Minggu, 14 Mei 2023

ASYIKNYA BELAJAR BAHASA ARAB MELALUI MUKHOYYAM ARABI

Program Khusus Perkuliahan Bahasa Arab (PKPBA) Pusat Pengembangan Bahasa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang adalah lembaga yang diberi tanggungjawab untuk menangani perkuliahan bahasa Arab yang dikelola dengan suatu program khusus. Program pembelajaran bahasa Arab ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa pada semester I dan II (satu tahun penuh) dari semua fakultas dan jurusan secara intensif. Proses belajar mengajar di PKPBA dapat dilakukan di dalam kelas maupun di taman-taman kampus yang hijau, dengan menggunakan metode yang aktif-variatif, sambil menikmati udara kota Malang yang sejuk. Termasuk agenda rutin PKPBA adalah Mukhoyyam Arabi yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa PKPBA. Kegiatan Mukhoyyam Arabi dilaksanakan pada semester genap (II) dengan pertimbangan bahwa kemampuan berbahasa Arab mahasiswa telah dianggap cukup memadai untuk mengikuti seluruh kegiatan ini.

Mukhoyyam Arabi merupakan sebuah kegiatan belajar bahasa Arab yang memberikan ruang gerak yang lebih leluasa dan bebas di dalam mengapresiasikan dan mendemonstrasikan kemampuan berbahasa Arab. Tujuan kegiatan Mukhoyyam Arabi adalah melakukan pembelajaran bahasa Arab out door yang dikemas dalam berbagai bentuk kegiatan perlombaan antar kelas, serta melatih mental dan kemampuan mahasiswa dalam menggunakan bahasa Arab melalui berbagai kegiatan kebahasaan. Kegiatan Mukhoyyam Arabi dikemas dalam bentuk perlombaan kebahasaan, seperti imathoh (cerdas cermat/Ranking 1), ghina’ Arabi (menyanyi lagu Arab), yel-yel berbahasa Arab, dan juga lomba estafet air untuk memupuk kekompakan antar anggota kelas.

Lomba Ranking 1 adalah lomba kebahasaan yang menguji tentang pengetahuan mahasiswa terkait kebahasaan yang meliputi mufradat, tarakib atau kaidah bahasa Arab. Lomba ini bertujuan untuk melatih kebahasaan mahasiswa serta kecepatan mereka dalam merespon pertanyaan kebahasaan yang diajukan kepada mereka. Berikutnya lomba ghina’ Arabi adalah lomba menyanyikan lagu berbahasa Arab sebagai upaya meningkatkan semangat dalam pembelajaran bahasa Arab. Tujuan dari lomba ghina’ Arabi adalah meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Arab khususnya maharah kalam, mengembangkan kreativitas, bakat, seni, dan daya imajinasi mahasiswa serta semangat belajar bahasa Arab.

Adapun untuk lomba yel-yel berbahasa Arab (hutāfāt tasyjī’iyyah) merupakan kegiatan rekreatif yang dilakukan melalui kalimat teriakan atau sorakan dengan tujuan memberikan motivasi atau semangat yang seringkali diiringi dengan pergerakan anggota badan dan inovasi lainnya guna menarik perhatian orang lain yang melihatnya. Dalam lomba ini, setiap kelompok dari perwakilan masing-masing kelas menampilkan pertunjukan yel-yel berbahasa Arab di hadapan kelompok lainnya dan dewan juri. Lomba ini bertujuan untuk membangkitkan semangat mahasiswa dalam belajar bahasa Arab sekaligus melatih kekompakan di antara mahasiswa. Sedangkan lomba berikutnya adalah estafet air yaitu jenis lomba ketangkasan dan kekompakan kelompok. Tujuan lomba estafet air adalah melatih ketangkasan, kecepatan, dan kekompakan kelompok mahasiswa dalam menyelesaikan sebuah misi atau tugas.

Pada hari Sabtu, 13 Mei 2023, mulai pukul 06.00 WIB, sekitar 875 mahasiswa PKPBA dari kelas Syariah (SY 1-14) dan Humaniora (HM 1-9) dengan penuh antusias dan semangat mengikuti kegiatan Mukhoyyam Arabi gelombang ke-2, setelah pada pekan sebelumnya diikuti sebanyak 940 mahasiswa PKPBA dari kelas Tarbiyah (TR 1-24). Adapun kegiatan Mukhoyyam Arabi gelombang 3 pada Sabtu, 20 Mei 2023 akan diikuti oleh mahasiswa dari Fakultas Sains dan Teknologi (ST 1-20) dan mahasiswa Fashl al-Jami’ah (FJ 1-5), sedangkan gelombang 4 pada Sabtu, 27 Mei 2023 akan diikuti oleh mahasiswa dari Fakultas Ekonomi (EKA 1-15) dan Fakultas Psikologi (PS 1-7).

Kegiatan Mukhoyyam Arabi PKPBA pada tahun 2023 dipusatkan di tempat wisata Coban Rondo Pujon Malang. Untuk mencapai lokasi acara Mukhoyyam Arabi, PKPBA selaku pihak penyelenggara melibatkan sekitar 70-75 mobil angkutan kota. Sebagai kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang bersifat edukatif-rekreatif di luar kelas, Mukhoyyam Arabi didesain menjadi kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang bervariatif sehingga bisa memotivasi mahasiswa aktif dan memperoleh hasil yang maksimal.  

Ketika seluruh peserta kegiatan Mukhoyyam Arabi sampai di lokasi tempat wisata Coban Rondo Pujon Malang, mereka kemudian mengikuti senam bersama yang dipandu oleh instruktur dari dosen PKPBA sendiri. Sebagai kegiatan gerak badan dengan gerakan tertentu seperti menggeliat, menggerakkan dan meregangkan anggota badan, senam memiliki fungsi penting untuk memperkuat tulang, membantu menormalkan aliran darah dan melatih urat saraf yang kaku serta meningkatkan kesehatan jantung dan stamina tubuh utamanya ketika mengikuti kegiatan Mukhoyyam Arabi ini.

Setelah senam bersama dilakukan, kegiatan Mukhoyyam Arabi dibuka secara resmi oleh MC dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an oleh salah satu perwakilan mahasiswa. Setelah itu disambung dengan sambutan Ketua PKPBA, serta ditutup dengan doa oleh salah satu dosen PKPBA. Sebelum dimulainya lomba-lomba di kegiatan Mukhoyyam Arabi, ada waktu kurang lebih sekitar 15 menit untuk pengkondisian peserta oleh panitia dan penanggung jawab setiap lomba.

Lomba Ranking 1 menjadi lomba pembuka dalam kegiatan Mukhoyyam Arabi. Dalam lomba ini setiap kelas mendelegasikan 2 orang mahasiswa/mahasiswi yang tidak diperbolehkan untuk duduk bersebelahan. Setiap peserta diberi dua kertas yang bertuliskan ص (shahih/untuk jawaban benar) dan خ (khatha’/untuk jawaban salah). Soal Ranking 1 akan dibacakan oleh juri/panitia dan untuk menjawabnya peserta akan mengangkat kertas jawabannya dengan ص/خ. Peserta yang telah mengangkat jawabannya tidak diperbolehkan menggantinya, dan dilarang menurunkan jawabannya kecuali setelah ada perintah dari juri/panitia. Bagi peserta yang jawabannya salah dipersilahkan meninggalkan tempat lomba, sedangkan peserta yang mampu bertahan sampai akhir adalah pemenang lomba. Jika ada 2 peserta yang bertahan, maka akan diadakan babak adu cepat. Dalam babak adu cepat, peserta dipersilahkan menjawab pertanyaan juri dengan cepat. Peserta yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan paling cepat maka dianggap sebagai juara lomba.

Setelah lomba Ranking 1 selesai dilaksanakan, lomba berikutnya adalah estafet air. peserta lomba (10 orang dari setiap kelas) harus menyediakan 1 timba yang diisi air dan berbaris ke belakang. Peserta paling depan mengambil air dari timba di depannya dengan piring plastik lalu memberikannya kepada orang di belakangnya melewati atas kepala (begitu seterusnya sampai ke belakang). Peserta paling belakang kemudian menaruh air tersebut ke dalam botol air mineral/tempat yang telah disiapkan. Dalam waktu 5 menit, peserta yang paling banyak mengumpulkan air dinyatakan sebagai pemenang lomba.

Lomba berikutnya adalah ghina’ Arabi (menyanyi lagu Arab) dan yel-yel berbahasa Arab yang dilaksanakan di dua lokasi berbeda namun berdekatan. Lomba ghina’ Arabi memakai panggung utama dan lomba yel-yel berbahasa Arab di lokasi lain yang tidak jauh dengan panggung utama. Peserta lomba ghina’ Arabi adalah mahasiswa/mahasiswi perwakilan masing-masing kelas (boleh solo maupun kelompok). Setiap peserta lomba dipersilahkan memilih lagu sesuai dengan seleranya (bebas), dan menyerahkan instrumen atau minus one berbentuk MP3 yang akan dinyanyikan (panitia tidak menyediakan pengiring). Durasi waktu yang diberikan dalam lomba ini untuk masing-masing peserta maksimal 5 menit. Jika melebihi waktu yang ditentukan, maka ada pengurangan 2 poin untuk setiap 30 detiknya. Sementara jika peserta lomba dipanggil 3 kali dan tidak segera hadir, maka langsung didiskualifikasi. Dalam lomba ghina’ Arabi aspek yang dinilai meliputi teknik vocal dan intonasi, penghayatan (ekspresi), dan kesesuaian lagu (penguasaan lagu).

Adapun untuk lomba yel-yel berbahasa Arab (hutāfāt tasyjī’iyyah), peserta lomba adalah kelompok orang yang diambil dari anggota kelas baik laki-laki maupun perempuan. Minimal jumlah anggota kelompok adalah 20 orang, dan tidak ada batasan maksimal. Dalam lomba yel-yel berbahasa Arab ini, seluruh peserta lomba wajib menggunakan bahasa Arab yang dikemas sedemikian rupa dengan intonasi dan stressing yang menarik, serta pemilihan diksi tidak boleh mengandung unsur provokatif yang mengarah kepada SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Peserta lomba diperbolehkan/bebas menggunakan atribut pakaian asalkan tetap dalam batas kesopanan dan menutup aurat. Durasi waktu yang diberikan untuk setiap kelompok maksimal 5 menit. Jika melebihi waktu yang ditentukan, maka ada pengurangan 2 poin untuk setiap 30 detiknya. Sementara jika peserta lomba dipanggil 3 kali dan tidak segera hadir, maka langsung didiskualifikasi. Kreatifitas, kekompakan, dan kebahasaan menjadi acuan dalam penilaian lomba yel-yel berbahasa Arab ini.

Setelah semua lomba selesai dilaksanakan, acara berikutnya adalah penentuan pemenang dari masing-masing kategori lomba kemudian dilanjutkan dengan pembagian hadiah. Setiap pemenang dari masing-masing kategori lomba dipanggil oleh MC untuk naik ke panggung utama guna menerima hadiah dan diambil dokumentasinya.

Setelah mengikuti seluruh rangkaian lomba di kegiatan Mukhoyyam Arabi, para mahasiswa dengan didampingi wali kelas menuju lokasi air terjun di tempat wisata Coban Rondo guna refreshing dan tadabur alam (menikmati dan merenungi keindahan ciptaan Allah). Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para mahasiswa untuk mendokumentasikannya dalam bentuk foto atau video. Sepanjang berjalannya kegiatan Mukhoyyam Arabi, keceriaan, kegembiraan, canda, dan tawa tampak menghiasi wajah-wajah dan perasaan mahasiswa PKPBA.

Kegiatan Mukhoyyam Arabi di PKPBA ini akan menjadi pengalaman yang sangat berharga dan berkesan dalam perjalanan akademik mahasiswa, yang mungkin “tidak akan terulang” di fase kehidupan akademik mereka selanjutnya. Mukhoyyam Arabi telah menjelma menjadi sebuah “ikon” kegiatan belajar dan pembelajaran bahasa Arab yang menyatu dengan alam.

Ya lahu min barnāmij mufīd! Terima kasih banyak disampaikan kepada Kepala Pusat Pengembangan Bahasa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, ketua PKPBA dan staf, serta seluruh panitia, wali kelas, dan mahasiswa atas kontribusi dan partisipasi aktifnya dalam merealisasikan dan menyukseskan pembelajaran bahasa Arab yang memudahkan, menyenangkan, dan membisakan. Ma’an najah PKPBA!


Senin, 01 Mei 2023

MENUJU PENDIDIKAN BERADAB

 Refleksi Pendidikan Perspektif Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sekaligus momentum hari lahirnya bapak pendidikan nasional yakni Ki Hadjar Dewantara. Seorang pahlawan yang berkontribusi besar dalam dunia pendidikan yang ada di Nusantara.

Ki Hadjar Dewantara menciptakan semboyan yang sampai saat ini masih digunakan dalam dunia pendidikan. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Artinya, di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik. Di tengah-tengah murid, guru harus menciptakan prakarsa atau ide. Dari belakang, seorang guru harus memberikan dorongan atau arahan.

Mendidik adalah seni. Tidak bisa diatur dengan sistem administrasi yang terlalu ketat. Yang lebih penting dilihat adalah bagaimana hasilnya. Administrasi memang penting, tetapi jangan sampai mengorbankan substansi. Sebagai contoh, bagaimana mendidik anak-anak menjadi jujur. Tidak bisa dibuat program yang kaku, bahwa dalam satu semester, semua anak sudah selesai programnya dan menjadi orang jujur semua. Kondisi tiap anak pun memiliki problem tersendiri, yang bisa berbeda satu dengan lainnya. Guru yang baik adalah yang tahu betul potensi dan problem yang dihadapi anak didiknya. Jika guru hanya datang ke kelas, menyampaikan materi pelajaran, lalu di akhir semester mengadakan ujian tulis, tanpa peduli dengan kondisi kejiwaan setiap muridnya, maka guru semacam ini tidak akan mampu mendidik karakter dengan baik.

Para pakar pendidikan pasti sudah memahami, bahwa mendidik anak –apalagi menanamkan nilai-nilai kebaikan atau keadilan dalam diri anak– bukanlah perkara mudah. Ini membutuhkan ilmu yang cukup, kesungguhan, keikhlasan, dan permohonan doa kepada Allah SWT. Menanamkan nilai-nilai kebaikan pada diri anak itu tidak sama dengan membuat gelas yang bisa ditarget, dalam sekian waktu, akan tercetak sekian lusin gelas. Sudah saatnya pemerintah memberikan kepercayaan kepada para guru dan orang tua untuk mendidik anak-anak didik mereka dengan benar. Di sinilah perlunya ada anggaran dan program khusus dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas orang tua dan guru sebagai pendidik profesional, bukan sekedar pengajar profesional (Adian Husaini, 2023: 24-25).

Dalam merefleksikan pendidikan di negara kita tercinta Indonesia, muncul sebuah pertanyaan, bagaimana wajah pendidikan kita dewasa ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis menggunakan perspektif Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 5 September 1931) yang merupakan seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia. Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan ilmuwan yang sangat cerdas sekaligus religius. Konsep ta’dib atau adab digunakan sebagai istilah pendidikan yang menurut al-Attas dianggap lebih tepat, sebab di dalamnya sudah mencakup antara ilmu dan amal sekaligus. Syed Muhammad Naquib al-Attas membagi ilmu ke dalam 2 jenis yakni ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah. Hal tersebut juga serupa dengan pembagian ilmu dalam pendidikan di Indonesia yakni ilmu agama, ilmu sosial dan ilmu sains. Di samping itu, Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan pemikir Islam kontemporer yang memiliki concern tinggi terhadap kemunduran peradaban umat Islam serta konsep pendidikannya yang tergolong fundamental. Sehingga sosok dan pemikirannya menarik untuk ditelaah.

 

Peran Penting Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat serta berbangsa untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Sehingga kegiatan pendidikan nasional perlu dikelola serta diorganisasikan menjadi sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional (Akhmad Hidayatullah Al Arifin, 2012: 73). Sedangkan pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengembangkan dan mengasah kecerdasan majemuk anak didik, yakni tidak hanya mampu mengasah kecerdasan intelektualnya saja, namun mencakup kecerdasan emosional, sosial, serta spiritual agar mampu memberikan keseimbangan pada diri anak dari aspek individualitas kepada aspek sosialitas atau kepekaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat (Sagaf. S. Pettalongi, 2013: 177).

Tidak bisa dipungkiri, bahwa akar masalah dari berbagai krisis yang melanda negeri kita adalah ‘pendidikan’. Sebab, dari dunia pendidikan inilah dilahirkan para pemimpin, guru, pekerja, politisi, pengusaha, dan sebagainya. Dalam bahasa Imam al-Ghazali, akar masalah yang menimpa masyarakat adalah kerusakan ulama, yang berakar lagi pada kerusakan ilmu. Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas menyebut, akar masalah umat adalah loss of adab yang berakar dari conflusion of knowledge.

Dalam proses pendidikan, guru merupakan kunci perbaikan pendidikan. Guru adalah produk pendidikan tinggi. Jika guru mendapat ilmu yang salah, maka ia akan berpikir dan berperilaku salah pula. Ilmu yang salah itulah yang selanjutnya ia ajarkan kepada para muridnya. Akibatnya, tercipta lingkaran setan kekeliruan ilmu dan pendidikan, yang kemudian melahirkan pemimpin-pemimpin yang keliru pula, yang tidak beradab, yang tidak memahami bagaimana seharusnya memahami dan menyikapi segala sesuatu dengan benar dan tepat, sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah SWT.

Karena itu, sudah saatnya bangsa Indonesia, dan kaum muslim khususnya berani melakukan evaluasi secara mendasar terhadap kondisi pendidikan kita saat ini, dalam berbagai aspek dan jenjang pendidikan. Kita bersyukur memiliki konstitusi yang secara tegas menyebutkan tujuan pendidikan untuk membentuk manusia beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

Juga, bukan kebetulan, jika para perumus Dasar Negara Kesatuan RI bersepakat dengan rumusan “Kemanusiaan yang adil dan beradab!” Istilah adil dan beradab sangat akrab di kalangan bangsa Indonesia. Beratus tahun sebelum datangnya penjajah, bangsa Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan beradab yang dikenal sebagai “pesantren”. Ciri utamanya, keilmuan, pengamalan, dan keteladanan secara terpadu.

Dari pesantren inilah lahir banyak ilmuwan dan pemimpin bangsa. KH. Wahid Hasyim, misalnya, salah satu perumus Dasar Negara, adalah produk pesantren yang menguasai berbagai bidang ilmu dan kepemimpinan. Beliau putra dan murid dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, yang dikenal sebagai penulis kitab tentang adab, yaitu Adabul ‘Alim wal-Muta’allim.

Merujuk pada rumusan “Kemanusiaan yang adil dan beradab itu”, sudah saatnya para pegiat pendidikan menggali kembali makna adab. Seorang ulama menasehati anaknya, “Yā Bunayya, ashibil fuqahā wal-‘ulamā, wa-ta’allum minhum, wa-khudz adabahum” (Wahai anakku, bergaullah dengan para fuqaha dan ulama, belajar pada mereka, dan ambillah adab mereka).

Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Nabi Muhammad SAW pun berpesan kepada umatnya, “Akrimū aulādakum, wa-ahsinū adabahum” (Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka). Kitab Adabul ‘Alim wal-Muta’allim, karya KH. Hasyim Asy’ari, menyebutkan, bahwa Imam asy-Syafi’i rahimahullah, pernah ditanya, “Bagaimana usaha Tuan dalam mencari adab?” Sang Imam menjawab, “Aku senantiasa mencarinya laksana seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang”. (Adian Husaini, 2023: xvi-xviii)

 

Konsep Pendidikan Beradab

Konsep “pendidikan beradab” (proses pembentukan manusia beradab), dikonseptualkan secara komprehensif oleh Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama di Mekkah, 1977. Dalam wawancara dengan cendekiawan Muslim AS, Hamza Yusuf, Prof. Naquib al-Attas juga menyebutkan, bahwa akar krisis yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah “loss of adab”.

Menurut Prof. Naquib al-Attas, masalah internal yang mendasar pada umat Islam tersebut adalah “loss of adab”, yang dijelaskan maknanya sebagai: “lost of discipline –the discipline of body, mind, and soul; the discipline that assures the recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s self, society, and community; the recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s physical, intellectual, and spiritual capacities and potentials; the recognition and acknowledgement of the fact that knowledge and being are ordered hierarchically” (Syed Muhammad Naquib al-Attas, 1979: 2).

Penjelasan al-Attas itu sangat menarik, sebab memberikan definisi loss of adab sebagai “hilang disiplin”, yakni hilang disiplin badan, pemikiran, dan jiwa. Seorang beradab, menurutnya, adalah orang yang memahami dan mengakui posisinya yang tepat dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan dengan komunitasnya. Ia memahami dan menyikapi dengan betul potensi-potensi fisik, intelektual, dan spiritualnya. Juga, ia memiliki sikap yang betul terhadap kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan wujud diatur secara hirarkis.

Ketika manusia tidak paham atau tidak memiliki sikap dan tindakan yang betul terhadap diri dan lingkungannya serta terhadap ilmu pengetahuan dan tatanan wujud, maka manusia itu telah hilang adabnya. “Hilang adab”! Itulah krisis yang paling asas yang dialami umat Islam. Maka, solusinya, tentu saja adalah: “temukan dan terapkan adab dalam kehidupan umat Islam”. Proses penanaman adab dalam diri seseorang itulah yang disebut ta’dib (pendidikan). Prof. Naquib al-Attas sangat yakin, bahwa pendidikan dalam Islam pada intinya adalah proses penanaman adab dalam diri seorang muslim.

Jika loss adab itu terjadi pada adab terhadap ilmu, maka akan berdampak serius pada kondisi umat secara keseluruhan. Sebab, ilmu menjadi dasar amal. Karena itu, Prof. Naquib al-Attas menekankan pentingnya memahami tujuan mencari ilmu yang benar. Dalam buku Islam and Secularism, al-Attas menggariskan tujuan pendidikan dalam Islam tersebut: “The purpose for seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness or justice in man as man and individual self. The aim of education in Islam is therefore to produce a good man... the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab... (Syed Muhammad Naquib al-Attas, 2003: 150-151).

Jadi, tujuan utama mencari ilmu adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan atau nilai-nilai keadilan. Itu bermakna, bahwa Prof. Naquib al-Attas lebih menekankan pendidikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku yang betul (beradab) untuk mewujudkan tegaknya keadilan. Pendidikan bukan sekedar pengajaran atau sekedar penambahan wawasan. Tetapi, lebih penting lagi, pendidikan harus berdampak kepada perubahan sikap dan perilaku. Tentu saja, perilaku yang betul itu pun harus bersumber dari ilmu yang benar.

Dalam kitab Ayyuhal Walad, Imam al-Ghazali menekankan: “al-‘ilmu bilā ‘amalin junūnun, wal-‘amalu bilā ‘ilmin lam yakun” (Ilmu tanpa diamalkan itu gila, dan amal tanpa ilmu itu tiada nilainya). Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan bahwa nilai suatu amal itu tergantung niatnya. Untuk apa seseorang mencari ilmu. Jika tanpa niat yang ikhlas, maka mencari ilmu itu tidak akan bernilai, dan bahkan bisa menjadi bencana yang merusak. Di antara adab mencari ilmu yang benar adalah lurus niatnya.

Jadi, “producing a good man” melalui proses penanaman adab dalam diri seorang muslim itulah hakikat dari pendidikan, dan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama perjuangan umat Islam. Sumber Daya Manusia yang unggul adalah kunci keberhasilan perubahan menuju yang lebih baik. Perjuangan membentuk berbagai lembaga atau institusi Islam –dalam semua bidang kehidupan– akan berakhir dengan sia-sia jika lembaga-lembaga itu dikelola manusia-manusia yang tidak bermutu atau manusia-manusia tidak beradab. Karena itulah, keberhasilan dakwah Rasulullah SAW yang sangat fenomenal adalah melahirkan satu generasi terbaik. Generasi inilah yang mampu melanjutkan dakwah Nabi Muhammad SAW dengan sangat gemilang, dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang politik kenegaraan dan pendidikan.

Merujuk pada konsep adab yang dirumuskan Prof. Naquib al-Attas, maka tujuan pendidikan dalam Islam adalah melahirkan manusia yang beradab (insan adabi) atau manusia yang baik (good man). Bisa dikatakan, adab adalah “karakter plus iman dan doa”. Dalam proses penanaman adab, guru atau orang tua harus menanamkan landasan keimanan, memberikan keteladanan, melakukan proses pembiasaan/pembudayaan, dan juga senantiasa mendoakan keberhasilan muridnya menjadi manusia yang baik. Karena itu, adab memang memerlukan guru-guru yang baik bahkan guru yang hebat, yang bekerja karena kecintaan dan keikhlasan. Karena itu, kunci keberhasilan penanaman adab ini memang pada keberhasilan mencetak guru-guru yang baik. Sangat menyedihkan jika lembaga-lembaga pendidikan guru menanamkan tujuan materialistik pada calon-calon guru. Jika sifat “hubbud-dunya” sudah tertanam pada diri guru, berapa pun anggaran pendidikan yang dikucurkan maka akan terjadi usaha penyimpangan, karena “materi” telah menjadi tujuan utama. Bukan lagi tujuan utama mengajar adalah mengejar amal jariyah dan kebahagiaan/sa’adah (Adian Husaini, 2023: 46).   

Intinya, adab adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan Allah SWT. Siswa beradab akan ikhlas taat kepada Tuhannya, hormat guru dan orang tua, cinta sesama teman, gigih belajar dengan jujur untuk mengembangkan potensi dirinya sebagai anugerah Allah SWT.

 

Pentingnya Adab Kepada Guru

Sebagai penutup tulisan ini, penulis menyajikan sebuah kisah tentang pentingnya beradab utamanya kepada guru. Dikisahkan dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin, bahwa di antara akhlak para salafus-saleh adalah sangat beradab kepada orang yang telah mengajarinya surat maupun satu ayat dari al-Qur’an, padahal itu dilakukan waktu masih kecil. Mereka selalu beradab kepada guru mereka yang telah mengajar satu surat, ayat atau bab suatu ilmu sampai tidak mau berjalan dengan kendaraan di depan gurunya atau tidak berani menikahi istri guru yang sudah dicerainya sekalipun mereka sudah menjadi ulama Islam atau guru tarekat.

Imam asy-Sya’rani rahimahullah pernah berkata, “Suatu hari aku bersama Syekh Syamsuddin ad-Dimyati rahimahullah (w. 918 H). Syekh Syamsuddin melihat orang tua buta yang dituntun oleh anak perempuannya, tiba-tiba Syekh Syamsuddin turun dari kendaraannya dan mencium tangannya dan mengantarkannya dalam perjalanan yang jauh. ‘Saat pulang aku bertanya kepadanya mengenai orang tua tadi.’ Dan Syekh Syamsuddin berkata, ‘Aku pernah belajar ayat al-Qur’an kepada orang tua itu sehingga aku tidak bisa untuk berjalan di hadapannya sedangkan aku berkendaraan.”

Syekh Syamsuddin ad-Dimyati rahimahullah adalah seorang yang diberi kedudukan (tinggi) di hadapan para raja, juga dianugerahi keyakinan, ilmu, dan kebaikan. Menurut Imam asy-Sya’rani, “Aku tidak pernah melihat seorang ulama dari temannya yang seperti beliau. Pada suatu hari aku melihatnya berada di antara dua raja dan masyarakat berdesakan untuk mencium tangan Syekh Syamsuddin. Sedangkan untuk orang-orang yang tidak bisa sampai kepadanya mereka membentangkan kain agar bisa bersentuhan dengan pakaian Syekh Syamsuddin kemudian mencium kain tersebut sebagaimana jamaah haji melakukannya saat di Ka’bah dan hal tersebut terjadi saat ia melewati kota Kairo.”

Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita untuk selalu beradab di hadapan guru kita, tidak peduli apakah ilmu yang diajarkan banyak maupun sedikit. Dengan penuh adab maka seorang penuntut ilmu akan mendapatkan keberkahan dan manfaat di dunia dan akhirat (M. Abdullah Charis, 2022: 42-43). Selamat Memperingati Hari Pendidikan Nasional (2 Mei 2023). Maju dan Jayalah Pendidikan Indonesia!

 

Sumber Bacaan:

Al Arifin, Akhmad Hidayatullah. “Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Praksis Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol 1, No (2012): 73.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1979. Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King Abdul Aziz University.

____________________________ . 2001. Risalah untuk Kaum Muslimin, Kuala Lumpur: ISTAC.

Charis, M. Abdullah. 2022. Kisah-Kisah Inspiratif Pembentuk Karakter; Mereformasi Diri Menuju Keluhuran Akhlak, Cetakan II, Malang: Ellisan.

Husaini, Adian. 2023. Pendidikan Islam; Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045 (Kompilasi Pemikiran Pendidikan), Cetakan V, Jawa Barat: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok.

Pettalongi, Sagaf. S. “Islam dan Pendidikan Humanis Dalam Resolusi Konflik Sosial”, Cakrawala Pendidikan,No 2 (2013): 177.




TEKNIK PROMOSI BUKU

 

Pertemuan KBMN (Kelas Bersama Menulis Nusantara) ke-28 pada hari Senin, 13 Maret 2023 sangatlah menarik. Pertemuan kali ini membahas tema yang sangat penting bagi penulis, penerbit, dan distributor buku dengan menghadirkan narasumber yang luar biasa yaitu Bapak Akbar Zainuddin, MM., MNE bersama moderator Bapak Sim Chung Wei, SP.

Narasumber Bapak Akbar Zainuddin, MM., MNE adalah penulis buku “Man Jadda Wajada” yang sampai cetakan ke-13 telah beredar sebanyak 55.000 eksemplar. Setelah menulis buku best seller tersebut, narasumber menulis 15 buku dari tahun 2010 sampai sekarang. Di sampaing menulis buku “Man Jadda Wajada”, narasumber juga menulis buku lain yaitu “UKTUB; Panduan Menulis Buku dalam 180 Hari”. Buku ini menurut narasumber merupakan buku penting yang berisi panduan menulis dari A sampai Z, dan disarankan kepada peserta KBMN untuk bisa memilikinya karena ada 150-an alamat penerbit anggota IKAPI yang bisa dikirimi naskah.

Dalam penjelasannya narasumber menjelaskan terlebih dahulu definisi promosi buku. Promosi adalah cara kita memberikan informasi tentang produk kepada konsumen agar mereka tertarik dan mau membeli produk kita. Promosi buku adalah cara kita mengenalkan buku yang kita miliki kepada audiens kita agar mereka tertarik dan mau membeli. Promosi buku itu penting karena sebagus apapun buku kita kalau konsumen atau audiens tidak mengetahui produk kita, maka mereka tidak akan tertarik, apalagi mau membeli buku kita.

Beberapa tujuan dari promosi buku adalah:

a.    Membuat audiens mengenal (tahu) buku kita.

b. Membangkitkan kebutuhan konsumen untuk membeli buku kita. Bagaimana caranya yang tadinya mereka tidak butuh, tetapi setelah kita promosikan menjadi butuh.

c.    Meyakinkan konsumen untuk membeli buku.

d.   Mengharapkan konsumen agar mau merekomendasikan buku kita kepada orang lain.

Selanjutnya narasumber menjelaskan tujuh program promosi buku. Program promosi bisa dilakukan oleh penerbit maupun penulis. Beberapa program promosi yang bisa dilakukan yaitu:

1.    LAUNCHING BUKU

Adalah program untuk meluncurkan buku baru. Bisa di aula, masjid, lembaga pendidikan, hotel, dan di mana saja. Yang mengadakan bisa penerbit maupun penulis. Yang membiayai launching buku siapa? Bisa penerbit, bisa penulis. Kita perlu meyakinkan penerbit kalau buku kita akan laku, karena itulah mereka perlu menyelenggarakan program launching buku.

Kalau di Gramedia, di toko-toko buku mereka ada tempat untuk launching buku. Kita bisa memanfaatkan tempat ini. Jadi kita promosikan acaranya, tempatnya di toko buku Gramedia.

Sekarang ini program launching buku semakin mudah. Dengan adanya media sosial, kita bisa melakukan program launching buku ini bahkan dari rumah. Bisa melalui FB, IG, ataupun Youtube.

Buat saja program LAUNCHING BUKU, live di FB, IG, atau Youtube. Undang kawan-kawan kita dan ajak mereka berpartisipasi. Launching buku kalau perlu setiap bulan (kan tidak harus sekali). Bulan ini launching pertama, bulan depan launching kedua, ketiga, dan seterusnya. Kalau setiap bulan kita launching buku kita, setahun kita sudah 12 kali launching buku. Keren, kan?

2.    BEDAH BUKU

Bedah buku adalah acara diskusi untuk membedah isi buku kita. Bedah buku ini bisa secara online maupun offline. Offline artinya kita menyelenggarakan bisa bekerjasama dengan berbagai lembaga, misalnya lembaga pendidikan, perpustakaan, majelis taklim, masjid, dan sebagainya.

Pokoknya, di semua tempat dan situasi yang memungkinkan, kita tawarkan bedah buku. Berapapun yang hadir, kita selenggarakan terus menerus, apalagi sekarang ini eranya digital. Bukan berapa orang yang hadir yang penting, tetapi direkam lalu diupload di media sosial acara kita. Insya Allah akan semakin membuat orang mengenal kita.

Sekali lagi, yang lebih mudah sekarang ini adalah bedah buku secara online. Kita undang orang-orang untuk ikut acara bedah buku bersama kita. Bisa di FB, IG, WA Group, Zoom, dan sebagainya.

3.    SEMINAR ATAU PELATIHAN

Lakukan seminar ataupun workshop sesuai dengan tema buku kita. Kalau saya bukunya motivasi dan menulis. Maka saya secara berkala menyelenggarakan seminar dan diklat terkait motivasi dan menulis.

Seminar atau workshop ini, pertama-tama bolehlah dilakukan gratis. Karena target kita adalah mengenalkan buku kepada para peserta. Lakukan secara kontinyu, misalnya sebulan sekali. Kalau misalnya bisa offline, laksanakan di sekolah misalnya. Kalau tidak bisa offline, lakukan secara online, bisa via WA, Zoom, FB, IG, dan sebagainya.

4.    MEMBANGUN KOMUNITAS

Komunitas yang kita bangun adalah komunitas yang kita sesuaikan dengan tema buku kita. Kalau buku kita temanya motivasi, maka kita tuliskan buku-buku tentang motivasi. Buku tentang guru, maka bangun komunitas guru. Buku tentang menulis, bangun komunitas menulis. Buku tentang Ice Breaking, bangun komunitas Ice Breaking. Buku tentang bahasa, bangun komunitas bahasa.

Komunitas membuat kita lebih dekat dengan pembaca sehingga memudahkan kita untuk menawarkan mereka dalam membeli buku. Saya sendiri membangun banyak komunitas, ada komunitas guru, menulis, santri, remaja, bisnis, dan sebagainya. Semua komunitas itu ada bukunya. Saya share materi-materi yang ada di buku secara berkala, biasanya seminggu sekali, sehingga anggota komunitas ini mendapatkan manfaat. Biasanya saya bentuk di WA Group dan sesekali seminar melalui Zoom.

5.    MEMBANGUN JARINGAN RESELLER

Reseller adalah orang-orang yang mau menjualkan buku kita dan mendapatkan buku dari hasil yang terjual. Kita berikan 20-30 persen komisi dari harga jual. Misalnya harga jual buku kita Rp. 100.000, kita kasih 20-30%, kita berikan materi-materi yang terkait buku kita, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menjual.

Dewa Eka Prayoga, berhasil menjual 10.000 buku hanya dalam waktu 2 minggu melalui reseller ini. Tentu resellernya saja puluhan ribu, berbagai produk. Kalau kita sudah punya jaringan reseller, akan memudahkan kita menjual buku. Saya juga sedang membangun jaringan reseller ini. Belum banyak, baru sekitar 100-an orang. Insya Allah akan terus bertambah.

6.    JUALAN DI MARKETPLACE

Buka toko di marketplace (Lazada, Shopee, Bukalapak, Tokopedia, dan sebagainya). Membuka toko di marketplace akan meluaskan promosi dan distribusi kita. Yang penting keberadaan kita dan buku kita ada. Itulah pentingnya ada di marketplace. Jadi kalau ada orang mencari judul buku kita, bisa ditemukan.

7.    MEMANFAATKAN MEDIA SOSIAL UNTUK PROMOSI BUKU

Manfaatkan sebaik-baiknya followers dan subscriber dengan memberikan informasi tentang buku. Setiap hari, kita buat status terkait tema buku yang kita tulis, sehingga orang semakin paham dengan buku yang kita tulis.

Jangan setiap hari isinya jualan. Lebih banyak sharing-sharing, baru selling. Lebih banyak memberikan pengetahuan kepada para pembaca sehingga mereka merasa ada manfaat menjadi followers kita.

Sharing-sharing apa saja, kalau perlu sesuai dengan kebutuhan mereka. Sehingga setiap hari, semakin lama akan semakin ada ikatan dengan pembaca. Kalau sudah begitu, akan memudahkan kita dalam proses memengaruhi pikiran orang dalam membeli buku.

Jadi, pada dasarnya kita ini memengaruhi orang agar mereka mau menjadikan buku sebagai kebutuhan utama. Dan memang, membaca akan banyak membuka wawasan, pengetahuan, dan pilihan dalam mengambil keputusan.

Dengan bersama-sama membangun kebutuhan akan membaca, maka akan memudahkan kita dalam proses menjual buku.

Akhirnya, dengan mengetahui teknik promosi buku yang telah dijelaskan oleh narasumber dengan rinci dan detail, sudah saatnya bagi kita para penulis untuk lebih semangat dan termotivasi lagi dalam menghasilkan sebuah buku atau karya yang bermanfaat bagi para pembaca. Selamat berkarya!


Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...