Rabu, 15 Maret 2023

MENJADI PENULIS BUKU DI PENERBIT MAYOR

Mengikuti Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) gelombang 28 memberikan banyak pengalaman berharga. Salah satunya bertemu teman-teman sefrekwensi di seluruh Nusantara. Yang tadinya maju mundur, malu-malu mau menulis, yang tidak percaya diri dengan tulisannya akhirnya jadi berani untuk menulis. Langsung dipublish di blog dan dibaca banyak orang.

Pertemuan ke-26 KBMN gelombang 28 pada hari Rabu, 8 Maret 2023 menghadirkan tema yang sangat menarik “Menjadi Penulis Buku di Penerbit Mayor”. Tentunya banyak yang ingin tahu tentang penerbit mayor dan bagaimana caranya agar naskah kita bisa tembus ke sana? Jawabannya bisa didapatkan dari pertemuan ke-26 ini bersama narasumber yang benar-benar “mumpuni”, bukan hanya namanya saja tapi juga pengetahuan dan profesinya di bidang penerbitan khususnya penerbit mayor. Beliau adalah Bapak Joko Irawan Mumpuni, Direktur Penerbit ANDI Yogyakarta. Beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan Pertimbangan IKAPI DIY, penulis buku bersertifikat BSNP dan Asesor BNSP.

Setiap penulis mempunyai impian kalau bukunya bisa diterbitkan oleh penerbit mayor. Tidak banyak jumlah penerbit mayor di Indonesia. Menjadi penerbit mayor memiliki kriteria yang tidak mungkin dapat diraih dalam waktu pendek, tetapi bisa sampai puluhan tahun. Syarat menjadi penerbit mayor salah satunya harus sudah memiliki judul terbitan buku puluhan ribu judul dan tiap tahunnya harus menerbitkan ratusan judul secara konsisten.

Penerbit adalah industri kreatif yang di dalamnya ada kolaborasi insan-insan kreatif: penulis, editor, layouter, ilustrator, dan desain grafis. Ini adalah bagian dari industri kreatif penerbitan cetak. Saat ini dan mendatang akan bertambah insan-insan kreatif bidang lain yang akan bergabung seiring dengan perkembangan dunia penerbitan yang kini sudah mengarah pada Publisher 5.0 yang memanfaatkan teknologi IT untuk menerbitkan karya-karya kreatif.

Ada jenis-jenis buku di dunia ini, biasanya klasifikasi jenis buku digambar dengan grafis yang mirip sirip ikan seperti ini:

Dua kategori besar jenis buku adalah buku Teks (buku sekolah-kampus) dan buku Non Teks (buku-buku populer). Buku sekolah disebut buku pelajaran sedangkan kampus disebut buku Perti (Perguruan Tinggi). Buku Non Teks dibagi dua lagi menjadi buku Fiksi dan Non Fiksi.

Buku Perguruan Tinggi dibagi dua lagi menjadi buku Eksak dan Non Eksak.

Sekarang kita cek pada diri kita masing-masing pada level mana terkait dengan tulis menulis, perhatikan gambar berikut:

Untuk industri penerbitan bila digambar utuh lengkap maka ekosistemnya seperti ini:

Namun, bila disederhanakan akan menjadi seperti ini:

Tingkat literasi bangsa ini sampai saat ini masih banyak dikeluhkan banyak pihak akibat rendahnya tingkat literasi dibanding negara lain sekawasan. Di antara sebabnya:

1.    Minat baca

a.    Budaya baca

b.    Kurangnya bahan bacaan

c.    Kualitas bacaan

2.    Minat tulis

a.    Budaya tulis

b.    Tidak tahu prosedur menulis dan penerbitan

c.    Anggapan yang salah tentang dunia penulisan dan penerbitan

3.    Apresiasi hak cipta

a.    Pembajakan

b.    Duplikasi non legal

c.    Perangkat hukum

Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana proses penerbitan mulai dari memasukkan atau mengirimkan naskah buku ke penerbit hingga buku itu terbit dan beredar. Inilah gambarnya:

Setelah mengetahui proses bagaimana naskah buku dari awal sampai beredar di pasaran, kita perlu mengetahui penerbit yang baik, yaitu:

1.    Memiliki visi dan misi yang jelas

2.    Memiliki bussines core lini produk tertentu

3.    Pengalaman penerbit

4.    Jaringan pemasaran

5.    Memiliki percetakan sendiri

6.    Keberanian mencetak jumlah eksemplar

7.    Kejujuran dalam pembayaran royalti

 Di samping mengetahui penerbit yang baik, kita perlu juga memberikan kewaspadaan terhadap penerbit yang dicirikan sebagai berikut:

1.    Hanya bertindak sebagai broker naskah

2.    Alamat tidak jelas

3.    Tidak ada dokumen perjanjian penerbitan yang baik

4.    Tidak memiliki jaringan pemasaran dan distribusi sendiri

5.    Tidak memiliki percetakan sendiri

6.    Prosentase royalti tidak wajar

7.    Laporan keuangan tidak jelas

Sekarang mengapa kita harus menulis? Apa sih yang didapatkan ketika penulis tersebut sudah berhasil menerbitkan buku secara profesional dan diterbitkan oleh penerbit yang bereputasi. Ini yang akan didapatkan beserta rincian penjelasannya:

1.    Peningkatan finansial

a.    Royalti

b.    Diskon pembelian langsung

c.    Seminar atau mengajar

2.    Peningkatan karir

a.    Adanya kebutuhan peningkatan status jabatan

b.    Peluang karir di institusi atau perusahaan

3.    Kebutuhan batin

a.    Buku sebagai karya monumental yang akan dikenang sepanjang masa

4.    Reputasi

a.    Buku sebagai karya yang terpublikasi akan meningkatkan reputasi penulisnya

Pertanyaan besar yang sering muncul adalah apa kriteria agar naskah buku dapat diterima oleh penerbit untuk dapat diterbitkan, karena tidak semua naskah dapat diterima. Sebagai contoh penerbit ANDI tiap bulan menerima naskah masuk bisa sampai 500 naskah. Namun yang diterima untuk diterbitkan hanya 50 judul saja.

Pasti sekarang ada yang bertanya, “Lalu apa yang dimaksud dengan tema populer dan bagaimana cara menilainya?” tentunya jawabnya dengan data. Salah satu data yang kami pakai adalah trend dari google trend, contohnya:

Kalau tadi telah dibahas bagaimana mengetahui tema-tema yang menarik, sekarang bagaimana cara penerbit mengukur reputasi penulis? Semua pasti pakai data. Dalam hal ini penerbit memakai data salah satunya dari Google Scholar/Cendekia, lihat gambarnya:

Penerbit akan sangat berhati-hati jika ada buku-buku yang bertema memiliki pasar sempit dan Lifecycle pendek. Namun penerbit akan senang dengan tema-tema buku yang memiliki Lifecycle panjang dan market lebar.

Masalah selingkung ini juga banyak ditanyakan “Penerbit Bapak memakai gaya selingkung apa?” Jawabnya kami memakai gaya selingkung apapun yang dipakai penulis. Salah satu buku yang pakai selingkung Vancouver Style.

Sebagai seorang penulis, sebenarnya Anda termasuk penulis yang idealis atau industrialis?

1.    Penulis berpikir idealis

a.    Menulis tidak begitu memperhatikan kebutuhan pasar

b.    Tidak begitu suka dengan campur tangan pihak lain

c.    Imbalan finansial tidak begitu dipentingkan

d.   Kesempurnaan sebuah karya lebih penting daripada produktifitas

2.    Penulis berpikir industrialis

a.    Menulis dengan sangat memperhatikan kebutuhan pasar

b.    Terbuka dan lapang dada terhadap segala intervensi pihak lain

c.    Imbalan finansial merupakan tujuan utama

d.   Terkadang kesempurnaan karya tidak lebih penting daripada produktifitas

Mana yang lebih baik? Dua-duanya baik bagi penerbit. Sehingga penerbit akan memakai kombinasinya:

Jadi penerbit akan menerima naskah buku yang memiliki pangsa pasar yang luas.

Akhirnya, setelah mengetahui dan memahami dengan detail terkait bagaimana menulis buku di penerbit mayor, sepertinya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak memulai menulis. Sebagai penutup, mengutip ucapan Imam Al-Ghazali, “Bila kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah”. Selamat menulis!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...