Bertemu lagi dengan
Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 pada hari Senin, 6 Februari
2023 pukul 19.00 WIB bersama narasumber hebat Bapak Miftahul Hadi, S.Pd dan
moderator keren Bapak Dail Maruf, M.Pd dengan tema “Kaidah Pantun”.
Sebelum mengawali
penjelasan dan perkenalan pada pertemuan ini, narasumber menyampaikan pantun:
Bunga sekuntum tumbuh
di taman
Daun salam elok mahkota
Assalamu’alaikum saya
ucapkan
Sebagai salam pembuka
kata
Banjir kanal jembatan
patah
Rimbun semak di pinggir
kali
Salam kenal saya Mas
Miftah
Dari Demak berjuluk
kota wali
Pantun merupakan salah
satu bentuk karya sastra yang terikat dengan aturan. Awal mulanya pantun adalah
sastra lisan, masyarakat tempo dulu terbiasa berbalas pantun. Mereka mengucapkan
langsung secara lisan tanpa pikir panjang. Namun seiring waktu berjalan,
sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Adalah Haji Ibrahim Datuk Kaya
Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji yang
pertama kali berhasil membukukan sastra lisan ini. Antologi pantun yang pertama
itu diberi judul “Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu”.
Dalam paparannya narasumber
menjelaskan bahwa pantun biasanya identik dengan suku bangsa Melayu ataupun
Betawi. Namun, tiap daerah memiliki pantun. Di Tapanuli, pantun dikenal dengan
istilah ende-ende. Contohnya:
Molo mandurung ho
dipabu
Tampul si
mardulang-dulang
Molo malungun ho diahu
Tatap siru mondang
bulan
Jika tuan mencari paku
Petiklah daun
sidulang-dulang
Jika tuan rindukan daku
Pandanglah sang bulan
purnama
Di Sunda, pantun
dikenal dengan istilah paparikan. Contohnya:
Sing getol nginum
jajamu
Ambeh jadi kuat urat
Sing getol maengan ilmu
Gunana dunya akhirat
Rajinlah minum jamu
Agar kuatlah urat
Rajinlah tuntut ilmu
Bagi dunia akhirat
Adapun di Jawa, pantun
dikenal dengan istilah parikan. Contohnya:
Kabeh-kabeh gelung
konde
Kang endi kang gelung
Jawa
Kabeh-kabeh ana kang
duwe
Kang endi kang durung
ana
Semua bergelang konde
Manakah si gelung Jawa
Semua sudah ada yang
punya
Siapakah yang belum
punya
Pada hakikatnya,
sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar
pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti “randai” dari Minangkabau wilayah
Sumatera Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan
seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.
Pantun diakui oleh
UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sesi ke-15 Intergovernmental
Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di kantor
pusat UNESCO di Paris, Perancis (17/12/2020).
Pantun menurut Renward
Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari
kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan, dan kata “Tun” yang merujuk pada
sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa
(Hussain, 2019).
Pantun berasal dari
akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata pantun dalam
masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau
disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019).
Sedangkan Alisyahbana
mendefinisikan pantun sebagai puisi lama yang begitu dikenal oleh orang zaman
dahulu (sangat dikenal masyarakat lama). Pantun mempunyai ciri-ciri seperti
tiap bait terdiri dari empat baris. Setiap baris terdiri atas 4-6 kata atau
8-12 suku kata. Di mana baris pertama dan kedua disebut dengan sampiran,
sementara baris ketiga dan keempat disebut dengan isi.
Kegunaan pantun itu
ternyata banyak sekali. Selain untuk komunikasi sehari-hari pada zaman dahulu. Pantun
bisa juga digunakan untuk mengawali sambutan pidato. Bisa juga untuk lirik
lagu, perkenalan, ataupun dakwah bisa juga disisipi pantun. Selain itu, pantun
juga melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar.
Untuk lebih jelas
mengenai pantun dan ciri-cirinya, mari kita kupas satu persatu:
1. Bait pantun terdiri atas empat baris.
Lalu satu baris itu idealnya terdiri atas empat sampai lima kata. Kemudian satu
baris pantun terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata. Baris pertama dan
kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi.
Pantun yang baik memiliki sajak
a-b-a-b. Apakah boleh pantun menggunakan sajak a-a-a-a? Boleh saja, namun akan
mengurangi keindahan pantun itu sendiri. Adapun pantun yang hanya dua baris
disebut karmina atau pantun kilat (contohnya: Sudah gaharu cendana pula # sudah
tahu bertanya pula). Cara menentukan persajakan, bisa kita lihat Rima (bunyi
akhir) tiap baris.
2. Ada perbedaan antara pantun, syair, gurindam, dan
karmina.
a.
Syair,
hampir sama seperti pantun. Terdiri atas empat baris dan memiliki sajak
a-a-a-a. Baris satu sampai empat memiliki hubungan/saling berkaitan, contohnya:
Inilah kisah bermula
kawan
Tentang negeri elok
rupawan
Menjadi rebutan haparan
jajahan
Hidup mati pahlawan
memperjuangkan
Engkau telah mafhum
kawan
Penggenggam bambu
runcing di tangan
Pemeluk tetes darah
penghabisan
Syahdan, Tuhan karuniai
kemerdekaan
b. Gurindam
hanya terdiri atas dua baris dan memiliki sajak a-a. Baris pertama dan kedua
saling berhubungan, contohnya:
Jika rajin shalat
sedekah
Allah akan tambahkan
berkah
c.
Karmina
terdiri atas dua baris. Baris pertama dan kedua tidak ada hubungannya,
contohnya:
Kalau peserta semuanya
fokus
Niscaya semua pasti
akan lulus
3. Jika membuat pantun buatlah isinya dulu baru
sampiran. Artinya susunlah baris ketiga dan keempat
terlebih dahulu. Baru yang terakhir, susun baris pertama dan kedua.
4. Unsur-unsur pantun:
a. Unsur
intrinsik yaitu unsur yang berasal dari struktur pantun itu sendiri. Unsur intrinsik
dalam pantun di antaranya tokoh, tema, amanat, setting atau latar tempat dan
waktu, plot atau alur, dan lain sebagainya. Ciri khas pantun sebagai unsur
intrinsik adalah rima. Rima dalam pantun mempunyai akhiran yang serupa sehingga
mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendengarnya. Contohnya:
Pak Mamat pergi mancing
Mancing ikan bareng
kucing
Kepala teramat pusing
Ingin makan tak ada
piring
b. Unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang berasal dari luar struktur pantun. Unsur ekstrinsik
ini bisa disebut juga latar belakang atau sebuah keadaan yang menjadi penyebab
terbentuknya pantun.
Unsur ekstrinsik menjadi bagian
yang sangat penting yang akan menentukan isi pantun. Unsur ini menjadi penguat
diperlukan unsur intrinsik yang merupakan struktur pantun itu sendiri.
5. Persajakan dan Rima dalam pantun:
a. Rima
akhir (hanya akhir baris yang bunyinya sama) dan termasuk tingkatan pantun yang
paling mudah:
Pohon nangka dililit benalu
Benalu runtuhkan batu bata
Mari kita waspada selalu
Virus Corona di sekitar kita
b. Rima
tengah dan akhir (lihat kata kedua dan terakhir atau baris pertama dan ketiga
serta lihat baris kedua dan keempat):
Susun sejajar bungalah bakung
Terbang menepi
si burung elang
Merdeka belajar
marilah dukung
Wujud mimpi Indonesia cemerlang
c. Rima
awal, tengah, dan akhir (ini merupakan tingkatan yang agak sulit):
Jangan dipetik si daun sirih
Jika tidak dengan gagangnya
Jangan diusik orang berkasih
Jika tidak dengan sayangnya
d. Rima
lengkap (semua kata tiap baris memiliki bunyi yang sama):
Bagai patah tak tumbuh lagi
Rebah sudah selasih di taman
Bagai sudah tak suluh lagi
Patah sudah kasih idaman
6. Dalam menulis pantun, usahakan hindari penggunaan
nama orang dan nama merk dagang.
Untuk memperdalam
wawasan dan pengetahuan terkait pantun, perlu dijelaskan juga peranan dan fungsinya:
1. Pantun
tercipta sebagai alat pemelihara bahasa.
2. Jika
orang masih menggunakan pantun, itu artinya dia telah berusaha menjaga fungsi
kata serta mampu menjaga alur berpikir. Meskipun akan memberikan nasihat, namun
orang yang berpantun akan memilih perkataan sebelum mengutarakan.
3. Pantun
melatih seseorang berpikir tentang makna yang ingin disampaikan kata sebelum
mengucapkan pada orang yang dituju agar tidak menyakitkan.
4. Orang
yang akan berpantun akan terlatih untuk berpikir asosiatif. Dia akan hati-hati
dalam mengambil suatu kata, karena kata yang dipilihnya akan memiliki kaitan
dengan kata yang lain.
5. Dalam
segi pergaulan, pantun memiliki fungsi yang kuat. Itulah mengapa pantun tetap
enak untuk dimainkan dalam berkomunikasi. Membuat pantun tidak mudah, ketika
orang akan membuat pantun, orang tersebut harus berpikir dahulu agar apa yang
disampaikan tetap dalam koridor pantun.
6. Pantun
menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan memainkan kata-kata. Meskipun
secara umum peran sosial pantun merupakan alat penguat penyampaian pesan.
7. Peranan pantun adalah bahwa pantun mampu menjadi penjaga dan media kebudayaan untuk memperkenalkan serta memastikan nilai-nilai masyarakat tetap ada.
Akhirnya, dengan memahami filosofi pantun sebenarnya menjadi awal mula munculnya kedekatan nilai sosial. Filosofi pantun yang melekat yaitu “pantang melantun”. Pantang melantun mengisyaratkan bahwa pantun akrab dengan nilai-nilai sosial dan bukan hanya sekedar imajinasi. Selamat berpantun!
Resume yg lengkap Dan information
BalasHapusTrima kasih sdh buat tugs dg baik
Terima kasih Coach Dail Ma'ruf atas apresiasinya. Masih belajar dan semoga bisa lebih baik.
HapusLengkap pak sip
BalasHapusTerima kasih Ibu Ovi atas apresiasinya. Semoga ke depan bisa lebih baik lagi.
HapusKereeen
BalasHapusTerima kasih Ibu Sri Mulyati atas apresiasinya.
HapusBagus dan lengkap
BalasHapusLengkap pisan....👍
BalasHapusTerima kasih Ibu Sukmi atas apresiasinya. Semoga ke depan bisa lebih baik lagi.
Hapus