Kamis, 07 September 2023

PERADABAN ARAB PRA-ISLAM

        Berbicara mengenai Peradaban Arab Pra-Islam, pasti menyangkut sekian banyak peradaban, apalagi kalau dimasukkan di dalamnya bangsa-bangsa yang secara umum disebut sebagai bangsa-bangsa Semit, dan oleh sebagian sejarawan Arab disebut sebagai bangsa-bangsa Arab kuno. Terlepas dari kontroversi penamaan tersebut, dalam tulisan ini pembicaraan mengenai peradaban Arab pra-Islam dibatasi pada peradaban bangsa-bangsa yang menempati wilayah semenanjung Arabia atau syibh al-jazirah al-Arabiyah.

A.  Jejak-Jejak Peradaban di Jazirah Arabia

Abu Kholil (2007) dalam bukunya Al-Hadharah al-Arabiyah wa al-Islamiyah, memaparkan jejak-jejak peradaban Arab di empat penjuru dan di jantung semenanjung Arabia.

Di bagian timur Jazirah, terdapat peradaban Dilmun yang bercirikan perdagangan, berpusat di kepulauan Bahrain termasuk daerah Ahsa’ dan sepanjang pantai Emirat Arab saat ini. Peradaban ini berlangsung selama 20 abad (2000 tahun) sebelum masehi. Di Filikah, sebuah pulau di bagian utara teluk Arab yang sekarang masuk dalam wilayah Kuwait, terdapat terminal perdagangan dan pusat keagamaan. Di sana terdapat tiga ma’bad (tempat peribadatan) model kepercayaan Hellenic (Yunani kuno). Di Oman terdapat peninggalan milenium ke-3 sampai milenium ke-1 sebelum masehi, berupa bendungan-bendungan yang menunjukkan kemajuan sistem pertanian pada waktu itu. Di beberapa tempat juga terdapat peninggalan berupa peralatan pertambangan dan alat pengecoran logam. Kapal-kapal dari Oman dan Bahrain digambarkan mengangkut emas, perak, batu-batu mulia, tembaga, tekstil, keramik, kurma, dan lain-lain.

Di bagian utara Jazirah, tepatnya di Dumat al-Jandal, pada abad 9 SM, terdapat kerajaan Arab kuno, yaitu kerajaan Dumata. Kerajaan ini telah memiliki sistem pemerintahan, tentara, perjanjian-perjanjian dengan para tetangga, dan istana-istana. Dumata merupakan terminal kafilah-kafilah perdagangan yang berlalu-lalang di bagian utara semenanjung Arabia. Raja Dumata (Jundub) melakukan berbagai perjanjian dengan negara-negara tetangga untuk mengamankan lalu lintas perdagangan tersebut. Dalam deretan nama raja-rajanya, terdapat banyak raja-raja perempuan. Adapun komoditas perdagangan mereka adalah emas, perak, besi, kulit, pakaian wol dan katun, serta lain sebagainya.

Di bagian barat laut Jazirah, ada negeri-negeri kaum Tsamud, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an, lokasinya adalah Tabuk, Ula, Mada’in Shalih, Tima’, lembah Sarhin dan Hail. Kaum Tsamud telah memiliki peradaban yang tinggi antara lain dalam pembuatan rumah-rumah yang kokoh dan megah terbuat dari batu, tapi semua produk peradaban itu musnah bahkan keturunan mereka pun punah, karena kedurhakaan mereka kepada Tuhan. Masa kehidupan mereka adalah milenium ke-3 SM. Tapi sejak milenium ke-1 atau sekitar 8 abad SM wilayah Tsamudiyah dihuni oleh bangsa Arab. Mereka menempati oase-oase strategis yang banyak airnya dan banyak tanaman kurmanya, dan memilih tanah-tanah yang bisa untuk mengembangkan pertanian.

Di bagian selatan Jazirah, terdapat banyak kerajaan. Kerajaan-kerajaan Yaman pada dasarnya bukanlah kerajaan suka perang yang punya ambisi penaklukan dan ekspansi ke negara lain. Perhatian mereka lebih tertuju kepada masalah-masalah ekonomi seperti pertanian, industri dan perdagangan. Maka tugas utama tentara mereka adalah menjaga stabilitas dan keamanan kafilah-kafilah perdagangan.   

B.  Sistem Politik dan Kemasyarakatan

Ada dua negara Adikuasa di masa Jahiliyah, yaitu kerajaan Bizantium Romawi di barat dan kerajaan Persia di timur. Selama masa Jahiliyah seluruh semenanjung Arabia menikmati kemerdekaan penuh kecuali daerah utara seperti Palestina, Libanon, Yordania, dan Syam yang berada di bawah kekuasaan Bizantium, sedangkan Irak berada di bawah kekuasaan Persia. Kedua negara Adikuasa Bizantium dan Persia tidak tertarik untuk menjajah Arab, kecuali daerah utara yang tunduk di bawah kekuasaan mereka.

Orang Arab Badui tidak memiliki pemerintahan, kesatuan politik mereka bukanlah bangsa akan tetapi suku yang dipimpin seorang kepala suku yang disebut Syaikh. Hubungan kesukuan mereka sangat kuat, sehingga solidaritas dan kesetiaan suku atau kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.

Kriteria dalam memilih pemimpin atau Syaikh adalah yang pemberani, cerdas, dermawan, arif, dan bijaksana. Karena tidak adanya pemerintahan pusat, hubungan antar suku sering terjadi konflik, peperangan antar suku biasa terjadi di antara mereka, misalnya peperangan yang terjadi antara Bani Bakr dan Bani Taghlib yang disebut perang Basus. Perang Basus berlangsung selama 40 tahun, perang tersebut terjadi karena hal sepele yaitu karena unta milik anggota salah satu suku dilukai oleh anggota suku lainnya.

Peperangan di dunia Arab sering terjadi terus menerus, meskipun suku Badui hanya tunduk pada pemimpin mereka Syaikh dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu, di luar dari itu Syaikh tidak memiliki kuasa untuk mengatur anggota kabilahnya. Peperangan yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan kebudayaan mereka tidak berkembang, oleh sebab itu bahan-bahan sejarah pra-Islam sangatlah langka untuk didapatkan di dunia Arab. Sejarah mereka hanya dapat diketahui sekitar 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam.

Sebagian besar penduduk Arab adalah penyair, sehingga seni sastra terutama puisi sangat berkembang pesat di sana. Para penyair menjadi pemberi nasihat, juru bicara suatu kabilah atau suku, dan para penyair juga ahli sejarah dan intelektual sukunya. Oleh sebab itu penyair memiliki kedudukan terhormat di kalangan kabilah mereka, melalui puisi-puisi merekalah sejarah bangsa Arab pra-Islam dapat ditelusuri.

Sementara kehidupan sosial bangsa Arab sangat tidak mengakui adanya gender. Wanita Arab pada masa itu memiliki posisi paling jelek di antara wanita-wanita lain di dunia. Wanita Arab pada masa Jahiliyah dianggap sebagai benda mati yang tidak memiliki hak apapun termasuk hak untuk dihormati. Seorang laki-laki Arab boleh menikahi wanita berapapun sesuai keinginannya dan bisa menceraikannya kapan saja sesuka hati mereka. Jika seorang ayah diberitahu bahwa bayi yang lahir berjenis kelamin perempuan, maka mereka akan bersedih dan marah bahkan kadang ada juga yang mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup. Kehidupan yang keras di bangsa Arab mendorong para laki-laki di sana untuk memiliki anak laki-laki saja.

Dalam hal pernikahan, lembaga pernikahan bangsa Arab tidak teratur. Wanita boleh menikah dan memiliki suami lebih dari satu (poliandri). Wanita yang memiliki suami membolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk mendapatkan keturunan. Bahkan seorang ibu tiri dinikahi oleh anak tirinya, saudara laki-laki menikahi saudara perempuannya. Wanita bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak memiliki hak waris baik dari suami, ayah dan keluarganya.

Hamba sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab, mereka memperlakukan hamba sahayanya tidak manusiawi. Karena bagi mereka hamba sahaya yang dimiliki menjadi hak penuh mereka baik hidup, mati, fisik maupun mentalnya. Kehidupan sosial Arab Jahiliyah sesungguhnya merupakan manifestasi dari kehidupan barbarisme, karena ketimpangan sosial, penganiayaan, mabuk dengan minuman keras, perjudian, pelacuran dan pembunuhan menjadi pemandangan biasa dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari.

C.  Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan

Sebelum Islam datang mayoritas penduduk Arab Jahiliyah menyembah berhala. Ada bermacam-macam agama yang dianut oleh mereka. Sedangkan minoritas di antara mereka ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia Selatan, dan sedikit yang beragama Hanif. Agama Hanif itu merupakan agama yang mengakui Allah sebagai Tuhan, kepercayaan ini diwarisi turun-temurun dari Nabi Ibrahim as. dan Ismail as.

Agama berhala atau penyembah berhala pertama kali dibawa dari Syam ke Makkah oleh ‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama baru oleh Bani Khuza’ah satu keturunan dengan ‘Amru yang pada saat itu merupakan pemegang kendali Ka’bah. Kemudian agama berhala ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas penduduk kota Makkah.

Setiap kabilah memiliki berhala masing-masing. Jenis dan bentuk berhalanya bermacam-macam, tergantung pada persepsi mereka tentang tuhannya. Berhala-berhala tersebut berpusat di Ka’bah. Kaum Quraisy sebagai penguasa terakhir untuk Ka’bah memiliki beberapa berhala, yang terbesar di antaranya adalah Hubal. Hubal adalah patung berhala yang paling diagungkan, terbuat dari batu aqiq yang berwarna merah dan berbentuk manusia. Tiga berhala lainnya yang terkenal adalah Lata yang terletak di Thaif, Uzza bertempat di Nakhlah sebelah timur Makkah, patung Uzza memiliki kedudukan terbesar kedua setelah Hubal. Patung ketiga adalah Manata yang bertempat di Yatsrib, patung ini lebih populer di kalangan suku Aus dan Khazraj. Ketiga berhala ini disebutkan namanya dalam al-Qur’an surat al-Najm ayat 19 sampai 23. Berhala-berhala tersebut mereka jadikan tempat untuk mengadu dan menanyakan nasib baik dan buruk mereka.

Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail berubah fungsi, yang dulunya sebagai tempat ibadah bagi agama Hanif, kini orang-orang Arab dari berbagai penjuru setiap tahun datang berkunjung ke Makkah untuk menyembah berhala yang mereka tempatkan di sana.

Agama Yahudi masuk ke semenanjung Arabia melalui orang Israel dari Palestina, mereka menetap di Yaman, Khaibar dan Yatsrib. Sedangkan agama Kristen dianut oleh suku-suku yang ada di sebelah utara Jazirah Arab dan dikembangkan oleh pendeta-pendeta Bizantium. Di sebelah selatan Jazirah Arab terutama di Najran ada penduduk Arab yang beragama Kristen yang datang dari kerajaan Habsyi (Ethiopia).

Suku Badui menyembah pohon, bulan dan bintang, karena bagi mereka kehidupan diatur oleh bulan dan bintang bukan matahari, bagi mereka matahari merusak tanaman dan ternak mereka. Sementara itu terdapat beberapa orang yang meninggalkan penyembahan berhala dan kebiasaan jahiliyah lainnya, dan mereka percaya akan adanya Tuhan Allah Swt. Salah satu dari mereka yang percaya kepada Allah adalah Waraqah bin Naufal, orang yang sudah tua yang hafal kitab Injil dan percaya bahwa Muhammad adalah nabi terakhir yang disebut dalam kitab suci tersebut.

Selain itu, orang-orang Arab juga mempercayai pengundian nasib dengan anak panah di hadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar, dan ahli nujum. Di kalangan mereka ada juga yang percaya dengan ramalan nasib sial dengan sesuatu. Ada juga di antara mereka yang percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram jika dendamnya belum dibalaskan, ruhnya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang seraya berkata, “Berilah aku minum, berilah aku minum!” jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruhnya akan menjadi tenteram.

Semua gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala menjadi kegiatan sehari-hari, keyakinan terhadap khayalan dan khurafat selalu menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab, tetapi itu hanya sebagian kecil dianut oleh penduduk Arab, karena kemusyrikan dan penyesatan akidah terlalu berkembang pesat.

Itulah agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan Islam. Namun agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh sama sekali dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarkan berbagai macam khurafat dalam kehidupan beragama, kemudian mengimbas ke kehidupan sosial, politik dan agama.

Sedangkan orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah yang membuat hukum di tengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik di dalam hati mereka. Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan yang semua orang dianjurkan untuk menyucikannya.

Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia. Kalaupun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, namun tidak ada pengaruh yang berarti. Karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan.

Semua agama dan tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.         

Sumber Bacaan:

Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Sejarah Peradaban Arab dan Islam, Cetakan 1, Malang: MISYKAT.

Hasan, Ibrahim. 2006. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cetakan Ke-2, Jilid 1, Jakarta: Kalam Mulia.

Kulsum, Ummu. 2017. Sejarah Peradaban Islam Klasik dan Pertengahan, Pamekasan: Duta Media Publishing.

Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna.

Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan Pertama, Medan: Perdana Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...