Kamis, 09 Februari 2023

KAIDAH PANTUN

 

Bertemu lagi dengan Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 pada hari Senin, 6 Februari 2023 pukul 19.00 WIB bersama narasumber hebat Bapak Miftahul Hadi, S.Pd dan moderator keren Bapak Dail Maruf, M.Pd dengan tema “Kaidah Pantun”.

Sebelum mengawali penjelasan dan perkenalan pada pertemuan ini, narasumber menyampaikan pantun:

Bunga sekuntum tumbuh di taman

Daun salam elok mahkota

Assalamu’alaikum saya ucapkan

Sebagai salam pembuka kata

 

Banjir kanal jembatan patah

Rimbun semak di pinggir kali

Salam kenal saya Mas Miftah

Dari Demak berjuluk kota wali

Pantun merupakan salah satu bentuk karya sastra yang terikat dengan aturan. Awal mulanya pantun adalah sastra lisan, masyarakat tempo dulu terbiasa berbalas pantun. Mereka mengucapkan langsung secara lisan tanpa pikir panjang. Namun seiring waktu berjalan, sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Adalah Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji yang pertama kali berhasil membukukan sastra lisan ini. Antologi pantun yang pertama itu diberi judul “Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu”.

Dalam paparannya narasumber menjelaskan bahwa pantun biasanya identik dengan suku bangsa Melayu ataupun Betawi. Namun, tiap daerah memiliki pantun. Di Tapanuli, pantun dikenal dengan istilah ende-ende. Contohnya:

Molo mandurung ho dipabu                 

Tampul si mardulang-dulang               

Molo malungun ho diahu                     

Tatap siru mondang bulan

Jika tuan mencari paku

Petiklah daun sidulang-dulang

Jika tuan rindukan daku

Pandanglah sang bulan purnama

Di Sunda, pantun dikenal dengan istilah paparikan. Contohnya:

Sing getol nginum jajamu                     

Ambeh jadi kuat urat                            

Sing getol maengan ilmu                      

Gunana dunya akhirat

Rajinlah minum jamu

Agar kuatlah urat

Rajinlah tuntut ilmu

Bagi dunia akhirat

Adapun di Jawa, pantun dikenal dengan istilah parikan. Contohnya:

Kabeh-kabeh gelung konde                  

Kang endi kang gelung Jawa               

Kabeh-kabeh ana kang duwe               

Kang endi kang durung ana

Semua bergelang konde

Manakah si gelung Jawa

Semua sudah ada yang punya

Siapakah yang belum punya

Pada hakikatnya, sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti “randai” dari Minangkabau wilayah Sumatera Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.

Pantun diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di kantor pusat UNESCO di Paris, Perancis (17/12/2020).

Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan, dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019).

Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019).

Sedangkan Alisyahbana mendefinisikan pantun sebagai puisi lama yang begitu dikenal oleh orang zaman dahulu (sangat dikenal masyarakat lama). Pantun mempunyai ciri-ciri seperti tiap bait terdiri dari empat baris. Setiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata. Di mana baris pertama dan kedua disebut dengan sampiran, sementara baris ketiga dan keempat disebut dengan isi.

Kegunaan pantun itu ternyata banyak sekali. Selain untuk komunikasi sehari-hari pada zaman dahulu. Pantun bisa juga digunakan untuk mengawali sambutan pidato. Bisa juga untuk lirik lagu, perkenalan, ataupun dakwah bisa juga disisipi pantun. Selain itu, pantun juga melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar.

Untuk lebih jelas mengenai pantun dan ciri-cirinya, mari kita kupas satu persatu:

1.  Bait pantun terdiri atas empat baris. Lalu satu baris itu idealnya terdiri atas empat sampai lima kata. Kemudian satu baris pantun terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata. Baris pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi.

Pantun yang baik memiliki sajak a-b-a-b. Apakah boleh pantun menggunakan sajak a-a-a-a? Boleh saja, namun akan mengurangi keindahan pantun itu sendiri. Adapun pantun yang hanya dua baris disebut karmina atau pantun kilat (contohnya: Sudah gaharu cendana pula # sudah tahu bertanya pula). Cara menentukan persajakan, bisa kita lihat Rima (bunyi akhir) tiap baris.

2.  Ada perbedaan antara pantun, syair, gurindam, dan karmina.

a.    Syair, hampir sama seperti pantun. Terdiri atas empat baris dan memiliki sajak a-a-a-a. Baris satu sampai empat memiliki hubungan/saling berkaitan, contohnya:

Inilah kisah bermula kawan

Tentang negeri elok rupawan

Menjadi rebutan haparan jajahan

Hidup mati pahlawan memperjuangkan

 

Engkau telah mafhum kawan

Penggenggam bambu runcing di tangan

Pemeluk tetes darah penghabisan

Syahdan, Tuhan karuniai kemerdekaan

b.  Gurindam hanya terdiri atas dua baris dan memiliki sajak a-a. Baris pertama dan kedua saling berhubungan, contohnya:

Jika rajin shalat sedekah

Allah akan tambahkan berkah

c.    Karmina terdiri atas dua baris. Baris pertama dan kedua tidak ada hubungannya, contohnya:

Kalau peserta semuanya fokus

Niscaya semua pasti akan lulus

3. Jika membuat pantun buatlah isinya dulu baru sampiran. Artinya susunlah baris ketiga dan keempat terlebih dahulu. Baru yang terakhir, susun baris pertama dan kedua.

        

4.   Unsur-unsur pantun:

a.  Unsur intrinsik yaitu unsur yang berasal dari struktur pantun itu sendiri. Unsur intrinsik dalam pantun di antaranya tokoh, tema, amanat, setting atau latar tempat dan waktu, plot atau alur, dan lain sebagainya. Ciri khas pantun sebagai unsur intrinsik adalah rima. Rima dalam pantun mempunyai akhiran yang serupa sehingga mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendengarnya. Contohnya:

Pak Mamat pergi mancing

Mancing ikan bareng kucing

Kepala teramat pusing

Ingin makan tak ada piring

b.  Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berasal dari luar struktur pantun. Unsur ekstrinsik ini bisa disebut juga latar belakang atau sebuah keadaan yang menjadi penyebab terbentuknya pantun.

Unsur ekstrinsik menjadi bagian yang sangat penting yang akan menentukan isi pantun. Unsur ini menjadi penguat diperlukan unsur intrinsik yang merupakan struktur pantun itu sendiri.  

5.    Persajakan dan Rima dalam pantun:

a.  Rima akhir (hanya akhir baris yang bunyinya sama) dan termasuk tingkatan pantun yang paling mudah:

Pohon nangka dililit benalu

Benalu runtuhkan batu bata

Mari kita waspada selalu

Virus Corona di sekitar kita

b.  Rima tengah dan akhir (lihat kata kedua dan terakhir atau baris pertama dan ketiga serta lihat baris kedua dan keempat):

Susun sejajar bungalah bakung

Terbang menepi si burung elang

Merdeka belajar marilah dukung

Wujud mimpi Indonesia cemerlang

c.    Rima awal, tengah, dan akhir (ini merupakan tingkatan yang agak sulit):

Jangan dipetik si daun sirih

Jika tidak dengan gagangnya

Jangan diusik orang berkasih

Jika tidak dengan sayangnya

d.   Rima lengkap (semua kata tiap baris memiliki bunyi yang sama):

Bagai patah tak tumbuh lagi

Rebah sudah selasih di taman

Bagai sudah tak suluh lagi

Patah sudah kasih idaman

6.  Dalam menulis pantun, usahakan hindari penggunaan nama orang dan nama merk dagang.

Untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan terkait pantun, perlu dijelaskan juga peranan dan fungsinya:

1.    Pantun tercipta sebagai alat pemelihara bahasa.

2.  Jika orang masih menggunakan pantun, itu artinya dia telah berusaha menjaga fungsi kata serta mampu menjaga alur berpikir. Meskipun akan memberikan nasihat, namun orang yang berpantun akan memilih perkataan sebelum mengutarakan.

3. Pantun melatih seseorang berpikir tentang makna yang ingin disampaikan kata sebelum mengucapkan pada orang yang dituju agar tidak menyakitkan.

4. Orang yang akan berpantun akan terlatih untuk berpikir asosiatif. Dia akan hati-hati dalam mengambil suatu kata, karena kata yang dipilihnya akan memiliki kaitan dengan kata yang lain.

5.  Dalam segi pergaulan, pantun memiliki fungsi yang kuat. Itulah mengapa pantun tetap enak untuk dimainkan dalam berkomunikasi. Membuat pantun tidak mudah, ketika orang akan membuat pantun, orang tersebut harus berpikir dahulu agar apa yang disampaikan tetap dalam koridor pantun.

6.  Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan memainkan kata-kata. Meskipun secara umum peran sosial pantun merupakan alat penguat penyampaian pesan.

7. Peranan pantun adalah bahwa pantun mampu menjadi penjaga dan media kebudayaan untuk memperkenalkan serta memastikan nilai-nilai masyarakat tetap ada.

        Akhirnya, dengan memahami filosofi pantun sebenarnya menjadi awal mula munculnya kedekatan nilai sosial. Filosofi pantun yang melekat yaitu “pantang melantun”. Pantang melantun mengisyaratkan bahwa pantun akrab dengan nilai-nilai sosial dan bukan hanya sekedar imajinasi. Selamat berpantun!



9 komentar:

  1. Resume yg lengkap Dan information

    Trima kasih sdh buat tugs dg baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Coach Dail Ma'ruf atas apresiasinya. Masih belajar dan semoga bisa lebih baik.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih Ibu Ovi atas apresiasinya. Semoga ke depan bisa lebih baik lagi.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Terima kasih Ibu Sukmi atas apresiasinya. Semoga ke depan bisa lebih baik lagi.

      Hapus

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...