. Aktivitas menulis bukanlah pekerjaan yang spontan. Karena pada hakikatnya menulis itu merupakan aktivitas yang terencana dan berpikir yang terstruktur. Jadi proses menulis tidak ujug-ujug begitu saja. Bila digambarkan dalam sebuah alur sistem, menulis itu merupakan bagian dari proses untuk menghasilkan produk. Hasil akhir dari sistem penulisan itu adalah lahirnya sebuah karya tulis (produk) yang bisa berupa artikel, karangan ilmiah, ataupun buku. Sedangkan menulis adalah proses kerjanya untuk menghasilkan produk tulisan tersebut. Maka bagaimana sebuah proses produksi untuk menghasilkan produk yang diinginkan tersebut istimewa, tentu saja perlu adanya latihan intens dan berkesinambungan, ibarat pepatah “bisa karena biasa”.

Akhirnya, bagi seorang penulis di dalam mengembangkan kreativitas dan sense-nya hendaknya untuk tidak meninggalkan membaca buku, artikel, jurnal, atau yang lainnya. Karena dengan membaca maka wawasan akan terus bertambah. Penulis yang baik akan terbiasa membaca, meskipun tentunya lebih memprioritaskan sesuai tingkat kebutuhan untuk bahan karya tulisnya. Selamat menulis!

Senin, 30 Januari 2023

MEMBANGUN KOMITMEN MENULIS DI BLOG

Mendengar kata ‘komitmen’ terkadang mengingatkan seseorang kepada pasangan hidupnya. Setelah proses ijab dan qabul sang suami berkomitmen untuk menjadi pendamping setia bagi istrinya, begitupun sebaliknya sang istri berkomitmen untuk menemani suami dalam suka dan duka. Bisakah ‘komitmen’ tersebut dibawa ke konteks tulis-menulis? Bagaimana seorang penulis membangun ‘komitmen’ menulis di blog? Merujuk kepada kamus bahasa Indonesia komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Dengan bahasa lainnya juga bisa disebut dengan istiqamah.

Dalam pertemuan ke-8 KBMN gelombang 28 pada hari Rabu, 25 Januari 2023 via zoom mulai pukul 19.00 WIB bersama narasumber hebat Bapak Drs. Dedi Dwitagama, M.Si. dengan moderator keren Bapak Sigid PN, SH. ada pertanyaan yang cukup mencengangkan dari narasumber, “Apakah nama bapak/ibu yang luar biasa ini ada di google?” Padahal kalau kita mencari ‘sandal jepit’ maka dengan mudah kita menemukannya. Aktivitas atau karya yang dihasilkan justru akan membuat nama kita mudah dilacak di internet. Seperti halnya dengan mudahnya kita menemukan nama Gajah Mada, Thomas Alfa Edison, Buya Hamka ketika melakukan searching di internet. Mengapa nama-nama mereka mudah dicari di internet? Karena mereka adalah orang-orang yang telah berhasil meninggalkan ‘jejak kehidupan’ dan karya yang bisa dinikmati oleh generasi-generasi setelahnya.

 Menurut informasi yang disampaikan oleh narasumber bahwa dari 3,31 juta guru cuma sedikit guru hebat. Faktor utamanya adalah mayoritas mereka tidak produktif (utamanya dalam menulis). Produktif itu apa yang kita lakukan mendatangkan hasil, bermanfaat, dan menguntungkan. Kalau kita produktif bukan kita yang mencari pekerjaan, tetapi justru pekerjaan yang mencari kita.

Ada sejumlah keuntungan bila seorang guru memiliki kepandaian menulis:

1. Aspek aktualisasi diri. Seorang guru yang memiliki keterampilan menulis akan menjadikan dirinya terangkat di mata publik. Bukan saja lingkungan sekolah atau dinas pendidikan yang akan mengenalnya, tetapi publik secara luas pun akan mengenal siapa dirinya. Kemampuan serta kapasitas keilmuan dirinya akan terangkat (karena ilmu akan mengangkat derajat pemiliknya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11).

2. Aspek popularitas. Dengan kemampuan lebih yang dimilikinya (selain mengajar), guru yang memiliki kemampuan menulis akan dengan sendirinya menjadi lebih dikenal rekan sejawat guru lainnya, lembaga pendidikan atau dinas pendidikan serta masyarakat luas lainnya yang membaca karya tulisnya.

3. Aspek ekonomis. Selain aktualisasi diri dan popularitas dirinya terangkat, seorang guru yang memiliki keterampilan menulis akan memperoleh keuntungan lainnya yang bersifat ekonomis. Misalnya guru yang berhasil menuliskan karyanya dan dimuat di media cetak seperti surat kabar atau majalah maka otomatis dirinya akan memperoleh honorarium yang cukup lumayan (sekitar 300 ribu rupiah). Lumayan bukan? Terlebih bila karya tulis itu sudah berwujud buku. Tentu nilai ekonomisnya semakin besar dengan sistem royalti dan bahkan apabila buku tersebut masuk kategori best-seller.

Sesuai dengan tema komitmen menulis di blog dapat dimaknai sebagai perjanjian atau keterikatan untuk menulis di blog secara kontinu atau melakukan kegiatan menulis di blog secara istiqamah. Blog sebagai salah satu platform media yang sangat bermanfaat untuk menyimpan dan menyampaikan informasi, ide, dan gagasan dalam bentuk tulisan, gambar, foto, video yang dikelola sendiri maupun secara kolaborasi. Bagi seorang guru blog bisa menjadi sarana untuk menuangkan tulisan/artikel bebas, modul ajar, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus, opini, dan karya lainnya.

Blog merupakan media online multifungsi yang sangat populer dan sudah mencapai 600 juta pemakai dan pengguna yang aktif di seluruh dunia. Dalam paparannya narasumber memberikan trik dan tips supaya bisa kontinu (istiqamah) dalam menulis di blog:

1.   Jadikan menulis itu adalah kebutuhan atau nutrisi tubuh (passion).

2. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Menulislah sehingga tidak ada alasan tidak menulis.

3. Setiap ada ide dan waktu tuangkan dalam tulisan walaupun dalam bentuk kalimat yang sederhana.

4.  Jangan mudah down apabila tulisan kita tidak dibaca banyak orang, karena kita yakin tulisan kita pasti akan bermanfaat walaupun belum sekarang. Yakinlah tulisan kita akan menjadi ‘investasi’ bagi diri kita atau orang lain.

5.  Ketika ide menulis dalam blog mengalami kebuntuan, kita bisa menuliskan sesuka kita informasi yang pendek yang bisa kita ambilkan dari sumber lainnya.

6. Usahakan satu hari ada satu tulisan panjang atau pendek. Yang penting menulislah baik itu keterangan foto, aktivitas harian, atau informasi apapun lainnya.

            Akhirnya, menutup tulisan ini ayo kita bangun dari ‘tidur’ kita dan keluar dari zona aman dan nyaman. Mari kita manfaatkan blog sebagai media untuk menghasilkan investasi dan ‘jejak kehidupan’ yang bisa dinikmati oleh generasi-generasi setelah kita. Yakinlah tidak ada yang sia-sia dari apa yang kita tulis hari ini. Selamat ngeblog!

Kamis, 26 Januari 2023

JURUS JITU MENANGKAL VIRUS WRITER’S BLOCK

 

Pertemuan yang dinanti-nanti itu pun akhirnya datang juga. Ya, pertemuan Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 pada hari Senin, 23 Januari 2023 mulai pukul 19.00 WIB dengan obyek pembahasan tentang ‘virus’ yang sering menghinggapi penulis. Muncul pertanyaan menarik, bagaimana jurus jitu menangkal ‘virus’ tersebut? Pertanyaan tersebut akan dijawab dan dibahas tuntas oleh narasumber yang hebat dan inspirator Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr. (seorang guru berprestasi dan sangat menginspirasi sekaligus alumnus KBMN gelombang ke-7) dengan dipandu moderator yang tidak kalah hebat dan produktif Ibu Raliyanti, S.Sos., M.Pd. Ayo ikuti ulasannya!

Menarik ungkapan yang disampaikan Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay) sebelum dimulainya pertemuan pada hari ini, “Di dalam kesulitan itu pasti ada kemudahan. Namun sebaliknya di dalam kemudahan itu justru ada kesulitan. Kita sendiri yang menciptakan kesulitan demi kesulitan sehingga hidup terasa sulit”. Omjay juga berpesan, “Tak ada penulis yang malas membaca. Ingatlah mantra ajaib Omjay. Membaca lah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi. Banyak membaca akan membuat Anda keliling dunia. banyak ilmu dan pengetahuan Anda dapatkan. Banyak pengalaman orang lain bisa Anda tiru dan kemudian Anda amalkan dalam kehidupan sehari-hari”.

Tidak kalah ciamik-nya, moderator Ibu Raliyanti memulai pertemuan ini dengan satu pantun pembuka, “Masih terasa euforia pertemuan sebelumnya # Tantangan menulis dari Prof Eko yang menggoda # Semoga buku bisa terwujud nyata # Tanpa ada writer’s block yang melanda”. Moderator kali ini sangat produktif, di mana ia berhasil mewujudkan buku pertamanya “Wujudkan Mimpi Terbitkan Buku” kemudian di tahun berikutnya lahir buku solo yang kedua dengan judul “Guru di Era Digital”. Selain itu, ada 17 judul buku antologi yang dimilikinya baik fiksi maupun nonfiksi. Semua ini terwujud karena Ibu Raliyanti punya mimpi, termotivasi karena komunitas ini dan mendapat support serta ilmu dari narasumber hebat yang ikhlas berbagi tanpa pamrih. Masya Allah!

Memasuki inti pertemuan, narasumber Ibu Ditta Widya Utami menyapa para peserta dengan sapaan yang hangat dan inspiratif. Ibu Ditta ingin berbagi pengalaman menulis yang nantinya berkaitan dengan tema pada pertemuan kali ini. Ibu Ditta menginformasikan kalau ia mempunyai akun di Kompasiana dan Blogspot, sekaligus menyatakan bahwa siapa pun yang ingin menjadi penulis handal, maka harus siap dengan prosesnya. Tidak bisa instan tentu. Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi penulis hebat dan profesional.

Ibu Ditta Widya Utami sendiri mulai kecil (sebelum SD) sudah senang membaca buku-buku cerita dan senang menulis sejak di Sekolah Dasar (dalam buku diary). Lalu saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. Atas arahan guru bahasa Inggris, ia juga menulis diary dalam bahasa Inggris. Ketika SMA, ia masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary-nya sempat berkomentar bahwa tulisannya sudah seperti novel. Namanya anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, ia tahu bahwa menulis apapun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dan sebagainya.

Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, Ibu Ditta Widya Utami pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekannya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di jurusan. Alhamdulillah meraih posisi kedua. Dan di saat Ibu Ditta Widya Utami kuliah, ia menulis proposal bersama teman-temannya dan berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta (di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar). Ibu Ditta Widya Utami bersyukur, karena berawal dari arahan untuk membuat resume, ia kemudian kembali aktif menulis di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Richardus Eko Indrajit dan menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor. Karena terbiasa menulis juga, Ibu Ditta Widya Utami bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus (saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6).

Ibu Ditta Widya Utami menyatakan bahwa di antara manusia ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya. Nah, lalu apa kaitannya cerita Ibu Ditta Widya Utami dengan writer’s block?

Pertama, mari kita samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas. Sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, cerpen, artikel, resume, dan sebagainya. Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis, atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dan lain-lain.

Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer’s Block. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, Writer’s Block (WB) bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. Karena Writer’s Block ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita menyadari dan mengatasinya.

Sederhananya, writer’s block adalah kondisi di mana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari ataupun tidak. Istilah writer’s block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940-an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, writer’s block ini bisa terjadi berulang. Me-reinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa Ibu Ditta Widya Utami mengatakan bahwa writer’s block ini sebagai “virus” yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan writer’s block. Agar bisa terhindar atau segera terlepas dari writer’s block, maka kita perlu mengenali penyebabnya.

Ibu Ditta Widya Utami menjelaskan beberapa hal yang dapat mengakibatkan writer’s block:

ü Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk writer’s block. Misal ketika jadi penyebab: Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang writer’s block.

Lalu bagaimana hal tersebut bisa menjadi salah satu obat writer’s block? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab writer’s block yang kedua dan ketiga.

ü Dalam kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik.

ü Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stres. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk serta terserang writer’s block. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi. Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan. Beberapa teman dan juga Ibu Ditta Widya Utami terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing.

Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi writer’s block. Biar bagaimanapun, writer’s block bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah kosakata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi writer’s block.

ü Terakhir yang bisa menyebabkan writer’s block adalah terlalu perfeksionis. Teringat kisah Ibu Ditta Widya Utami menulis diary berbahasa Inggris yang diceritakan di awal? Jika dibuka kembali diary berbahasa Inggris yang ditulisnya saat duduk di kelas 2 SMP, ia akan tersenyum bahkan tertawa sendiri. Bagaimana tidak? Grammar-nya saja banyak yang tidak sesuai, tetapi ia tetap PD (Percaya Diri) menulis, bahkan ini tidak satu diary saja, ada dua atau tiga diary. Tapi, justru itulah salah satu kunci menghadapi writer’s block.

Bila saat itu Ibu Ditta Widya Utami terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisannya sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Kondisi menulis di mana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas.

Merespon hal di atas, Ibu Ditta Widya Utami bertanya kepada para peserta apakah masih ada yang khawatir kalau tulisannya tidak dibaca? khawatir dinyinyir orang? khawatir dikritik ahli? khawatir tulisannya tidak bagus? dan masih banyak kekhawatiran lainnya. Untuk menjawab kekhawatiran tersebut Ibu Ditta mengajak untuk mencoba menulis bebas guna mengatasi salah satu penyebab writer’s block. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?

Menutup catatan pertemuan ini, kiranya perlu ditampilkan 1 atau 3 pertanyaan dari peserta guna semakin membuka wawasan dan informasi bagaimana jurus jitu menangkal virus writer’s block ini, di antaranya:

1.  Pertanyaan dari Ibu Indah (Banjarnegara), “Bagaimana cara mengatasi writer’s block saat kita mengikuti 3 pelatihan sekaligus, seperti yang dialami saat ini, saya mengikuti pelatihan KBMN 28, tapi juga minat dengan tantangan Prof Ekoji, dan juga program dari Pak Dail (semuanya hanya membutuhkan waktu singkat). Kadang kalau digunakan untuk membaca-baca seperti ada waktu yang hilang. Mohon pencerahannya agar semuanya dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan”.

Jawaban Ibu Ditta Widya Utami: Setengah dari pertanyaan adalah jawaban. Saya yakin sebetulnya Ibu Indah sudah tahu jawaban cara mengatasi writer’s block yang berkaitan dengan waktu. Kalau saya di posisi ibu, saya akan membuat skala prioritas dan jadwal menulis. Insya Allah ketiga-tiganya akan bisa dijalani dengan baik asal kita istiqamah dengan jadwal yang telah kita tetapkan. Cari dan kenali waktu emas Ibu Indah dalam menulis (karena tiap orang bisa berbeda). Apakah Ibu Indah senang menulis di kala shubuh? sebelum tidur? saat jeda istirahat? Menulislah di waktu terbaik tersebut.

2. Pertanyaan dari Wahyuning (Jakarta Pusat), “Kalimat akhir yang menusuk di dada, tulisan buruk lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai. Nyesek dadaku Ibu guru hehe . . . tapi boleh donk berikan tips dan trik dari Ibu Ditta yang cantik ini untuk saya agar bisa menyelesaikan satu persatu karya yang masih menjadi draft di laptop? terima kasih”.

Jawaban Ibu Ditta Widya Utami: Eheheh . . . Tenang-tenang, saya juga pernah kok membuat tulisan-tulisan buruk. Tapi toh itu tetap berkesan ketika dibaca ulang. Tips dari saya, coba buka kembali kemudian kelompokkan. Siapa tahu jadi buku. Buku solo pertama saya berjudul “Lelaki di Ladang Tebu” juga asalnya kumpulan draft cerpen di laptop. Kuatkan tekad, olah kembali. Kalau bisa sambil membuat daftar isi. Mulai dari akhir (bayangkan bukunya sudah jadi, bukan sekedar draft lagi). Dan tentu saja: mulai menulis. Mari kita ingat bersama bahwa menulis adalah kata kerja. Artinya harus dilakukan baru ia akan bermakna. Semangat!

3. Pertanyaan dari R. Agung PS (Jakarta), “Saya sudah merasakan writer’s block ketika tulisan saya sedikit yang membaca. Muncul di sana keengganan untuk menulis lagi. Apakah yang harus saya lakukan? Menulis dengan topik aktual tetapi kurang dikuasai, atau terus menulis tanpa menghiraukan jumlah pembaca”.

Jawaban Ibu Ditta Widya Utami: Pak Agung, saya juga pernah merasa di posisi Pak Agung. Sedih memang ketika sudah menulis dengan kesungguhan hati namun masih sedikit yang membaca. Tapi, kalau boleh saya tanyakan, apa sebetulnya niat Pak Agung dalam menulis? Seingat saya Prof Eko juga menyarankan agar kita menulis sesuai dengan minat kita atau yang kita kuasai. Namun, jika niat Pak Agung memang menulis agar bisa dibaca banyak orang, banyak cara yang bisa ditempuh. Tetap konsisten menulis dan berbagi tulisan, atau ikut kelas menulis khusus untuk freelance seperti ghost writer, content writer, dan lain-lain. Berbeda jika ternyata Pak Agung memiliki niat lain misal, untuk berbagi pengalaman maka jangan jadikan jumlah pembaca sebagai patokan, karena setiap penulis akan menemukan takdir pada para pembacanya. Yakin bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang. Bukankah satu tulisan yang bermanfaat atau menginspirasi bagi satu orang, akan lebih baik daripada tulisan yang dibaca banyak orang tapi mudah dilupakan? Saya yakin, jika Pak Agung tetap menulis, kelak tulisan Pak Agung akan dibaca oleh banyak orang, sebanyak yang Pak Agung mau, insya Allah. Semangat Pak.

    Benar-benar ilmu dan informasi yang sangat mencerahkan dan inspiratif. Kita sebagai penulis atau calon penulis disuguhkan bagaimana tips dan trik dalam menangkal dan menaklukkan virus writer’s block ini. Selamat menulis! 

Sabtu, 21 Januari 2023

MENULIS BUKU MAYOR DALAM DUA MINGGU? SIAPA TAKUT!

Tema Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 pada hari Jum’at, 20 Januari 2023 sangatlah menarik. Bagaimana tidak, dalam pertemuan ini yang menjadi narasumber adalah Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., M.B.A., M.Phil., M.A yang akrab disapa Prof Ekoji (seorang penulis besar yang bisa mengantarkan mimpi peserta KBMN menuju penerbit mayor) dengan dipandu oleh moderator Ibu Aam Nurhasanah, S.Pd yang juga merupakan seorang penulis yang produktif.

Dalam pertemuan ini Prof Ekoji ingin sharing pengalaman menjadi penulis buku mayor, yaitu karya tulis yang diterbitkan oleh penerbit nasional. Hingga saat ini, Prof Ekoji telah menulis kurang lebih 121 buku mayor semenjak selesai kuliah. Kalau artikel, ia sudah menulis kurang lebih 623 artikel dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Prof Ekoji senang menulis semenjak Sekolah Dasar. Namun tulisan pertamanya baru diterbitkan majalah ketika ia duduk di bangku SMP.

Yang tidak kalah penting untuk diketahui alasannya menulis adalah karena ingin membagi ide, pemikiran, gagasan, dan cerita kepada orang lain (lama-lama jadi ketagihan menulis). Ia merasa bahwa semakin ia banyak membaca buku dan menonton televisi (dulu belum ada internet), semakin tinggi keinginannya untuk menulis.

Buku mayor pertamanya yang terbit adalah di tahun 2000, yaitu dua tahun setelah krisis dan reformasi. Sepuluh bukunya isinya dalah bunga rampai. Setiap buku terdiri dari 50 artikel. Setiap artikel berisi ringkasan SATU TOPIK yang sedang menjadi trend pada saat itu. Prof Ekoji tidak menduga ketika begitu banyak orang yang membelinya, sampai akhirnya jadi ketagihan menulis.

Menurut Prof Ekoji hal lain yang membuat motivasi menulis lebih besar adalah karena banyaknya SMS (dulu belum ada WA) yang masuk ke nomor HP-nya mengucapkan terima kasih atas buku yang dibuatnya. Tentu saja hal tersebut membesarkan hatinya dan ia merasa hidupnya berguna untuk orang lain. Begitulah pentingnya menulis nomor handphone di setiap buku yang ditulisnya.

Prof Ekoji bercerita bahwa ketika tanggal 16 Maret 2020 semua guru dan siswa harus belajar dari rumah, ia memutuskan untuk menjadi youtuber. Setiap hari ia membuat satu youtube yang isinya hal-hal berkaitan dengan PJJ (karena sedang menjadi pembicaraan nasional). Prof Ekoji membuat youtube dengan judul aneh-aneh, seperti gamification, flipped classroom, collaborative learning, metaverse, IOT, big data, dan lain sebagainya.

Barulah ketika Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Om Jay) mengajaknya untuk mengajarkan guru-guru menulis, ia tergerak untuk bereksperimen. Setiap guru dimintanya untuk membuka youtube-nya dengan alamat EKOJI CHANNEL. Kemudian setiap guru dimintanya untuk menuliskan apapun yang ia bicarakan di youtube tersebut. Setelah itu Prof Ekoji memberikan tambahan referensi untuk memperkaya konten. Alhasil, dari 30 guru yang berniat bergabung, 19 buku diterbitkan. Dari 19 buku tersebut, satu buku terpilih jadi Buku Terbaik Nasional versi Perpusnas untuk kategori PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Hingga saat ini kalau tidak salah sudah lebih dari 60 buku guru-guru hebat yang berhasil diterbitkan oleh Penerbit ANDI.

Nah, pada kesempatan baik ini, Prof Ekoji ingin mengajak guru-guru yang tertarik untuk menjadi penulis buku mayor yang diterbitkan untuk mendaftarkan diri. Namun kali ini agak berbeda modelnya. Prof Ekoji akan memberikan SEBUAH TEMA, kemudian dengan bimbingannya dan Ibu Aam Nurhasanah peserta mendalami tema tersebut sehingga menjadi buku. Untuk tema akan dibagikan oleh Prof Ekoji, yang penting peserta berniat serius untuk menulis (targetnya untuk angkatan 28 ini adalah buku-buku sudah masuk ke penerbit untuk dikurasi SEBELUM Idul Fitri).

Prof Ekoji juga menyampaikan bahwa kalau ingin menuliskan buku yang diterbitkan mayor, maka harus mengikuti KEBUTUHAN PASAR. Jadi kita menulis BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI, tapi UNTUK ORANG LAIN. Prof Ekoji menyampaikan beberapa contoh judul yang bisa dieksekusi oleh peserta di antaranya: Classroom Design and Management, Community Based Learning, Computer Based Assessment, Competency Based Learning, Computer Adaptive Assessment, The 21st Century Learning Skills (ini adalah judul-judul yang banyak dibutuhkan sekolah-sekolah zaman sekarang).

Prof Ekoji menegaskan pula untuk tidak perlu berpikir panjang-panjang dulu. Mulai dari satu hal yang sederhana. Jangan menuliskan sesuatu yang kita tidak mengerti dan tidak ada sumber referensinya. Di tengah pemaparannya, ada pertanyaan yang menarik dari salah satu peserta KBMN, “Bagaimana cara agar bisa tampil PD (Percaya Diri) dalam menulis berbagai genre?” Pertanyaan tersebut dijawab dengan lugas oleh Prof Ekoji bahwa cara PD mudah. Caranya dengan mendaftarkan diri sekarang ke Ibu Aam Nurhasanah dan mengikuti yang dikatakannya. Nanti PD akan muncul dengan sendirinya, “Masak tidak PD Anda jadi penulis pertama dan saya jadi penulis kedua?” Tanya Prof Ekoji sambil menyarankan untuk bertanya kepada Ibu Aam Nurhasanah terkait pengalamannya yang sudah berani menerima ‘tantangan’ yang diberikan.

Prof Ekoji juga menyampaikan bahwa ia lebih senang mengajak rekan-rekan guru untuk BERJALAN BERSAMA, bukan sekedar BERDISKUSI. Kebanyakan orang senangnya berdiskusi dan TAKUT EKSEKUSI. Kalau Prof Ekoji terbalik, langsung EKSEKUSI di bawah bimbingannya, baru berdiskusi nanti kalau ada hambatan. Carilah judul yang ANTI MAINSTREAM. Kalau yang BIASA-BIASA SAJA, biasanya penerbit mayor tidak tertarik menerbitkannya.

Menanggapi pertanyaan dari salah satu peserta -mungkin dialami dan ditanyakan oleh para peserta lainnya- “Dalam menulis tentunya kita membutuhkan referensi untuk membuat satu buku. Idealnya berapa buku referensi yang kita gunakan?” Prof Ekoji menjawab, “Tidak ada aturan mengenai hal ini. Referensi adalah bentuk penghormatan kita terhadap karya orang lain yang butir-butir kontennya kita pakai dalam buku kita. Semakin banyak kita pakai pemikiran orang lain, semakin banyak referensi yang kita pergunakan.”

Karena tema pada pertemuan pada hari ini sangat menarik dan penting, maka dipastikan banyak pertanyaan dari para peserta, seperti yang juga ditanyakan oleh Ibu Ida Farida, “Bagaimana tulisan kita berkualitas dan dipercaya penerbit mayor?” Menurut pendapat Prof Ekoji bahwa “Isi atau konten menarik yang disampaikan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar (yang penting adalah KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI dan KEMAMPUAN BERBAHASA. Konten bisa bebas, hanya imajinasi kita yang membatasinya). Sejauh tulisan kita menarik hati orang lain, pasti banyak yang tertarik. Karena banyak yang tertarik, penerbit akan rebutan menerbitkannya.”

Menjelang akhir pertemuan Prof Ekoji mengatakan bahwa sudah banyak teori, konsep, dan pengalaman dari penulis lain yang disampaikan kepada para peserta semua. Sehingga ia tidak ingin membebani dengan teori-teori baru. Prof Ekoji mengajak peserta-peserta yang BERMIMPI karyanya terpajang di toko buku untuk BERGABUNG dalam batch JANUARI BERSERI yang nanti akan menjadi workshop mingguan membuat buku mayor. Tujuan workshop menulis adalah agar guru-guru BISA MENULIS BUKU bukan sekedar TAHU CARANYA NULIS BUKU. Prof Ekoji menegaskan bahwa dirinya adalah penganut konsep BELAJAR KETIKA BERKARYA, bukan BELAJAR DULU BARU BERKARYA.

Akhirnya, di akhir pertemuan Prof Ekoji menyampaikan bahwa motivasi selalu dimulai dari mimpi. Ia mencontohkan Ibu Aam Nurhasanah berhasil menulis banyak buku karena punya MIMPI bisa melihat namanya di toko buku Gramedia. Tanpa mimpi, tak akan ada motivasi. Seperti kata Laskar Pelangi: “Mimpi . . . adalah kunci . . .”  serta ditutup dengan kalimat inspiratif lainnya, “Practice makes perfect”. Latihan adalah kuncinya. Selamat berkarya!

GURU DAN BUKU

Peran strategis guru sangat mendasar yaitu sebagai pejuang intelektual yang menyiapkan generasi berikutnya agar menjadi generasi yang baik. Ada beragam julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu yang paling terkenal adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini mengindikasikan betapa besar peran dan jasa yang dilakukan guru sehingga guru disebut sebagai pahlawan, walaupun ‘penghargaan’ terhadap guru terkadang tidak sebanding dengan besarnya jasa yang telah diberikan. Guru adalah sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan mendidik peserta didik agar menjadi generasi unggul di masa depan. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dibutuhkan peserta didik tidak akan berkembang optimal tanpa bantuan guru.

Mohammad Fauzil Adhim dalam pengantar buku “Spiritual Teaching” mengatakan bahwa bagi seorang guru, yang paling menentukan kesungguhan mengajar bukanlah gaji, meski gaji yang tidak mencukupi kebutuhan dasar memang dapat mengganggu ketenangan dan totalitas mengajar. Sebaliknya, bertambahnya gaji yang tidak diiringi oleh kuatnya komitmen sebagai guru tidak cukup memadai untuk membuat seorang guru mengajar dengan totalitas. Sungguh, bukan besarnya gaji dan tunjangan yang membuat seorang guru bisa senantiasa tersenyum menghadapi muridnya yang sering berulah. Tetapi, seberapa kuat panggilan jiwa mengantarkan ia berdiri di depan kelas, berada di tengah murid-muridnya yang beragam jenis dan asalnya.

Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwa serta memiliki misi untuk mengantarkan anak didiknya kepada kehidupan yang lebih baik secara intelektual dan sosial, akan bisa mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan, kemuliaan, dan keislaman yang besar dalam dada setiap muridnya, bahkan sesudah ia mati. Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah sekaligus pengasuh –bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah bulanan bernama gaji– akan mampu menyediakan cadangan energi, agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut.

Guru adalah sosok penting yang cukup menentukan dalam proses pembelajaran. Walaupun sekarang ini ada berbagai sumber belajar alternatif yang lebih kaya, seperti buku, jurnal, majalah, internet, maupun sumber belajar lainnya, namun guru tetap menjadi kunci untuk optimalisasi sumber-sumber belajar yang ada. Tanpa guru, proses pembelajaran tidak akan dapat berjalan secara maksimal.

Pada masa merebaknya pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, di mana guru dan para peserta didik harus melakukan proses belajar dan mengajar dari rumah dikarenakan adanya larangan berkumpul di suatu tempat, para peserta didik bisa merasakan betapa mahalnya sebuah face to face dengan guru dalam proses transfer ilmu pengetahuan. Walaupun beberapa peserta didik bisa belajar secara mandiri, namun mereka masih sangat membutuhkan pendampingan guru untuk memahami sebuah materi, hal ini selaras dengan petuah ahli hikmah مَنْ كَانَ شَيْخُهُ كِتَابُهُ فَغَلَطُهُ أَكْثَرُ مِنْ صَوَابِهِ “Barang siapa berguru hanya pada kitabnya (tanpa pengawasan dan arahan dari seorang guru) maka salahnya (dalam memahami isi kitab itu) lebih banyak daripada benarnya.

Guru dituntut untuk menjadi orang yang berwawasan dan berpengetahuan luas. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha secara maksimal untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuannya dengan tekun menimba ilmu, karena ilmu itu tidak diperoleh lewat warisan tetapi melalui proses belajar, sebagaimana diungkapkan oleh ulama kharismatik berkaliber internasional dari Mekkah al-Mukarramah As-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki اَلْمَشِيْخَةُ لَيْسَتْ بِالْوِرَاثَةِ، وَإِنَّمَا بِالتَّعَلُّمِ وَالطَّلَبِ “Menjadi seorang guru bukan dengan warisan, akan tetapi dengan belajar dan menuntut ilmu. Guru yang tidak pernah mau meng-up grade pengetahuannya ibarat sebuah kaset yang terus menerus diputar ulang tanpa ada revisi dan penambahan sama sekali.

Di antara cara untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan adalah dengan membaca. Guru dan membaca bagaikan dua sisi mata uang. Satu dan lainnya saling menunjang peran dan fungsi masing-masing. Adalah kekeliruan yang besar pendapat orang yang menganggap membaca itu membuang-buang waktu. Membaca adalah pekerjaan besar bagi orang-orang berperadaban. Dengan membaca buku atau lainnya maka guru akan mengetahui perkembangan kurikulum, sistem pengajaran, dan dasar-dasar teori belajar terbaru. Dengan demikian, maka guru dapat mengembangkan dan mendesain sistem pengajaran menjadi lebih efektif, serta mampu mengevaluasi pembelajaran secara potensial, dan sebagai titik akhirnya adalah mampu menghantarkan pembelajaran peserta didik dengan sukses.

Seorang guru memang idealnya senantiasa bercakap-cakap dengan buku, bersahabat dengan ilmu, dan berteman dengan pengetahuan, sebagaimana dikatakan خَيْرُ جَلِيْسٍ فِي الزَّمَانِ كِتَابٌ “Sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku. Bahkan untuk mengetahui dahsyatnya manfaat membaca bagi seorang guru, cukuplah direnungkan dan dipahami petuah bijak yang menyatakan الْقِرَاءَةُ أُسْتَاذٌ عَالِمٌ بِكُلِّ عِلْمٍ “Membaca adalah guru yang pandai dalam semua bidang ilmu.

Posisi buku bagi seorang guru sangatlah penting. Guru sebagai orang yang berilmu hendaklah selalu dekat dengan buku, sehingga sesuai dengan ungkapan لَا فَخْرَ إِلاَّ بِالْكِتَابِ وَالْمِحْرَابِ “Tidak ada kebanggaan kecuali dengan kitab (bagi orang alim yang selalu membawa kitabnya) dan dengan mihrab (bagi orang saleh yang selalu melaksanakan ibadah dalam mihrabnya). Dua hal yang patut dibanggakan dan selain itu tidak layak untuk dibanggakan karena tidak membawa kebaikan di akhirat kelak dan malah justru membahayakan.

Mengutip pernyataan Ngainun Naim di dalam buku “Spirit Literasi” bahwa profesi apapun sesungguhnya akan dapat berkembang dengan pesat manakala diikuti dengan membangun tradisi membaca secara baik pula. Dengan dukungan tradisi membaca yang kokoh, kualitas pekerjaan yang dijalankan akan menjadi lebih bermutu dan berkualitas. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa membaca tidak hanya menelusuri deretan teks, tetapi juga membuka Pandora pengetahuan. Semakin luas pengetahuan seseorang semakin terbuka wawasan dan kreativitasnya. Bagi seorang guru membaca idealnya menjadi sebuah hobi dan tradisi. Bahkan seorang pengarang asal Rusia, Joseph Brodsky, menyatakan “Ada beberapa kejahatan yang lebih buruk daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membaca buku.

Mungkin kita tidak sepenuhnya sepakat dengan pernyataan ini. Tetapi jika kita memetik kandungan maknanya, apa yang dikatakan Brodsky ini sesungguhnya merupakan bentuk penekanan akan arti penting kegiatan membaca sehingga tidak membaca buku dinilai oleh Brodsky sebagai sebuah kejahatan.

Guru dan buku kalau boleh diibaratkan seperti sepasang suami-istri yang saling melengkapi dan mendukung dalam bekerja sebagai motor sebuah keluarga. Buku demi buku yang terus dikoleksi oleh guru menjadi energi baginya, sekaligus menjadi referensi untuk bisa belajar dan mengajar lebih efektif dan kreatif, walaupun terkadang menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menikmatinya dikarenakan waktu dan kesempatan membaca tidak seimbang. Cara terbaik untuk membangun kebiasaan senang dan giat membaca buku adalah dengan meningkatkan motivasi internal. Guru sendiri yang harus menyadari bahwa membaca buku itu penting karena buku adalah jendela dunia. Selamat membaca!

Sumber Bacaan:

Munir, Abdullah. 2006. Spiritual Teaching: Agar Guru Senantiasa Mencintai Pekerjaan dan Anak Didiknya, Cetakan Ke-10, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Naim, Ngainun. 2019. Spirit Literasi: Membaca, Menulis, dan Transformasi Diri, Cetakan Pertama, Tulungagung: Akademia Pustaka.

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...