Berbicara mengenai Peradaban Arab Pra-Islam, pasti menyangkut sekian banyak peradaban, apalagi kalau dimasukkan di dalamnya bangsa-bangsa yang secara umum disebut sebagai bangsa-bangsa Semit, dan oleh sebagian sejarawan Arab disebut sebagai bangsa-bangsa Arab kuno. Terlepas dari kontroversi penamaan tersebut, dalam tulisan ini pembicaraan mengenai peradaban Arab pra-Islam dibatasi pada peradaban bangsa-bangsa yang menempati wilayah semenanjung Arabia atau syibh al-jazirah al-Arabiyah.
A. Jejak-Jejak Peradaban di Jazirah Arabia
Abu
Kholil (2007) dalam bukunya Al-Hadharah al-Arabiyah wa al-Islamiyah,
memaparkan jejak-jejak peradaban Arab di empat penjuru dan di jantung
semenanjung Arabia.
Di
bagian timur Jazirah, terdapat peradaban Dilmun yang bercirikan perdagangan,
berpusat di kepulauan Bahrain termasuk daerah Ahsa’ dan sepanjang pantai Emirat
Arab saat ini. Peradaban ini berlangsung selama 20 abad (2000 tahun) sebelum
masehi. Di Filikah, sebuah pulau di bagian utara teluk Arab yang sekarang masuk
dalam wilayah Kuwait, terdapat terminal perdagangan dan pusat keagamaan. Di
sana terdapat tiga ma’bad (tempat peribadatan) model kepercayaan
Hellenic (Yunani kuno). Di Oman terdapat peninggalan milenium ke-3 sampai
milenium ke-1 sebelum masehi, berupa bendungan-bendungan yang menunjukkan
kemajuan sistem pertanian pada waktu itu. Di beberapa tempat juga terdapat
peninggalan berupa peralatan pertambangan dan alat pengecoran logam.
Kapal-kapal dari Oman dan Bahrain digambarkan mengangkut emas, perak, batu-batu
mulia, tembaga, tekstil, keramik, kurma, dan lain-lain.
Di
bagian utara Jazirah, tepatnya di Dumat al-Jandal, pada abad 9 SM, terdapat kerajaan
Arab kuno, yaitu kerajaan Dumata. Kerajaan ini telah memiliki sistem
pemerintahan, tentara, perjanjian-perjanjian dengan para tetangga, dan
istana-istana. Dumata merupakan terminal kafilah-kafilah perdagangan yang
berlalu-lalang di bagian utara semenanjung Arabia. Raja Dumata (Jundub)
melakukan berbagai perjanjian dengan negara-negara tetangga untuk mengamankan
lalu lintas perdagangan tersebut. Dalam deretan nama raja-rajanya, terdapat
banyak raja-raja perempuan. Adapun komoditas perdagangan mereka adalah emas,
perak, besi, kulit, pakaian wol dan katun, serta lain sebagainya.
Di
bagian barat laut Jazirah, ada negeri-negeri kaum Tsamud, sebagaimana
disebutkan di dalam al-Qur’an, lokasinya adalah Tabuk, Ula, Mada’in Shalih,
Tima’, lembah Sarhin dan Hail. Kaum Tsamud telah memiliki peradaban yang tinggi
antara lain dalam pembuatan rumah-rumah yang kokoh dan megah terbuat dari batu,
tapi semua produk peradaban itu musnah bahkan keturunan mereka pun punah,
karena kedurhakaan mereka kepada Tuhan. Masa kehidupan mereka adalah milenium
ke-3 SM. Tapi sejak milenium ke-1 atau sekitar 8 abad SM wilayah Tsamudiyah
dihuni oleh bangsa Arab. Mereka menempati oase-oase strategis yang banyak
airnya dan banyak tanaman kurmanya, dan memilih tanah-tanah yang bisa untuk mengembangkan
pertanian.
Di
bagian selatan Jazirah, terdapat banyak kerajaan. Kerajaan-kerajaan Yaman pada
dasarnya bukanlah kerajaan suka perang yang punya ambisi penaklukan dan
ekspansi ke negara lain. Perhatian mereka lebih tertuju kepada masalah-masalah
ekonomi seperti pertanian, industri dan perdagangan. Maka tugas utama tentara
mereka adalah menjaga stabilitas dan keamanan kafilah-kafilah perdagangan.
B. Sistem Politik dan Kemasyarakatan
Ada
dua negara Adikuasa di masa Jahiliyah, yaitu kerajaan Bizantium Romawi di barat
dan kerajaan Persia di timur. Selama masa Jahiliyah seluruh semenanjung Arabia
menikmati kemerdekaan penuh kecuali daerah utara seperti Palestina, Libanon,
Yordania, dan Syam yang berada di bawah kekuasaan Bizantium, sedangkan Irak
berada di bawah kekuasaan Persia. Kedua negara Adikuasa Bizantium dan Persia
tidak tertarik untuk menjajah Arab, kecuali daerah utara yang tunduk di bawah
kekuasaan mereka.
Orang
Arab Badui tidak memiliki pemerintahan, kesatuan politik mereka bukanlah bangsa
akan tetapi suku yang dipimpin seorang kepala suku yang disebut Syaikh.
Hubungan kesukuan mereka sangat kuat, sehingga solidaritas dan kesetiaan suku
atau kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Kriteria
dalam memilih pemimpin atau Syaikh adalah yang pemberani, cerdas, dermawan,
arif, dan bijaksana. Karena tidak adanya pemerintahan pusat, hubungan antar
suku sering terjadi konflik, peperangan antar suku biasa terjadi di antara
mereka, misalnya peperangan yang terjadi antara Bani Bakr dan Bani Taghlib yang
disebut perang Basus. Perang Basus berlangsung selama 40 tahun,
perang tersebut terjadi karena hal sepele yaitu karena unta milik anggota salah
satu suku dilukai oleh anggota suku lainnya.
Peperangan di
dunia Arab sering terjadi terus menerus, meskipun suku Badui hanya tunduk pada
pemimpin mereka Syaikh dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian
harta rampasan dan pertempuran tertentu, di luar dari itu Syaikh tidak memiliki
kuasa untuk mengatur anggota kabilahnya. Peperangan yang terjadi secara terus
menerus mengakibatkan kebudayaan mereka tidak berkembang, oleh sebab itu
bahan-bahan sejarah pra-Islam sangatlah langka untuk didapatkan di dunia Arab.
Sejarah mereka hanya dapat diketahui sekitar 150 tahun menjelang lahirnya agama
Islam.
Sebagian
besar penduduk Arab adalah penyair, sehingga seni sastra terutama puisi sangat
berkembang pesat di sana. Para penyair menjadi pemberi nasihat, juru bicara
suatu kabilah atau suku, dan para penyair juga ahli sejarah dan intelektual
sukunya. Oleh sebab itu penyair memiliki kedudukan terhormat di kalangan
kabilah mereka, melalui puisi-puisi merekalah sejarah bangsa Arab pra-Islam
dapat ditelusuri.
Sementara
kehidupan sosial bangsa Arab sangat tidak mengakui adanya gender. Wanita Arab
pada masa itu memiliki posisi paling jelek di antara wanita-wanita lain di
dunia. Wanita Arab pada masa Jahiliyah dianggap sebagai benda mati yang tidak
memiliki hak apapun termasuk hak untuk dihormati. Seorang laki-laki Arab boleh
menikahi wanita berapapun sesuai keinginannya dan bisa menceraikannya kapan
saja sesuka hati mereka. Jika seorang ayah diberitahu bahwa bayi yang lahir
berjenis kelamin perempuan, maka mereka akan bersedih dan marah bahkan kadang
ada juga yang mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup. Kehidupan yang keras
di bangsa Arab mendorong para laki-laki di sana untuk memiliki anak laki-laki
saja.
Dalam
hal pernikahan, lembaga pernikahan bangsa Arab tidak teratur. Wanita boleh
menikah dan memiliki suami lebih dari satu (poliandri). Wanita yang memiliki
suami membolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk mendapatkan
keturunan. Bahkan seorang ibu tiri dinikahi oleh anak tirinya, saudara
laki-laki menikahi saudara perempuannya. Wanita bangsa Arab pada masa Jahiliyah
tidak memiliki hak waris baik dari suami, ayah dan keluarganya.
Hamba
sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab, mereka memperlakukan hamba
sahayanya tidak manusiawi. Karena bagi mereka hamba sahaya yang dimiliki
menjadi hak penuh mereka baik hidup, mati, fisik maupun mentalnya. Kehidupan
sosial Arab Jahiliyah sesungguhnya merupakan manifestasi dari kehidupan
barbarisme, karena ketimpangan sosial, penganiayaan, mabuk dengan minuman
keras, perjudian, pelacuran dan pembunuhan menjadi pemandangan biasa dalam
kehidupan sosial mereka sehari-hari.
C. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan
Sebelum
Islam datang mayoritas penduduk Arab Jahiliyah menyembah berhala. Ada
bermacam-macam agama yang dianut oleh mereka. Sedangkan minoritas di antara
mereka ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia Selatan, dan
sedikit yang beragama Hanif. Agama Hanif itu merupakan agama yang
mengakui Allah sebagai Tuhan, kepercayaan ini diwarisi turun-temurun dari Nabi
Ibrahim as. dan Ismail as.
Agama
berhala atau penyembah berhala pertama kali dibawa dari Syam ke Makkah oleh
‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama baru oleh Bani Khuza’ah satu
keturunan dengan ‘Amru yang pada saat itu merupakan pemegang kendali Ka’bah.
Kemudian agama berhala ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas
penduduk kota Makkah.
Setiap
kabilah memiliki berhala masing-masing. Jenis dan bentuk berhalanya
bermacam-macam, tergantung pada persepsi mereka tentang tuhannya.
Berhala-berhala tersebut berpusat di Ka’bah. Kaum Quraisy sebagai penguasa
terakhir untuk Ka’bah memiliki beberapa berhala, yang terbesar di antaranya
adalah Hubal. Hubal adalah patung berhala yang paling diagungkan,
terbuat dari batu aqiq yang berwarna merah dan berbentuk manusia. Tiga berhala
lainnya yang terkenal adalah Lata yang terletak di Thaif, Uzza
bertempat di Nakhlah sebelah timur Makkah, patung Uzza memiliki
kedudukan terbesar kedua setelah Hubal. Patung ketiga adalah Manata yang
bertempat di Yatsrib, patung ini lebih populer di kalangan suku Aus dan
Khazraj. Ketiga berhala ini disebutkan namanya dalam al-Qur’an surat al-Najm
ayat 19 sampai 23. Berhala-berhala tersebut mereka jadikan tempat untuk mengadu
dan menanyakan nasib baik dan buruk mereka.
Ka’bah
yang dibangun Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail berubah fungsi, yang dulunya
sebagai tempat ibadah bagi agama Hanif, kini orang-orang Arab dari
berbagai penjuru setiap tahun datang berkunjung ke Makkah untuk menyembah
berhala yang mereka tempatkan di sana.
Agama
Yahudi masuk ke semenanjung Arabia melalui orang Israel dari Palestina, mereka
menetap di Yaman, Khaibar dan Yatsrib. Sedangkan agama Kristen dianut oleh
suku-suku yang ada di sebelah utara Jazirah Arab dan dikembangkan oleh
pendeta-pendeta Bizantium. Di sebelah selatan Jazirah Arab terutama di Najran ada
penduduk Arab yang beragama Kristen yang datang dari kerajaan Habsyi
(Ethiopia).
Suku
Badui menyembah pohon, bulan dan bintang, karena bagi mereka kehidupan diatur
oleh bulan dan bintang bukan matahari, bagi mereka matahari merusak tanaman dan
ternak mereka. Sementara itu terdapat beberapa orang yang meninggalkan
penyembahan berhala dan kebiasaan jahiliyah lainnya, dan mereka percaya akan
adanya Tuhan Allah Swt. Salah satu dari mereka yang percaya kepada Allah adalah
Waraqah bin Naufal, orang yang sudah tua yang hafal kitab Injil dan percaya
bahwa Muhammad adalah nabi terakhir yang disebut dalam kitab suci tersebut.
Selain
itu, orang-orang Arab juga mempercayai pengundian nasib dengan anak panah di
hadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan peramal,
orang pintar, dan ahli nujum. Di kalangan mereka ada juga yang percaya dengan ramalan
nasib sial dengan sesuatu. Ada juga di antara mereka yang percaya bahwa
orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram jika dendamnya belum
dibalaskan, ruhnya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang seraya
berkata, “Berilah aku minum, berilah aku minum!” jika dendamnya sudah
dibalaskan, maka ruhnya akan menjadi tenteram.
Semua
gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala
menjadi kegiatan sehari-hari, keyakinan terhadap khayalan dan khurafat selalu
menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa
Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi,
dan Shabi’ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab, tetapi itu hanya sebagian
kecil dianut oleh penduduk Arab, karena kemusyrikan dan penyesatan akidah
terlalu berkembang pesat.
Itulah
agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan Islam. Namun
agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak.
Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh
sama sekali dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Mereka mengabaikan
tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung
banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para
paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarkan
berbagai macam khurafat dalam kehidupan beragama, kemudian mengimbas ke
kehidupan sosial, politik dan agama.
Sedangkan
orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong.
Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah
yang membuat hukum di tengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang
terbetik di dalam hati mereka. Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan
kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta
pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka,
dan yang semua orang dianjurkan untuk menyucikannya.
Sedangkan
agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan
menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia. Kalaupun ada bangsa Arab
yang memeluk agama ini, namun tidak ada pengaruh yang berarti. Karena
ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak
mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama dan
tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya sama
dengan keadaan orang-orang musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan
kebiasaan mereka hampir serupa.
Sumber Bacaan:
Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Sejarah Peradaban Arab
dan Islam, Cetakan 1, Malang: MISYKAT.
Hasan, Ibrahim. 2006. Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Cetakan Ke-2, Jilid 1, Jakarta: Kalam Mulia.
Kulsum, Ummu. 2017. Sejarah Peradaban Islam
Klasik dan Pertengahan, Pamekasan: Duta Media Publishing.
Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Jakarta: Pustaka Al Husna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar