Secara umum pengertian
potensi adalah sebuah kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang sangat mungkin
untuk dikembangkan, sehingga pada intinya potensi sendiri berarti suatu
kemampuan yang masih bisa dikembangkan lebih baik lagi. Pada manusia sendiri
sangat penting untuk memahami potensi diri sendiri, sehingga dapat
mengembangkan kemampuan yang tepat dan mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Dengan mengembangkan potensi diri akan lebih bermanfaat dan akan merasa lebih
hidup apabila manusia benar-benar memahami potensi diri dan mengembangkannya.
Setiap manusia
dianugerahi potensi diri yang sangat luar biasa. Menariknya, manusia sendiri
sering tidak mengetahui dengan pasti potensi diri tersebut. Tak heran, ada
potensi diri yang memang muncul begitu saja. Ada juga yang harus dipancing dan
digali sehingga akhirnya bisa terlihat dengan jelas. Potensi yang dimiliki
setiap manusia berbeda-beda. Meski untuk beberapa aspek ada juga yang memiliki
kesamaan. Semua potensi tersebut tidak akan bisa maksimal dan muncul dengan
sempurna jika tidak dikembangkan dengan cara yang baik dan benar, kerja keras, serta
konsisten.
Di antara potensi
penting yang ada pada diri manusia adalah perkembangan kemampuan berbahasa.
Potensi ini memerlukan rangsangan (stimulasi) untuk bisa berkembang dengan baik
dan menjadi landasan perkembangan berikutnya. Manusia dalam kehidupannya tidak
terlepas dengan bahasa. Ia harus mampu menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi. Dengan bahasa, mereka akan mudah dalam bergaul dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bahasa mempunyai peranan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia (Suhartono, 2005: 12). Dengan demikian
perkembangan bahasa harus dirangsang sejak dini. Bahasa sebagai alat yang
sangat penting dan diperlukan oleh manusia untuk menjalankan aktivitas hidupnya
selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi.
Sehingga pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk berbahasa, yang mana
potensi kebahasaan itu akan tumbuh dan berkembang jika fungsi lingkungan
diperankan dengan baik.
Proses perkembangan
bahasa anak tidak terlepas dari potensi yang sudah ada pada diri anak sejak ia
dilahirkan. Yang mana potensi berbahasa individu ialah kemampuan yang masih
terpendam yang dimiliki oleh setiap orang untuk menyampaikan informasi dalam
berkomunikasi.
Berbahasa berarti
aktivitas menggunakan suatu bahasa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
bahwa bahasa merupakan suatu alat yang dimiliki oleh manusia yang digunakan
untuk berkomunikasi, mengekspresikan diri, dan mengaktualisasi diri. Alwasilah (1993:
6) mengemukakan bahwa manusia memiliki dua macam fasilitas untuk berbahasa,
yaitu fasilitas fisik berupa organ-organ ujaran dan fasilitas non-fisik yaitu
ruh, akal pikiran dan rasa yang berfungsi untuk mengolah segala masukan (input)
dari alam sekitar. Berdasarkan pemikiran tersebut, tampak bahwa manusia
dibekali secara fisik dan psikis oleh sang pencipta sebagai makhluk yang memang
mendukung proses berbahasa. Organ yang berfungsi dengan baik akan menghasilkan
ujaran berupa bahasa yang dapat dimengerti satu sama lain baik berupa ujaran
komunikasi biasa dalam bertegur sapa maupun berupa ujaran sebuah konsep
pemikiran.
Kemampuan berpikir dan
berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai makhluk yang
mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke setiap
fenomena yang nampak bahkan yang tidak tampak. Dengan bahasanya, manusia
berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.
Keterampilan berbahasa
perlu diasah terus menerus, layaknya tubuh yang memerlukan makanan bergizi
untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Potensi ini akan tinggal potensi jika
tidak dilatih dan dikembangkan. Tentu saja ini menjadi tugas orang tua dan juga
guru di sekolah, sehingga pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak
sangatlah diperlukan.
Perkembangan bahasa
dipengaruhi oleh faktor biologis dan juga lingkungan. Untuk faktor biologis,
anak sudah siap belajar bahasa saat mereka melakukan interaksi, dan lingkungan
ikut serta mempengaruhi seperti lingkungan rumah dan sekolah.
Chomsky dan Woolflok
mengatakan bahwa anak dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa
yang terus menerus mengalami perkembangan. Karena bahasa memiliki fungsi yang
sangat signifikan bagi manusia di antaranya, yaitu: bahasa sebagai sarana
pembangkit dan pembangun perhubungan yang memperluas pikiran seseorang,
sehingga kehidupan mental seorang individu menjadi bagian yang tak bisa
terpisahkan dari kehidupan mental kelompok. Selain itu bahasa juga sebagai
sarana untuk mempengaruhi kepribadian seseorang.
Bahkan menurut Deyster
bahasa bagi manusia memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. Bahasa
sebagai alat untuk menyatakan isi jiwa seseorang.
2. Bahasa
sebagai perasaan (mempengaruhi orang lain).
3. Bahasa
sebagai alat untuk menyampaikan pendapat.
Begitu pentingnya suatu
bahasa, maka sejalan dengan kehidupan sosial yang terus berkembang pesat,
bahasa pun terus berkembang dengan pesat bahkan para ilmuwan memberikan
perhatian khusus terhadap bahasa dengan cara menjadikan studi khusus terhadap
bahasa.
Dalam proses
perkembangan bahasa, meskipun anak sudah memiliki potensi untuk berbahasa,
tetapi potensi itu tidak akan dapat tumbuh dan berkembang apabila tidak
didukung oleh lingkungan. Jelas sekali dalam hal ini lingkungan merupakan
faktor utama yang mendukung proses perkembangan bahasa anak. Ketika seorang
anak dilahirkan, kemudian dia dibesarkan di dalam lingkungan sosial,
berinteraksi dengan banyak orang maka potensi berbahasa anak akan tumbuh dan
berkembang dengan baik sejalan dengan bertambahnya usia anak.
Tetapi dalam kondisi
tertentu, bila seorang anak dilahirkan, kemudian dibesarkan oleh binatang
tertentu dalam waktu yang cukup lama dan tidak pernah berinteraksi dengan
manusia, maka dapat dipastikan potensi berbahasa anak akan hilang. Kasus
penculikan bayi oleh orang utan yang pernah terjadi di negara Uganda yang
diberitakan oleh majalah Intisari adalah data otentik dalam hal ini.
Oleh karena itu, lingkungan secara signifikan mempengaruhi perkembangan potensi
berbahasa anak.
Selain potensi berbahasa
dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, perolehan bahasa
anak pun sangat berpengaruh dalam proses perkembangan bahasa anak. Berdasarkan
tahap pemerolehannya, Chaer dan Agustina (2004: 8) membagi perolehan bahasa
anak menjadi dua macam, yaitu bahasa ibu (bahasa pertama) dan bahasa kedua
(ketiga dan seterusnya). Yang dimaksud dengan bahasa ibu atau bahasa pertama
adalah satu sistem linguistik yang dipelajari pertama kali secara alamiah dari
ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Bahasa ibu lazim juga disebut
bahasa pertama, karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajari seorang anak.
Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya maka
bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua.
Dalam perkembangan
bahasa anak, bahasa kedua dan selanjutnya sering disebut bahasa asing. Di
samping itu penamaan bahasa asing juga bersifat politis, yaitu bahasa yang
digunakan oleh bangsa lain. Maka bahasa Malaysia, bahasa Arab, bahasa Inggris,
dan bahasa China adalah bahasa asing bagi bangsa Indonesia. Sebuah bahasa
asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat
menjadi bahasa kedua, kalau dipelajari setelah menguasai bahasa ibu. Bisa juga
menjadi bahasa negara kalau bahasa itu digunakan untuk menjalankan administrasi
kenegaraan dan kegiatan kenegaraan lainnya. Sebuah bahasa asing dapat juga
menjadi bahasa pertama bagi seorang anak kalau anak itu tercerabut dari bumi
negaranya dan menggunakan bahasa itu sejak bayi.
Perkembangan bahasa
anak dibedakan oleh Yusuf menjadi dua tipe, yaitu sebagai berikut:
1. Egocentric Speech, yaitu anak
berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Fungsinya yaitu untuk mengembangkan
kemampuan berpikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.
2. Socialized Speech, terjadi ketika
berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau lingkungannya. Dalam tipe
ini, perkembangan bahasa anak dibagi menjadi lima bentuk: (a) adapted
information, terjadinya saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama
yang dicari, (b) critism, menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau
tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request
(permintaan), dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan),
dan (e) answers (jawaban). Fungsi dari ‘socialized speech’ ini
adalah untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
Menurut Yusuf, ada
beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan bahasa anak, yaitu:
1) Faktor Kesehatan. Faktor ini
sangat berpengaruh dalam perkembangan bahasa seorang anak. Apabila pada dua
tahun pertama kesehatan seorang anak sering terganggu, maka perkembangan
bahasanya akan terhambat.
2) Intelegensi. Perkembangan bahasa
anak akan diketahui dari intelegensinya. Anak yang mempunyai intelegensi yang
normal atau di atasnya, biasanya mengalami perkembangan bahasa yang pesat.
Sedangkan anak yang mengalami kelambatan mental akan sangat miskin dalam
berbahasa.
3) Status Sosial Ekonomi Keluarga.
Dalam beberapa penelitian tentang hubungan antara status sosial ekonomi
keluarga dan perkembangan bahasa menyatakan bahwa sebagian besar anak yang
berasal dari keluarga miskin akan mengalami kelambatan dalam perkembangan
bahasanya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kecerdasan atau kesempatan
belajar pada anak dari keluarga miskin dibandingkan dengan anak yang berasal
dari keluarga yang mampu.
4) Jenis Kelamin (Sex).
Berdasarkan faktor jenis kelamin ini, sejak usia dua tahun ke atas, anak
perempuan mempunyai perkembangan bahasa yang lebih cepat dibandingkan anak
laki-laki.
5) Hubungan Keluarga. Anak yang
menjalin hubungan dengan keluarganya secara sehat (penuh perhatian dan kasih
sayang dari kedua orang tuanya) dapat memfasilitasi perkembangan bahasanya.
Sebaliknya, jika hubungan anak dan orang tuanya tidak sehat, maka perkembangan
bahasa anak cenderung stagnasi atau mengalami kelainan, seperti: gagap,
kata-katanya tidak jelas, berkata kasar dan tidak sopan, serta merasa takut
untuk mengungkapkan pendapatnya.
Selanjutnya,
dalam melejitkan dan mengembangkan potensi berbahasa individu (utamanya dalam
mempelajari bahasa asing) setidaknya ada beberapa cara yang bisa dilakukan, di
antaranya:
1. Mengenali Diri Sendiri dan Bahasa yang Dipelajari
Secara Mendalam
Banyak orang yang tidak
mengenali potensi dirinya karena terlalu sibuk memperhatikan kelebihan orang lain.
Sehingga dia disilaukan oleh kehebatan atau kemampuan orang lain yang sudah
mampu mengeluarkan potensi dirinya.
Hal pertama yang kita
lakukan adalah dengan mengenali diri sendiri. Tentu saja hal ini bisa dengan
mudah dilakukan. Kita bisa bertanya pada diri kita, misalnya, apa yang sedang
menjadi tujuan kita dalam mempelajari bahasa? Apa saja hal yang membuat kita
mudah mempelajari bahasa, serta apa saja hal yang menghambat kita dalam mempelajarinya?
Namun, bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Ini penting untuk diketahui,
karena akan berkaitan dengan pencapaian kita ke depannya. Dengan mengenali diri
sendiri lebih dalam, kita akan lebih mudah mengetahui potensi mana yang bisa
dikembangkan dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berbahasa asing kita.
Hal lain yang tidak
kalah penting adalah mengenal lebih jauh bahasa asing yang dipelajari.
Setidaknya kita perlu merumuskan pertanyaan kenapa bahasa tersebut harus
dipelajari? Bagaimana perkembangan bahasa tersebut dari masa ke masa? Bagaimana
karakteristik dan keistimewaan bahasa tersebut? Apa problematika dan tantangan
belajar bahasa tersebut baik dari faktor linguistik atau non-linguistik?
Dengan melakukan
pemetaan yang baik akan potensi diri dan karakteristik bahasa asing yang dipelajari,
setidaknya bisa memudahkan kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing
tersebut.
2. Membuat Sebuah Tujuan
Tujuan
itu sangat penting dalam melakukan suatu hal. Kegiatan yang dilakukan tanpa
tujuan akan menjadi sia-sia belaka karena kegiatan tersebut tidak memiliki arah
dan titik akhir. Tujuan juga akan mempertegas mengenai apa saja hal atau
kegiatan yang harus kita lakukan dan yang semestinya tidak kita lakukan dalam
rangka mencapai tujuan tersebut.
Mempelajari
sebuah bahasa asing tanpa tujuan yang jelas juga akan berdampak buruk bagi
pencapaian tujuan yang tidak jelas tersebut. Selain boros karena pada dasarnya
kita sudah melakukan hal yang sia-sia, akibat buruk lain yang akan kita rasakan
dari melakukan hal tanpa tujuan yang jelas adalah munculnya kebosanan. Kita
akan merasa bosan karena kita melakukan hal yang terus berulang tanpa ada
peningkatan dan tanpa ada hasil nyata yang pasti.
Lalu,
bagaimana caranya untuk mematenkan tujuan itu sendiri? Mudah, gunakan saja
intuisi kita. Selain itu, tujuan yang baik akan muncul dari apa yang harus kita
butuhkan karena tujuan itu merupakan sesuatu yang harus kita miliki. Dengan
tujuan yang baik maka semua kegiatan yang kita lakukan dalam rangka mencapai
tujuan tersebut akan terlaksana dengan baik. Semuanya menjadi terarah dan
berakhir dengan baik sesuai yang kita inginkan.
3. Menguatkan Niat
Tujuan
tanpa niat yang kuat sama saja dengan mimpi di siang bolong. Niat akan membantu
kita dalam mengembangkan potensi diri yang sudah dikenali dan digali dengan
benar. Ini merupakan unsur penguat sekaligus pondasi dari tujuan hidup yang
sudah kita canangkan sebelumnya. Tentu saja bukan niat yang asal-asalan,
melainkan niat yang kuat yang mampu menghasilkan tekad yang bulat demi
tercapainya tujuan kita menguasai bahasa asing yang dipelajari. Jika niat yang
muncul hanya setengah hati, potensi diri pun bakal sulit untuk terdeteksi.
Ketika hal itu sudah terjadi, jangan harap tujuan kita menguasai bahasa asing
tersebut bisa tercapai.
Tidak
heran jika Nabi Muhammad Saw. berpesan agar apapun yang dilakukan sangat ideal
jika didahului dengan niat. Oleh karena itu, sebelum ingin melakukan apapun,
pastikan niat dalam hati sudah cukup kuat, sehingga kesadaran diri untuk
melakukan niat tersebut terus mendorong hati untuk benar-benar menepatinya.
4. Open Minded Terhadap Saran
dan Kritik
Salah
satu kunci kesuksesan adalah punya pikiran yang terbuka alias open minded.
Karena semakin kita membuka pikiran kita, maka kita akan semakin banyak belajar
hal-hal baru dan menerima saran yang baik.
Orang
yang berniat dalam pengembangan potensi diri adalah orang yang siap menerima
saran atau kritikan. Sepedas apa pun saran atau kritik itu, kita harus belajar
untuk menerimanya. Kita manfaatkan kritikan yang datang sebagai alat untuk
mengevaluasi diri. Karena tidak akan datang jika kita memang tidak punya
kekurangan.
Untuk
memiliki pikiran terbuka (open minded) kita perlu mendengar. Kita
mendengar segala ide, pandangan, juga kritikan yang diberikan kepada kita. Pada
saat kita mendengar pendapat orang lain, janganlah kita berpikir untuk
mempersiapkan jawaban atau pandangan kita. Coba kita analisis pendapat tersebut
secara objektif.
Open minded sama dengan membuka diri untuk menerima masukan dan
kritikan. Oleh sebab itu, semakin kita bisa berpikiran terbuka, semakin besar
kesempatan kita untuk memperbaiki kekurangan yang kita miliki. Dengan semakin
sedikit kekurangan yang kita miliki, artinya kita sudah semakin dekat dengan
kesuksesan yang ingin kita raih.
Namun begitu, kita juga perlu memilih saran
atau kritikan yang datang. Jika saran dan kritikan cukup membangun, maka bisa
kita jadikan sebagai bahan untuk introspeksi diri khususnya dalam peningkatan
kemampuan berbahasa asing kita. Namun, jika saran atau kritikan tersebut hanya
membuat potensi diri dan peningkatan kemampuan berbahasa asing kita tidak
berkembang, maka sebaiknya tidak perlu kita pikirkan. Kita hindari sikap merasa
benar sendiri, serta kita terima semua kritikan yang masuk dalam diri kita dan menghadapinya
dengan sikap yang baik.
5. Tidak Takut Mencoba dan Mempraktikkan Hal Baru
Cara
mengembangkan potensi diri selanjutnya adalah mencoba hal baru yang dijumpai.
Menggali potensi diri dengan mencoba hal baru merupakan salah satu bentuk
penghargaan terhadap diri sendiri. Kita paham bahwa banyak potensi dalam diri
yang perlu dikembangkan dan dieksplorasi dengan mencoba berbagai hal baru
utamanya dalam menguasai bahasa asing yang dipelajari. Menghargai, memahami,
dan menerima diri sendiri ke depannya akan menimbulkan rasa bahagia dan bangga pada
diri sendiri.
Kita
singkirkan rasa takut gagal saat mencoba hal baru yang belum pernah kita
pelajari. Kita mencoba untuk mempelajarinya sampai handal di bidang tersebut. Kita
perlu meluangkan waktu untuk menggali lebih dalam aktivitas keahlian baru atau
keterampilan tersebut. Dengan mencoba hal baru juga bisa mendorong diri untuk
keluar dari zona nyaman dan siapa tahu kita bisa menemukan bakat tersembunyi
dalam diri kita.
Dalam
mempelajari bahasa asing perlu kiranya kita berpedoman pada ungkapan “الْعِلْمُ
بِالتَّعَلُّمِ وَاللُّغَةُ بِالتَّكَلُّمِ” (Ilmu bisa diperoleh dengan belajar, sedangkan
bahasa bisa dikuasai dengan banyak mengucapkan/mempraktikkannya). Tata bahasa
yang bagus tak akan ada artinya kalau kita tidak pernah mempraktikkannya dalam
percakapan. Karena tujuan dari bahasa adalah untuk berkomunikasi, maka kita
harus belajar untuk mengkomunikasikan maksud kita secara lisan dalam bahasa
asing tersebut.
Salah
satu cara untuk meraih kefasihan suatu bahasa asing adalah banyak latihan
berbicara. Seiring dengan perkembangan, kita bisa mendedikasikan setidaknya
30-60 menit untuk berbicara hanya dalam bahasa asing –Arab, misalnya– dan terus
kita sesuaikan waktu belajarnya untuk memastikan bahwa keterampilan percakapan
kitalah yang diasah, bukan hanya pengetahuan umum tentang bahasa tersebut
melalui daftar kosakata ‘formal’ yang mungkin tidak akan pernah kita gunakan
dalam dialog sehari-hari.
Kuncinya
adalah berusaha agar orang lain mengerti apa yang kita sampaikan dalam bahasa
asing tersebut terlebih dahulu. Setelah terbiasa bercakap-cakap dalam bahasa
asing tersebut, secara otomatis kita akan belajar untuk memperbaiki tata bahasa
yang kita gunakan dalam berbicara. Dalam menguatkan proses pembiasaan ini,
patut kiranya ungkapan Vernon A. Magnesen perlu kita pahami dan praktikkan “Kita
belajar 10 % dari apa yang kita baca, 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari
apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa
yang kita katakan, dan 90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan”.
6. Mengatur Waktu dan Menyusun Jadwal
Hampir
sebagian besar dari kita tidak pernah berpikir bahwa mengatur waktu dengan baik
dan menyusun jadwal yang teratur mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
keberhasilan dan kesuksesan kita. Pada kenyataannya, kegiatan yang teratur
justru akan mempermudah kegiatan kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa
asing. Karena saat kita mengatur waktu dan menyusun jadwal sesuai dengan
kegiatannya, kita akan belajar bagaimana mengenal dan membuat prioritas,
kemudian menyelesaikan apa yang sudah kita rencanakan.
Beberapa
aturan praktis yang bisa kita jadikan pedoman dalam pengaturan waktu dan
penyusunan jadwal belajar bahasa asing yaitu:
a) Belajar
1-3 kali sehari secara berkala dalam pembagian waktu yang adil, misalnya setiap
4 jam.
b) Menjadwalkan
periode belajar kita dengan efektif. Kita hindari belajar di waktu-waktu yang
riskan untuk terdistraksi. Jika kita mudah mengantuk di sore hari dan lebih
mudah untuk terinspirasi di tengah malam, mengapa sesekali kita tidak tukar
jadwal?
c) Menfokuskan
waktu belajar. Tiga puluh menit dari periode belajar intensif satu bahasa sama
saja 10 kali lipat lebih efektif dari “multitasking” dua jam untuk dua bahasa
sekaligus (atau mengerjakan suatu unit bahasa yang kita pikir membosankan atau
terlalu sulit).
7. Menerapkan Kebiasaan Baik
Menggali
potensi diri juga bisa dengan membangun kebiasaan baik. Setiap kebiasaan baik
yang dilakukan dalam keseharian, bisa membuat kita terus berkembang ke arah yang
lebih maju. Namun, perlu diingat membangun kebiasaan baik memerlukan waktu dan
pengulangan yang konsisten.
Kebiasaan
atau sikap yang rutin kita lakukan dapat mengantarkan kita kepada “siapa diri
kita” di masa depan. Segala sesuatu yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan
adalah hasil dari kebiasaan mendalam yang sudah lama tertanam dalam benak kita.
Kebiasaan yang baik ini akan membantu dan mendorong kesuksesan dan kemajuan
kita dalam mempelajari dan menguasai bahasa asing.
Belajar
adalah suatu kebiasaan baik yang perlu diterapkan secara terus menerus. Ini
merupakan proses yang selalu berkelanjutan utamanya dalam mempelajari dan
menguasai bahasa asing. Seperti yang BusinessGrowth katakan “saat kita
berhenti belajar, kita berhenti berkembang”.
Memaknai Konsep Ke-SAE-an Berbahasa
Di dalam masyarakat,
bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks dan banyak makna. Bahasa adalah
satu hal yang sangat penting dalam sebuah kehidupan manusia. Sebab, dengan
bahasa itulah, manusia bisa berkomunikasi dan menyampaikan semua gagasan dan
isi pikirannya. Adapun makna bahasa beragam, tergantung pada perspektif yang
memberi makna terhadap bahasa tersebut dan motif tujuan yang ingin dicapainya
(Nuha, 2012: 27).
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 116). Dan
Al-Ghulayaini (2000: 7) mendefinisikan bahasa dengan “Berbagai kata yang
digunakan masyarakat untuk mengungkapkan berbagai maksud mereka”.
Manusia dan bahasa
sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan
ini, manusia sangat membutuhkan bahasa. Oleh sebab itu, agar komunikasi
berjalan dengan lancar, tidak menimbulkan salah paham, kita perlu terampil
berbahasa baik lisan maupun tulis. Di antara media untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa adalah melalui lomba kebahasaan. Tulisan ini mencoba menjelaskan
konsep “SAE (Sportif – Agamis – Energik)” dalam rangka proses peningkatan dan pengembangan
berbahasa melalui kegiatan lomba kebahasaan tersebut.
A. Sportif
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna sportif adalah bersifat kesatria,
jujur, dan sebagainya. Kita sering mendengar kata ‘sportif’ itu lebih identik
dengan dunia olahraga, yaitu sebuah sikap atau mental di mana seseorang
memandang kesatria, jujur dan adil (dalam bermain). Sikap sportif dalam dunia
olahraga, dimaknai sebagai sebuah sikap bermain atau bertanding secara adil
mengikuti aturan yang berlaku dan tidak menghalalkan segala cara untuk meraih
kemenangan. Sportif juga mengandung arti adalah sikap kesatria untuk menerima
kekalahan, mau menghargai dan menghormati, serta mengakui keunggulan dan
kemenangan.
Adapun
sikap sportif dalam konsep berbahasa bisa dilihat pada contoh upaya peningkatan
kompetensi berbahasa asing (Arab) melalui berbagai jenis lomba kebahasaan, misalnya:
Musabaqah Qira’at al-Kutub (lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab), Taqdim
al-Qisshah (menceritakan kisah berbahasa Arab), Ghina’ Arabiy
(menyanyi berbahasa Arab), Mujadalah (debat berbahasa Arab), Khitobah
(pidato berbahasa Arab), dan lain sebagainya.
Hal
penting yang dapat dijadikan pelajaran dari kegiatan lomba-lomba tersebut di
samping adanya peningkatan kualitas kompetensi berbahasa asing, juga menuntut
adanya sikap kompetitif dan sportif dari masing-masing peserta lomba. Peserta
lomba kebahasaan bisa belajar bahwa dalam setiap perlombaan atau kompetisi ada
yang namanya menang dan kalah. Dan konsep menang dan kalah dalam sebuah
perlombaan merupakan hal yang sangat biasa terjadi, dan setiap orang pasti
mengalaminya. Untuk itu, tidak ada salahnya dikenalkan dan ditanamkan jiwa
sportif sejak dini. Kenapa? karena lomba atau kompetisi dan sikap sportif
adalah bagian tak terpisahkan. Kita menyarankan agar ketika menang, peserta
lomba tidak perlu senang secara berlebihan, dan ketika kalah ia tidak usah
merasa kecewa atau sedih berlarut-larut. Tentu saja mengingatkan dan menanamkan
jiwa sportif ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bisa dimaklumi bahwa
terkadang peserta lomba belum benar-benar dapat menerima konsep sportivitas,
karena ia masih memiliki perasaan egosentris, menilai segalanya dari sudut
pandang dirinya sendiri.
Mereka
juga akan belajar bahwa kompetisi itu ada bukan hanya untuk membuktikan siapa
yang paling hebat, namun sebagai media belajar, rendah hati dan saling
menghargai satu sama lain. Mereka juga akan tahu bahwa dalam perlombaan atau
kompetisi yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai, namun prosesnya. Apapun
hasilnya, selama mereka sudah berusaha sebaik mungkin, maka hal itu sudah
cukup. Kiranya perlu dijelaskan juga bahwa hadiah di akhir perlombaan atau kompetisi
bukanlah segalanya. Melainkan pengalaman yang mereka dapatkan jauh lebih
berharga karena dapat membantu mereka untuk menjadi motivasi lebih baik lagi di
lain kesempatan. Hal ini juga sangat penting agar mereka tak terlalu terpaku
pada kemenangan yang nantinya justru bisa mengakibatkan mereka melakukan segala
cara, termasuk berbuat curang untuk bisa menang.
B. Agamis
Arti
kata agamis adalah orang yang taat menjalankan agama yang dipeluknya dengan
penuh keimanan dan kesungguhan. Manusia yang hidup dan memiliki kehidupan
paling tidak memiliki agama jika ingin hidupnya teratur, damai dan sejahtera.
Agama sendiri menjadi sebuah pedoman dalam hidup manusia.
Sikap
agamis dalam diri seseorang bisa dikembangkan lebih maksimal apabila ia mampu
memahami sumber-sumber asli ajaran Islam yakni al-Qur’an, hadis, dan kitab-kitab
karya ulama-ulama besar yang mempengaruhi alur pemikiran umat Islam terutama di
bidang tafsir, fiqih, aqidah, tasawuf yang ditulis dalam bahasa Arab. Maka
sangatlah penting bagi umat Islam terutama kalangan ilmuwannya untuk
mempelajari dan memahami serta menguasai bahasa Arab. Jika tidak sulit bagi
kita untuk mengkaji Islam dari sumber aslinya yang berasal dari bahasa Arab.
Di
antara cara untuk mengukur sejauh mana penguasaan dan pemahaman seseorang
terhadap sumber-sumber asli ajaran Islam adalah melalui lomba Musabaqah
Qira’at al-Kutub (MQK) yaitu lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab yang
biasa disebut dengan kitab kuning kemudian menerjemahkannya lalu menjelaskan
isi yang terkandung. Lomba baca kitab kuning ini bukan sebatas lomba untuk
memperebutkan juara, melainkan menjadi penyebaran nilai-nilai keislaman.
Musabaqah
Qira’at al-Kutub (MQK) merupakan lomba yang tidak hanya
sekadar membaca teks kitab kuning atau yang lebih akrab dengan kitab gundul,
yang dikarenakan tidak memiliki harakat atau tanda baca. Melainkan lebih kepada
konteks, pemahaman dan kajian isinya. Literatur keilmuan Islam menyimpan
khazanah intelektual yang sangat kaya. Dengan diversifikasi yang demikian
beragam, setiap persoalan kehidupan dibahas secara mendetail dalam kitab
kuning, dimulai dari hal yang mendasar hingga persoalan prinsipil seperti
dogma, hukum Islam hingga ketatanegaraan.
Adanya
perlombaan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas peminat
bahasa Arab serta dapat menambah kecintaan masyarakat terhadap kitab-kitab
klasik rujukan umat Islam dengan belajar dari sumbernya secara langsung.
Sehingga, pengetahuan yang didapatkan itu merupakan hasil kajian dari khazanah
peninggalan para ulama.
C. Energik
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata energik adalah penuh energi. Arti
lainnya dari energik adalah bersemangat, berapi-api, berkemampuan penuh. Orang
yang energik adalah orang yang penuh vitalitas, orang yang tidak kenal lelah
dan orang yang sungguh-sungguh ingin merealisasikan tujuan hidupnya yang baik.
Orang-orang
sukses dalam hidupnya adalah karena adanya energik. Di bidang apa saja yang
dijalaninya harus dilaksanakan dengan penuh gairah dan semangat yang tinggi.
Faktor yang menyebabkan orang mempunyai energik adalah karena mulai dari awal
dalam bekerja berusaha untuk menyenangi pekerjaan yang ditekuni. Beradaptasi
dan menyenangi pekerjaan tersebut itulah yang mendorong seseorang mempunyai
energi yang tidak habis-habisnya. Jadi apapun yang dikerjakan, ia harus
berusaha menyenangi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia tidak merasa
mempunyai beban, yang pada akhirnya mempunyai semangat kerja yang penuh dengan
energik, sehingga kesuksesan yang akan diperolehnya.
Dalam
konteks peningkatan kompetensi berbahasa asing (Arab) sikap energik harus
diterapkan oleh seseorang yang berpartisipasi dalam lomba kebahasaan. Bagaimana
ia dengan sikap tersebut berusaha untuk memberikan yang terbaik dengan berlatih
tanpa kenal lelah sehingga bisa mencapai hasil yang terbaik. Misalnya dalam
lomba khitobah (pidato berbahasa Arab) bagaimana ia harus memperlihatkan
kompetensi berbicara dan kualitas isi pidato yang baik. Lomba ini akan menjadi
sebuah ladang untuk meningkatkan kualitas mental bicara dan retorika seseorang.
Lomba khitobah ini juga menjadi wadah eksekusi retorika yang baik dan benar.
Selain harus memperhatikan penampilan, gaya bahasa, gesture tubuh dan
ekspresinya, peserta juga harus memperhatikan penggunaan bahasa Arab yang benar
agar isinya dapat dipahami oleh orang lain. Dengan adanya lomba ini, peserta
diharapkan akan semakin cakap dalam berbicara di depan umum untuk masa depannya
yang lebih baik.
Dari
paparan di atas bisa disimpulkan bahwa sikap sportif, agamis, dan energik dalam
mengikuti lomba-lomba kebahasaan seperti Musabaqah Qira’at al-Kutub
(lomba membaca kitab klasik berbahasa Arab), Taqdim al-Qisshah
(menceritakan kisah berbahasa Arab), Ghina’ Arabiy (menyanyi berbahasa
Arab), Mujadalah (debat berbahasa Arab), Khitobah (pidato
berbahasa Arab), dan lain sebagainya kiranya dapat melejitkan potensi diri
serta meningkatkan kompetensi berbahasa asing (Arab) seseorang.
Kompetensi berbahasa seseorang menentukan terhadap keterampilan berbahasa produktif orang tersebut. Misalnya ketika seseorang berbahasa, biasanya kompetensi berbahasa orang tersebut dapat dilihat dari kejelasan pengungkapannya melalui bahasa ujar atau tulis. Bagi orang lain, ketika seseorang berbahasa, hal itu menjadi sebuah jalan untuk mengetahui kompetensi orang tersebut dalam berbahasa. Dengan adanya ujaran atau tulisan, mitra tutur dapat mengerti dan memahami apa yang ingin disampaikan oleh penutur. Sampainya informasi yang dikemukakan oleh penutur kepada mitra tutur tentu juga dipengaruhi oleh kompetensi berbahasa yang dimiliki oleh mitra tuturnya. Adanya konsep kompetensi dan performa seseorang dalam berbahasa juga menjadi jalan supaya seseorang dapat mengetahui pemikiran orang lain melalui bahasanya. Karena bagaimanapun juga bahasa menjadi sarana untuk berpikir, misalnya bahasa sebagai sarana dalam berpikir ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghulayaini, Mustafa. 2000. Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, Cetakan Ke-38, Beirut: Al-Maktabah al-‘Ashriyyah.
Alwasilah, C. 1993. Linguistik Suatu Pengantar,
Bandung: Angkasa.
Cahyati, Ance. 2020. Pengembangan Aspek Bahasa
Melalui Daring Selama Masa Pandemi Covid-19 di RA Nurul Huda. Ta’dib:
Jurnal Pendidikan Islam.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama Edisi IV, Jakarta: PT.
Gramedia.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 1999. The
Learning Revolution: To Change the Way the World Learns, Terbitan The
Learning Web, Selandia Baru. Edisi Indonesia: Revolusi Cara Belajar (The
Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun”,
Penerjemah: Word ++ Translation Service, Penyunting: Ahmad Baiquni, Cetakan VI,
Maret 2003, Bandung: Kaifa.
Nuha, Ulin. 2012. Metodologi Super Efektif
Pembelajaran Bahasa Arab, Cetakan Pertama, Yogyakarta: DIVA Press.
Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara
Anak Usia Dini, Jakarta: Depdiknas.
Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak
& Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar