Senin, 09 Januari 2023

MELEJITKAN POTENSI DIRI MELALUI KE-SAE-AN BERBAHASA




Secara umum pengertian potensi adalah sebuah kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang sangat mungkin untuk dikembangkan, sehingga pada intinya potensi sendiri berarti suatu kemampuan yang masih bisa dikembangkan lebih baik lagi. Pada manusia sendiri sangat penting untuk memahami potensi diri sendiri, sehingga dapat mengembangkan kemampuan yang tepat dan mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Dengan mengembangkan potensi diri akan lebih bermanfaat dan akan merasa lebih hidup apabila manusia benar-benar memahami potensi diri dan mengembangkannya.

Setiap manusia dianugerahi potensi diri yang sangat luar biasa. Menariknya, manusia sendiri sering tidak mengetahui dengan pasti potensi diri tersebut. Tak heran, ada potensi diri yang memang muncul begitu saja. Ada juga yang harus dipancing dan digali sehingga akhirnya bisa terlihat dengan jelas. Potensi yang dimiliki setiap manusia berbeda-beda. Meski untuk beberapa aspek ada juga yang memiliki kesamaan. Semua potensi tersebut tidak akan bisa maksimal dan muncul dengan sempurna jika tidak dikembangkan dengan cara yang baik dan benar, kerja keras, serta konsisten.

Di antara potensi penting yang ada pada diri manusia adalah perkembangan kemampuan berbahasa. Potensi ini memerlukan rangsangan (stimulasi) untuk bisa berkembang dengan baik dan menjadi landasan perkembangan berikutnya. Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dengan bahasa. Ia harus mampu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, mereka akan mudah dalam bergaul dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia (Suhartono, 2005: 12). Dengan demikian perkembangan bahasa harus dirangsang sejak dini. Bahasa sebagai alat yang sangat penting dan diperlukan oleh manusia untuk menjalankan aktivitas hidupnya selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi. Sehingga pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk berbahasa, yang mana potensi kebahasaan itu akan tumbuh dan berkembang jika fungsi lingkungan diperankan dengan baik.

Proses perkembangan bahasa anak tidak terlepas dari potensi yang sudah ada pada diri anak sejak ia dilahirkan. Yang mana potensi berbahasa individu ialah kemampuan yang masih terpendam yang dimiliki oleh setiap orang untuk menyampaikan informasi dalam berkomunikasi.

Berbahasa berarti aktivitas menggunakan suatu bahasa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa bahasa merupakan suatu alat yang dimiliki oleh manusia yang digunakan untuk berkomunikasi, mengekspresikan diri, dan mengaktualisasi diri. Alwasilah (1993: 6) mengemukakan bahwa manusia memiliki dua macam fasilitas untuk berbahasa, yaitu fasilitas fisik berupa organ-organ ujaran dan fasilitas non-fisik yaitu ruh, akal pikiran dan rasa yang berfungsi untuk mengolah segala masukan (input) dari alam sekitar. Berdasarkan pemikiran tersebut, tampak bahwa manusia dibekali secara fisik dan psikis oleh sang pencipta sebagai makhluk yang memang mendukung proses berbahasa. Organ yang berfungsi dengan baik akan menghasilkan ujaran berupa bahasa yang dapat dimengerti satu sama lain baik berupa ujaran komunikasi biasa dalam bertegur sapa maupun berupa ujaran sebuah konsep pemikiran.

Kemampuan berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak tampak. Dengan bahasanya, manusia berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.

Keterampilan berbahasa perlu diasah terus menerus, layaknya tubuh yang memerlukan makanan bergizi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Potensi ini akan tinggal potensi jika tidak dilatih dan dikembangkan. Tentu saja ini menjadi tugas orang tua dan juga guru di sekolah, sehingga pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak sangatlah diperlukan.

Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor biologis dan juga lingkungan. Untuk faktor biologis, anak sudah siap belajar bahasa saat mereka melakukan interaksi, dan lingkungan ikut serta mempengaruhi seperti lingkungan rumah dan sekolah.

Chomsky dan Woolflok mengatakan bahwa anak dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa yang terus menerus mengalami perkembangan. Karena bahasa memiliki fungsi yang sangat signifikan bagi manusia di antaranya, yaitu: bahasa sebagai sarana pembangkit dan pembangun perhubungan yang memperluas pikiran seseorang, sehingga kehidupan mental seorang individu menjadi bagian yang tak bisa terpisahkan dari kehidupan mental kelompok. Selain itu bahasa juga sebagai sarana untuk mempengaruhi kepribadian seseorang.

Bahkan menurut Deyster bahasa bagi manusia memiliki tiga fungsi, yaitu:

1.    Bahasa sebagai alat untuk menyatakan isi jiwa seseorang.

2.    Bahasa sebagai perasaan (mempengaruhi orang lain).

3.    Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat.

Begitu pentingnya suatu bahasa, maka sejalan dengan kehidupan sosial yang terus berkembang pesat, bahasa pun terus berkembang dengan pesat bahkan para ilmuwan memberikan perhatian khusus terhadap bahasa dengan cara menjadikan studi khusus terhadap bahasa.

Dalam proses perkembangan bahasa, meskipun anak sudah memiliki potensi untuk berbahasa, tetapi potensi itu tidak akan dapat tumbuh dan berkembang apabila tidak didukung oleh lingkungan. Jelas sekali dalam hal ini lingkungan merupakan faktor utama yang mendukung proses perkembangan bahasa anak. Ketika seorang anak dilahirkan, kemudian dia dibesarkan di dalam lingkungan sosial, berinteraksi dengan banyak orang maka potensi berbahasa anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik sejalan dengan bertambahnya usia anak.

Tetapi dalam kondisi tertentu, bila seorang anak dilahirkan, kemudian dibesarkan oleh binatang tertentu dalam waktu yang cukup lama dan tidak pernah berinteraksi dengan manusia, maka dapat dipastikan potensi berbahasa anak akan hilang. Kasus penculikan bayi oleh orang utan yang pernah terjadi di negara Uganda yang diberitakan oleh majalah Intisari adalah data otentik dalam hal ini. Oleh karena itu, lingkungan secara signifikan mempengaruhi perkembangan potensi berbahasa anak.

Selain potensi berbahasa dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, perolehan bahasa anak pun sangat berpengaruh dalam proses perkembangan bahasa anak. Berdasarkan tahap pemerolehannya, Chaer dan Agustina (2004: 8) membagi perolehan bahasa anak menjadi dua macam, yaitu bahasa ibu (bahasa pertama) dan bahasa kedua (ketiga dan seterusnya). Yang dimaksud dengan bahasa ibu atau bahasa pertama adalah satu sistem linguistik yang dipelajari pertama kali secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama, karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajari seorang anak. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua.

Dalam perkembangan bahasa anak, bahasa kedua dan selanjutnya sering disebut bahasa asing. Di samping itu penamaan bahasa asing juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain. Maka bahasa Malaysia, bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa China adalah bahasa asing bagi bangsa Indonesia. Sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa kedua, kalau dipelajari setelah menguasai bahasa ibu. Bisa juga menjadi bahasa negara kalau bahasa itu digunakan untuk menjalankan administrasi kenegaraan dan kegiatan kenegaraan lainnya. Sebuah bahasa asing dapat juga menjadi bahasa pertama bagi seorang anak kalau anak itu tercerabut dari bumi negaranya dan menggunakan bahasa itu sejak bayi.

Perkembangan bahasa anak dibedakan oleh Yusuf menjadi dua tipe, yaitu sebagai berikut:

1.    Egocentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Fungsinya yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.

2.    Socialized Speech, terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau lingkungannya. Dalam tipe ini, perkembangan bahasa anak dibagi menjadi lima bentuk: (a) adapted information, terjadinya saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan), dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban). Fungsi dari ‘socialized speech’ ini adalah untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).

Menurut Yusuf, ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan bahasa anak, yaitu:

1)   Faktor Kesehatan. Faktor ini sangat berpengaruh dalam perkembangan bahasa seorang anak. Apabila pada dua tahun pertama kesehatan seorang anak sering terganggu, maka perkembangan bahasanya akan terhambat.

2)   Intelegensi. Perkembangan bahasa anak akan diketahui dari intelegensinya. Anak yang mempunyai intelegensi yang normal atau di atasnya, biasanya mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Sedangkan anak yang mengalami kelambatan mental akan sangat miskin dalam berbahasa.

3)   Status Sosial Ekonomi Keluarga. Dalam beberapa penelitian tentang hubungan antara status sosial ekonomi keluarga dan perkembangan bahasa menyatakan bahwa sebagian besar anak yang berasal dari keluarga miskin akan mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar pada anak dari keluarga miskin dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang mampu.

4)   Jenis Kelamin (Sex). Berdasarkan faktor jenis kelamin ini, sejak usia dua tahun ke atas, anak perempuan mempunyai perkembangan bahasa yang lebih cepat dibandingkan anak laki-laki.

5)   Hubungan Keluarga. Anak yang menjalin hubungan dengan keluarganya secara sehat (penuh perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya) dapat memfasilitasi perkembangan bahasanya. Sebaliknya, jika hubungan anak dan orang tuanya tidak sehat, maka perkembangan bahasa anak cenderung stagnasi atau mengalami kelainan, seperti: gagap, kata-katanya tidak jelas, berkata kasar dan tidak sopan, serta merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya.

Selanjutnya, dalam melejitkan dan mengembangkan potensi berbahasa individu (utamanya dalam mempelajari bahasa asing) setidaknya ada beberapa cara yang bisa dilakukan, di antaranya:

1.    Mengenali Diri Sendiri dan Bahasa yang Dipelajari Secara Mendalam

Banyak orang yang tidak mengenali potensi dirinya karena terlalu sibuk memperhatikan kelebihan orang lain. Sehingga dia disilaukan oleh kehebatan atau kemampuan orang lain yang sudah mampu mengeluarkan potensi dirinya.

Hal pertama yang kita lakukan adalah dengan mengenali diri sendiri. Tentu saja hal ini bisa dengan mudah dilakukan. Kita bisa bertanya pada diri kita, misalnya, apa yang sedang menjadi tujuan kita dalam mempelajari bahasa? Apa saja hal yang membuat kita mudah mempelajari bahasa, serta apa saja hal yang menghambat kita dalam mempelajarinya? Namun, bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Ini penting untuk diketahui, karena akan berkaitan dengan pencapaian kita ke depannya. Dengan mengenali diri sendiri lebih dalam, kita akan lebih mudah mengetahui potensi mana yang bisa dikembangkan dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berbahasa asing kita.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengenal lebih jauh bahasa asing yang dipelajari. Setidaknya kita perlu merumuskan pertanyaan kenapa bahasa tersebut harus dipelajari? Bagaimana perkembangan bahasa tersebut dari masa ke masa? Bagaimana karakteristik dan keistimewaan bahasa tersebut? Apa problematika dan tantangan belajar bahasa tersebut baik dari faktor linguistik atau non-linguistik?

Dengan melakukan pemetaan yang baik akan potensi diri dan karakteristik bahasa asing yang dipelajari, setidaknya bisa memudahkan kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing tersebut.

2.    Membuat Sebuah Tujuan

Tujuan itu sangat penting dalam melakukan suatu hal. Kegiatan yang dilakukan tanpa tujuan akan menjadi sia-sia belaka karena kegiatan tersebut tidak memiliki arah dan titik akhir. Tujuan juga akan mempertegas mengenai apa saja hal atau kegiatan yang harus kita lakukan dan yang semestinya tidak kita lakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.

Mempelajari sebuah bahasa asing tanpa tujuan yang jelas juga akan berdampak buruk bagi pencapaian tujuan yang tidak jelas tersebut. Selain boros karena pada dasarnya kita sudah melakukan hal yang sia-sia, akibat buruk lain yang akan kita rasakan dari melakukan hal tanpa tujuan yang jelas adalah munculnya kebosanan. Kita akan merasa bosan karena kita melakukan hal yang terus berulang tanpa ada peningkatan dan tanpa ada hasil nyata yang pasti.

Lalu, bagaimana caranya untuk mematenkan tujuan itu sendiri? Mudah, gunakan saja intuisi kita. Selain itu, tujuan yang baik akan muncul dari apa yang harus kita butuhkan karena tujuan itu merupakan sesuatu yang harus kita miliki. Dengan tujuan yang baik maka semua kegiatan yang kita lakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut akan terlaksana dengan baik. Semuanya menjadi terarah dan berakhir dengan baik sesuai yang kita inginkan.  

3.    Menguatkan Niat

Tujuan tanpa niat yang kuat sama saja dengan mimpi di siang bolong. Niat akan membantu kita dalam mengembangkan potensi diri yang sudah dikenali dan digali dengan benar. Ini merupakan unsur penguat sekaligus pondasi dari tujuan hidup yang sudah kita canangkan sebelumnya. Tentu saja bukan niat yang asal-asalan, melainkan niat yang kuat yang mampu menghasilkan tekad yang bulat demi tercapainya tujuan kita menguasai bahasa asing yang dipelajari. Jika niat yang muncul hanya setengah hati, potensi diri pun bakal sulit untuk terdeteksi. Ketika hal itu sudah terjadi, jangan harap tujuan kita menguasai bahasa asing tersebut bisa tercapai.

Tidak heran jika Nabi Muhammad Saw. berpesan agar apapun yang dilakukan sangat ideal jika didahului dengan niat. Oleh karena itu, sebelum ingin melakukan apapun, pastikan niat dalam hati sudah cukup kuat, sehingga kesadaran diri untuk melakukan niat tersebut terus mendorong hati untuk benar-benar menepatinya.

4.    Open Minded Terhadap Saran dan Kritik

Salah satu kunci kesuksesan adalah punya pikiran yang terbuka alias open minded. Karena semakin kita membuka pikiran kita, maka kita akan semakin banyak belajar hal-hal baru dan menerima saran yang baik.

Orang yang berniat dalam pengembangan potensi diri adalah orang yang siap menerima saran atau kritikan. Sepedas apa pun saran atau kritik itu, kita harus belajar untuk menerimanya. Kita manfaatkan kritikan yang datang sebagai alat untuk mengevaluasi diri. Karena tidak akan datang jika kita memang tidak punya kekurangan.

Untuk memiliki pikiran terbuka (open minded) kita perlu mendengar. Kita mendengar segala ide, pandangan, juga kritikan yang diberikan kepada kita. Pada saat kita mendengar pendapat orang lain, janganlah kita berpikir untuk mempersiapkan jawaban atau pandangan kita. Coba kita analisis pendapat tersebut secara objektif.

Open minded sama dengan membuka diri untuk menerima masukan dan kritikan. Oleh sebab itu, semakin kita bisa berpikiran terbuka, semakin besar kesempatan kita untuk memperbaiki kekurangan yang kita miliki. Dengan semakin sedikit kekurangan yang kita miliki, artinya kita sudah semakin dekat dengan kesuksesan yang ingin kita raih. 

Namun begitu, kita juga perlu memilih saran atau kritikan yang datang. Jika saran dan kritikan cukup membangun, maka bisa kita jadikan sebagai bahan untuk introspeksi diri khususnya dalam peningkatan kemampuan berbahasa asing kita. Namun, jika saran atau kritikan tersebut hanya membuat potensi diri dan peningkatan kemampuan berbahasa asing kita tidak berkembang, maka sebaiknya tidak perlu kita pikirkan. Kita hindari sikap merasa benar sendiri, serta kita terima semua kritikan yang masuk dalam diri kita dan menghadapinya dengan sikap yang baik.

5.    Tidak Takut Mencoba dan Mempraktikkan Hal Baru

Cara mengembangkan potensi diri selanjutnya adalah mencoba hal baru yang dijumpai. Menggali potensi diri dengan mencoba hal baru merupakan salah satu bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Kita paham bahwa banyak potensi dalam diri yang perlu dikembangkan dan dieksplorasi dengan mencoba berbagai hal baru utamanya dalam menguasai bahasa asing yang dipelajari. Menghargai, memahami, dan menerima diri sendiri ke depannya akan menimbulkan rasa bahagia dan bangga pada diri sendiri.

Kita singkirkan rasa takut gagal saat mencoba hal baru yang belum pernah kita pelajari. Kita mencoba untuk mempelajarinya sampai handal di bidang tersebut. Kita perlu meluangkan waktu untuk menggali lebih dalam aktivitas keahlian baru atau keterampilan tersebut. Dengan mencoba hal baru juga bisa mendorong diri untuk keluar dari zona nyaman dan siapa tahu kita bisa menemukan bakat tersembunyi dalam diri kita.

Dalam mempelajari bahasa asing perlu kiranya kita berpedoman pada ungkapan “الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَاللُّغَةُ بِالتَّكَلُّمِ  (Ilmu bisa diperoleh dengan belajar, sedangkan bahasa bisa dikuasai dengan banyak mengucapkan/mempraktikkannya). Tata bahasa yang bagus tak akan ada artinya kalau kita tidak pernah mempraktikkannya dalam percakapan. Karena tujuan dari bahasa adalah untuk berkomunikasi, maka kita harus belajar untuk mengkomunikasikan maksud kita secara lisan dalam bahasa asing tersebut.

Salah satu cara untuk meraih kefasihan suatu bahasa asing adalah banyak latihan berbicara. Seiring dengan perkembangan, kita bisa mendedikasikan setidaknya 30-60 menit untuk berbicara hanya dalam bahasa asing –Arab, misalnya– dan terus kita sesuaikan waktu belajarnya untuk memastikan bahwa keterampilan percakapan kitalah yang diasah, bukan hanya pengetahuan umum tentang bahasa tersebut melalui daftar kosakata ‘formal’ yang mungkin tidak akan pernah kita gunakan dalam dialog sehari-hari.

Kuncinya adalah berusaha agar orang lain mengerti apa yang kita sampaikan dalam bahasa asing tersebut terlebih dahulu. Setelah terbiasa bercakap-cakap dalam bahasa asing tersebut, secara otomatis kita akan belajar untuk memperbaiki tata bahasa yang kita gunakan dalam berbicara. Dalam menguatkan proses pembiasaan ini, patut kiranya ungkapan Vernon A. Magnesen perlu kita pahami dan praktikkan “Kita belajar 10 % dari apa yang kita baca, 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yang kita katakan, dan 90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan”.

6.    Mengatur Waktu dan Menyusun Jadwal

Hampir sebagian besar dari kita tidak pernah berpikir bahwa mengatur waktu dengan baik dan menyusun jadwal yang teratur mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam keberhasilan dan kesuksesan kita. Pada kenyataannya, kegiatan yang teratur justru akan mempermudah kegiatan kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing. Karena saat kita mengatur waktu dan menyusun jadwal sesuai dengan kegiatannya, kita akan belajar bagaimana mengenal dan membuat prioritas, kemudian menyelesaikan apa yang sudah kita rencanakan.

Beberapa aturan praktis yang bisa kita jadikan pedoman dalam pengaturan waktu dan penyusunan jadwal belajar bahasa asing yaitu:

a)    Belajar 1-3 kali sehari secara berkala dalam pembagian waktu yang adil, misalnya setiap 4 jam.

b)   Menjadwalkan periode belajar kita dengan efektif. Kita hindari belajar di waktu-waktu yang riskan untuk terdistraksi. Jika kita mudah mengantuk di sore hari dan lebih mudah untuk terinspirasi di tengah malam, mengapa sesekali kita tidak tukar jadwal?

c)    Menfokuskan waktu belajar. Tiga puluh menit dari periode belajar intensif satu bahasa sama saja 10 kali lipat lebih efektif dari “multitasking” dua jam untuk dua bahasa sekaligus (atau mengerjakan suatu unit bahasa yang kita pikir membosankan atau terlalu sulit).    

7.    Menerapkan Kebiasaan Baik

Menggali potensi diri juga bisa dengan membangun kebiasaan baik. Setiap kebiasaan baik yang dilakukan dalam keseharian, bisa membuat kita terus berkembang ke arah yang lebih maju. Namun, perlu diingat membangun kebiasaan baik memerlukan waktu dan pengulangan yang konsisten.

Kebiasaan atau sikap yang rutin kita lakukan dapat mengantarkan kita kepada “siapa diri kita” di masa depan. Segala sesuatu yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan adalah hasil dari kebiasaan mendalam yang sudah lama tertanam dalam benak kita. Kebiasaan yang baik ini akan membantu dan mendorong kesuksesan dan kemajuan kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing.

Belajar adalah suatu kebiasaan baik yang perlu diterapkan secara terus menerus. Ini merupakan proses yang selalu berkelanjutan utamanya dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing. Seperti yang BusinessGrowth katakan “saat kita berhenti belajar, kita berhenti berkembang”.

Memaknai Konsep Ke-SAE-an Berbahasa

Di dalam masyarakat, bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks dan banyak makna. Bahasa adalah satu hal yang sangat penting dalam sebuah kehidupan manusia. Sebab, dengan bahasa itulah, manusia bisa berkomunikasi dan menyampaikan semua gagasan dan isi pikirannya. Adapun makna bahasa beragam, tergantung pada perspektif yang memberi makna terhadap bahasa tersebut dan motif tujuan yang ingin dicapainya (Nuha, 2012: 27).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 116). Dan Al-Ghulayaini (2000: 7) mendefinisikan bahasa dengan “Berbagai kata yang digunakan masyarakat untuk mengungkapkan berbagai maksud mereka”.

Manusia dan bahasa sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan ini, manusia sangat membutuhkan bahasa. Oleh sebab itu, agar komunikasi berjalan dengan lancar, tidak menimbulkan salah paham, kita perlu terampil berbahasa baik lisan maupun tulis. Di antara media untuk meningkatkan keterampilan berbahasa adalah melalui lomba kebahasaan. Tulisan ini mencoba menjelaskan konsep “SAE (Sportif – Agamis – Energik)” dalam rangka proses peningkatan dan pengembangan berbahasa melalui kegiatan lomba kebahasaan tersebut.

A.  Sportif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna sportif adalah bersifat kesatria, jujur, dan sebagainya. Kita sering mendengar kata ‘sportif’ itu lebih identik dengan dunia olahraga, yaitu sebuah sikap atau mental di mana seseorang memandang kesatria, jujur dan adil (dalam bermain). Sikap sportif dalam dunia olahraga, dimaknai sebagai sebuah sikap bermain atau bertanding secara adil mengikuti aturan yang berlaku dan tidak menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan. Sportif juga mengandung arti adalah sikap kesatria untuk menerima kekalahan, mau menghargai dan menghormati, serta mengakui keunggulan dan kemenangan.

Adapun sikap sportif dalam konsep berbahasa bisa dilihat pada contoh upaya peningkatan kompetensi berbahasa asing (Arab) melalui berbagai jenis lomba kebahasaan, misalnya: Musabaqah Qira’at al-Kutub (lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab), Taqdim al-Qisshah (menceritakan kisah berbahasa Arab), Ghina’ Arabiy (menyanyi berbahasa Arab), Mujadalah (debat berbahasa Arab), Khitobah (pidato berbahasa Arab), dan lain sebagainya.

Hal penting yang dapat dijadikan pelajaran dari kegiatan lomba-lomba tersebut di samping adanya peningkatan kualitas kompetensi berbahasa asing, juga menuntut adanya sikap kompetitif dan sportif dari masing-masing peserta lomba. Peserta lomba kebahasaan bisa belajar bahwa dalam setiap perlombaan atau kompetisi ada yang namanya menang dan kalah. Dan konsep menang dan kalah dalam sebuah perlombaan merupakan hal yang sangat biasa terjadi, dan setiap orang pasti mengalaminya. Untuk itu, tidak ada salahnya dikenalkan dan ditanamkan jiwa sportif sejak dini. Kenapa? karena lomba atau kompetisi dan sikap sportif adalah bagian tak terpisahkan. Kita menyarankan agar ketika menang, peserta lomba tidak perlu senang secara berlebihan, dan ketika kalah ia tidak usah merasa kecewa atau sedih berlarut-larut. Tentu saja mengingatkan dan menanamkan jiwa sportif ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bisa dimaklumi bahwa terkadang peserta lomba belum benar-benar dapat menerima konsep sportivitas, karena ia masih memiliki perasaan egosentris, menilai segalanya dari sudut pandang dirinya sendiri.

Mereka juga akan belajar bahwa kompetisi itu ada bukan hanya untuk membuktikan siapa yang paling hebat, namun sebagai media belajar, rendah hati dan saling menghargai satu sama lain. Mereka juga akan tahu bahwa dalam perlombaan atau kompetisi yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai, namun prosesnya. Apapun hasilnya, selama mereka sudah berusaha sebaik mungkin, maka hal itu sudah cukup. Kiranya perlu dijelaskan juga bahwa hadiah di akhir perlombaan atau kompetisi bukanlah segalanya. Melainkan pengalaman yang mereka dapatkan jauh lebih berharga karena dapat membantu mereka untuk menjadi motivasi lebih baik lagi di lain kesempatan. Hal ini juga sangat penting agar mereka tak terlalu terpaku pada kemenangan yang nantinya justru bisa mengakibatkan mereka melakukan segala cara, termasuk berbuat curang untuk bisa menang.

B.  Agamis

Arti kata agamis adalah orang yang taat menjalankan agama yang dipeluknya dengan penuh keimanan dan kesungguhan. Manusia yang hidup dan memiliki kehidupan paling tidak memiliki agama jika ingin hidupnya teratur, damai dan sejahtera. Agama sendiri menjadi sebuah pedoman dalam hidup manusia.

Sikap agamis dalam diri seseorang bisa dikembangkan lebih maksimal apabila ia mampu memahami sumber-sumber asli ajaran Islam yakni al-Qur’an, hadis, dan kitab-kitab karya ulama-ulama besar yang mempengaruhi alur pemikiran umat Islam terutama di bidang tafsir, fiqih, aqidah, tasawuf yang ditulis dalam bahasa Arab. Maka sangatlah penting bagi umat Islam terutama kalangan ilmuwannya untuk mempelajari dan memahami serta menguasai bahasa Arab. Jika tidak sulit bagi kita untuk mengkaji Islam dari sumber aslinya yang berasal dari bahasa Arab. 

Di antara cara untuk mengukur sejauh mana penguasaan dan pemahaman seseorang terhadap sumber-sumber asli ajaran Islam adalah melalui lomba Musabaqah Qira’at al-Kutub (MQK) yaitu lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab yang biasa disebut dengan kitab kuning kemudian menerjemahkannya lalu menjelaskan isi yang terkandung. Lomba baca kitab kuning ini bukan sebatas lomba untuk memperebutkan juara, melainkan menjadi penyebaran nilai-nilai keislaman.

Musabaqah Qira’at al-Kutub (MQK) merupakan lomba yang tidak hanya sekadar membaca teks kitab kuning atau yang lebih akrab dengan kitab gundul, yang dikarenakan tidak memiliki harakat atau tanda baca. Melainkan lebih kepada konteks, pemahaman dan kajian isinya. Literatur keilmuan Islam menyimpan khazanah intelektual yang sangat kaya. Dengan diversifikasi yang demikian beragam, setiap persoalan kehidupan dibahas secara mendetail dalam kitab kuning, dimulai dari hal yang mendasar hingga persoalan prinsipil seperti dogma, hukum Islam hingga ketatanegaraan.

Adanya perlombaan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas peminat bahasa Arab serta dapat menambah kecintaan masyarakat terhadap kitab-kitab klasik rujukan umat Islam dengan belajar dari sumbernya secara langsung. Sehingga, pengetahuan yang didapatkan itu merupakan hasil kajian dari khazanah peninggalan para ulama.

C.  Energik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata energik adalah penuh energi. Arti lainnya dari energik adalah bersemangat, berapi-api, berkemampuan penuh. Orang yang energik adalah orang yang penuh vitalitas, orang yang tidak kenal lelah dan orang yang sungguh-sungguh ingin merealisasikan tujuan hidupnya yang baik.

Orang-orang sukses dalam hidupnya adalah karena adanya energik. Di bidang apa saja yang dijalaninya harus dilaksanakan dengan penuh gairah dan semangat yang tinggi. Faktor yang menyebabkan orang mempunyai energik adalah karena mulai dari awal dalam bekerja berusaha untuk menyenangi pekerjaan yang ditekuni. Beradaptasi dan menyenangi pekerjaan tersebut itulah yang mendorong seseorang mempunyai energi yang tidak habis-habisnya. Jadi apapun yang dikerjakan, ia harus berusaha menyenangi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia tidak merasa mempunyai beban, yang pada akhirnya mempunyai semangat kerja yang penuh dengan energik, sehingga kesuksesan yang akan diperolehnya.

Dalam konteks peningkatan kompetensi berbahasa asing (Arab) sikap energik harus diterapkan oleh seseorang yang berpartisipasi dalam lomba kebahasaan. Bagaimana ia dengan sikap tersebut berusaha untuk memberikan yang terbaik dengan berlatih tanpa kenal lelah sehingga bisa mencapai hasil yang terbaik. Misalnya dalam lomba khitobah (pidato berbahasa Arab) bagaimana ia harus memperlihatkan kompetensi berbicara dan kualitas isi pidato yang baik. Lomba ini akan menjadi sebuah ladang untuk meningkatkan kualitas mental bicara dan retorika seseorang. Lomba khitobah ini juga menjadi wadah eksekusi retorika yang baik dan benar. Selain harus memperhatikan penampilan, gaya bahasa, gesture tubuh dan ekspresinya, peserta juga harus memperhatikan penggunaan bahasa Arab yang benar agar isinya dapat dipahami oleh orang lain. Dengan adanya lomba ini, peserta diharapkan akan semakin cakap dalam berbicara di depan umum untuk masa depannya yang lebih baik.

Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa sikap sportif, agamis, dan energik dalam mengikuti lomba-lomba kebahasaan seperti Musabaqah Qira’at al-Kutub (lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab), Taqdim al-Qisshah (menceritakan kisah berbahasa Arab), Ghina’ Arabiy (menyanyi berbahasa Arab), Mujadalah (debat berbahasa Arab), Khitobah (pidato berbahasa Arab), dan lain sebagainya kiranya dapat melejitkan potensi diri serta meningkatkan kompetensi berbahasa asing (Arab) seseorang.

Kompetensi berbahasa seseorang menentukan terhadap keterampilan berbahasa produktif orang tersebut. Misalnya ketika seseorang berbahasa, biasanya kompetensi berbahasa orang tersebut dapat dilihat dari kejelasan pengungkapannya melalui bahasa ujar atau tulis. Bagi orang lain, ketika seseorang berbahasa, hal itu menjadi sebuah jalan untuk mengetahui kompetensi orang tersebut dalam berbahasa. Dengan adanya ujaran atau tulisan, mitra tutur dapat mengerti dan memahami apa yang ingin disampaikan oleh penutur. Sampainya informasi yang dikemukakan oleh penutur kepada mitra tutur tentu juga dipengaruhi oleh kompetensi berbahasa yang dimiliki oleh mitra tuturnya. Adanya konsep kompetensi dan performa seseorang dalam berbahasa juga menjadi jalan supaya seseorang dapat mengetahui pemikiran orang lain melalui bahasanya. Karena bagaimanapun juga bahasa menjadi sarana untuk berpikir, misalnya bahasa sebagai sarana dalam berpikir ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghulayaini, Mustafa. 2000. Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, Cetakan Ke-38, Beirut: Al-Maktabah al-‘Ashriyyah.

Alwasilah, C. 1993. Linguistik Suatu Pengantar, Bandung: Angkasa.

Cahyati, Ance. 2020. Pengembangan Aspek Bahasa Melalui Daring Selama Masa Pandemi Covid-19 di RA Nurul Huda. Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama Edisi IV, Jakarta: PT. Gramedia.

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns, Terbitan The Learning Web, Selandia Baru. Edisi Indonesia: Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun”, Penerjemah: Word ++ Translation Service, Penyunting: Ahmad Baiquni, Cetakan VI, Maret 2003, Bandung: Kaifa.

Nuha, Ulin. 2012. Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, Cetakan Pertama, Yogyakarta: DIVA Press.

Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini, Jakarta: Depdiknas.

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...