Rabu, 13 September 2023

PERADABAN ISLAM MASA NABI MUHAMMAD SAW

A.  Periode Mekah: Sistem Dakwah

Berdasarkan pendekatan historis, periode kehidupan Nabi Muhammad Saw. di Mekah dibagi ke dalam empat fase, setiap fase memiliki nilai sejarah yang amat penting untuk dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin sepanjang masa.

Fase pertama berlangsung sekitar 2 tahun, yaitu sejak dilantik sebagai Rasul sampai saat beliau menempati rumah Al-Arqam sebagai pusat kegiatan dakwah. Yang menerima dakwah beliau pada periode ini dapat dihitung dengan jari, hanya kerabat atau sahabat dekat seperti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar as-Shiddiq. Ada juga dari kalangan bawah termasuk para budak seperti Bilal, Khubab, dan ‘Amr bin Yasir. Nabi Muhammad Saw. mengumpulkan mereka di salah satu sudut Ka’bah, mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an dan menjelaskan pokok-pokok ajaran Islam. Sebagian besar penduduk Mekah tidak keberatan dengan kegiatan Nabi Muhammad Saw. dan pengikutnya ini, asal tuhan-tuhan mereka tidak dijelek-jelekkan. Tapi tidak demikian halnya dengan para elit Quraisy, mereka selalu memata-matai gerakan dakwah Nabi Muhammad Saw. dan menunjukkan kebencian kepada keikutsertaan para budak yang mereka anggap tidak layak berada di sekitar Ka’bah.

Pada fase kedua, yang berlangsung mulai tahun ketiga sampai kelima, kegiatan dakwah dipusatkan di rumah Al-Arqam. Di rumah inilah para pengikut Nabi Muhammad Saw. berkumpul untuk mengikuti pengajaran dari beliau. Para kader lulusan periode pertama mulai berhasil mengajak beberapa pemuda Quraisy masuk Islam, antara lain Usman bin Madz’un, Mush’ab bin Umair, dan Usman bin Affan. Pada tahun ketiga Hamzah bin Abdul Muthalib menyatakan diri memeluk Islam. Barisan pengikut Nabi Muhammad Saw. diperkuat lagi dengan masuk Islamnya Umar bin Khatthab pada tahun kelima. Jumlah pengikut Nabi Muhammad Saw. sampai akhir periode kedua ini tercatat sekitar 70 orang.

Fase ketiga, tahun keenam sampai tahun kesepuluh, adalah periode penuh pergolakan. Nabi Muhammad Saw. dan para pengikutnya keluar dari Dar al-Arqam dan mulai melakukan dakwah terbuka dengan penuh percaya diri. Meskipun beliau telah menempuh cara yang bijaksana dalam menyampaikan ajakan-ajakannya, namun reaksi penolakan dan perlawanan dari kaum Quraisy tetap saja muncul baik dengan cara yang halus maupun yang keras dan kasar.

Ahmad Syalabi menyatakan ada lima faktor penyebab orang Quraisy menolak agama Islam, yaitu: (1) Mereka tidak bisa membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira dengan tunduk kepada seruan Nabi Muhammad Saw. berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. (2) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan dan hari pembalasan di akhirat. (3) Nabi Muhammad Saw. menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini ditolak oleh bangsawan Quraisy. (4) Mereka taklid kepada nenek moyang dan sudah mendarah daging pada bangsa Arab. (5) Pemahat dan penjual patung takut kehilangan mata pencaharian mereka dan menganggap Islam menghalangi rezeki mereka. 

Karena kekerasan dan penindasan tidak berhasil menyurutkan bahkan lebih meneguhkan tekad Muhammad Saw. dan pengikutnya untuk terus melancarkan dakwah, maka para elit Quraisy berpikir keras mencari metode yang lain. Mereka memutuskan untuk melakukan blokade dan boikot, bukan saja kepada Muhammad Saw. dan pengikutnya tapi kepada semua keluarga Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim. Mereka didesak untuk menempati wilayah yang dikuasai oleh keluarga Abu Thalib. Wilayah itu dikepung, semua akses perdagangan ditutup dan suplai bahan pangan dihentikan. Blokade ini berjalan selama 2 tahun, sehingga persediaan pangan mereka habis, dan mereka semua terancam mati kelaparan. Akan tetapi blokade ini akhirnya dihentikan atas campur tangan Al-Muth’am bin Jubeir, seorang tokoh Quraisy yang sejak semula tidak setuju dengan tindakan tidak berprikemanusiaan itu.

Selepas blokade, Muhammad Saw. dan para pengikutnya harus menarik nafas panjang untuk memulai kembali kegiatan dakwah. Dalam pada itu, kondisi kesehatan Khadijah mulai menurun. Perjuangan panjang menemani dan mendukung sang suami dengan penuh ketabahan, apalagi dalam masa boikot dua tahun terakhir, mempengaruhi kesehatannya. Pada tahun ke-10 beliau wafat. Sementara Abu Thalib yang semakin tua, setelah dengan segala kemampuan yang dimiliki mendukung dan melindungi keponakannya, juga wafat pada tahun yang sama. Tahun ini disebut dalam sejarah sebagai tahun duka cita (‘amul huzni).

Di tengah duka cita mendalam yang dirasakan oleh Muhammad Saw., menyusul beberapa peristiwa yang dialaminya, Allah berkenan membawanya melanglang buana menembus alam semesta. Beliau diperjalankan oleh Allah di suatu malam dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Yerusalem, kemudian diangkat ke puncak langit sampai sidratul muntaha, setelah itu diturunkan kembali ke Mekah tempat beliau berpijak. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini sarat dengan keajaiban, dan oleh karenanya kontroversial. Sampai-sampai beberapa orang yang masih lemah imannya, gara-gara peristiwa ini, keluar dari agama Islam. Namun ada pula yang semakin teguh, seperti Abu Bakar as-Shiddiq. Tapi bagi Nabi Muhammad Saw. sendiri, apa yang beliau alami dalam perjalanan Isra’ Mi’raj ini ibarat suntikan darah segar, yang memperteguh semangat beliau yang tak pernah pudar untuk terus menjalankan misi dakwahnya.

Di Mekah, beliau tidak lagi memperoleh perlindungan dari sukunya. Sepeninggal Abu Thalib, kepemimpinan suku Bani Abdul Muthalib jatuh ke tangan pamannya, Abu Lahab. Tentu beliau tidak bisa mengharapkan perlindungan apapun darinya. Sepulang dari Thaif, beliau mencoba mengemukakan hal itu, tapi Abu Lahab menyatakan bersedia memberikan perlindungan dengan syarat beliau menghentikan sama sekali kegiatan dakwahnya. Kesediaan memberikan perlindungan itu kemudian datang dari Al-Muth’am bin Jubeir dengan syarat yang lebih ringan yaitu Muhammad Saw. tidak melakukan dakwah di dalam kota Mekah.

Sejak saat itu, Nabi Muhammad Saw. memasuki fase dakwahnya yang keempat di Mekah. Setiap pagi ditemani oleh Abu Bakar as-Shiddiq atau sahabat lain, Nabi Muhammad Saw. berkunjung ke perkampungan suku-suku di luar kota Mekah. Ini ternyata tidak mudah. Tidak ada respon positif dari mereka. Salah satu penyebabnya karena suku-suku kecil di sekitar Mekah itu punya ketergantungan yang tinggi kepada suku Quraisy. Hasil upaya Nabi Muhammad Saw. ini bisa dikatakan nol besar. Tapi kegagalan demi kegagalan tidak membuat beliau kecewa apalagi putus asa. Harapan dan optimisme tetap menyala di dalam rongga dada beliau, oleh karena itu gerakan dakwah tidak boleh dihentikan.

Intisari dakwah Islam yang diberikan Nabi Muhammad Saw. di Mekah selama lebih kurang 13 tahun meliputi i’tikad dan keimanan, amal ibadat, serta akhlak.

B.  Periode Madinah: Pembentukan Sistem Sosial, Politik, Militer, dan Ekonomi

Periode Madinah berlangsung selama 10 tahun. Dalam waktu yang amat pendek dalam hitungan sejarah itu, Nabi Muhammad Saw. menyelesaikan tugas beliau dengan hasil yang gemilang dan spektakuler. Keberhasilan Nabi Muhammad Saw. di Madinah itu dipersepsikan oleh banyak orang, termasuk sebagian penulis sirah nabawiyah, karena kesiapan dan dukungan penuh masyarakat Madinah yang telah memeluk agama Islam. Persepsi ini tidak tepat, karena dukungan masyarakat hanya merupakan salah satu faktor bukan satu-satunya.

Berdasarkan analisis sejarah, keberhasilan itu terwujud justru karena perencanaan yang matang, dengan visi dan misi yang jelas. Ketika mengutus Mush’ab bin Umeir ke Madinah sesudah persetujuan Aqabah I, Nabi Muhammad Saw. juga meminta kepadanya untuk membuat pemetaan menyeluruh wilayah Yatsrib, bukan hanya peta geografis, tapi juga peta permasalahan yang menyangkut kependudukan, perekonomian, hubungan antar suku, dan lain sebagainya. Berdasarkan informasi yang diterima dari Mush’ab bin Umeir itulah beliau membuat perencanaan strategis dan menyusun tahapan-tahapan yang akan ditempuhnya. Maka semua langkah yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Saw. sejak menginjakkan kakinya di bumi Yatsrib, adalah langkah yang terencana, bukan spontanitas dan sporadis.

1.    Hijrah ke Yatsrib

Setelah mendapat perintah dari Allah untuk hijrah, Nabi Muhammad Saw. menemui Abu Bakar as-Shiddiq untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan ketika perjalanan menuju Yatsrib. Dalam perjalanan ke Yatsrib bersama Abu Bakar as-Shiddiq beliau berhenti di Quba (sebuah desa yang berjarak 5 KM dari Yatsrib). Beliau beristirahat beberapa hari di desa Quba dan menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi Muhammad Saw. membangun masjid, dan ini merupakan masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad Saw. sebagai pusat peribadatan. Beberapa hari kemudian Ali bin Abi Thalib bergabung dengan Nabi Muhammad Saw. setelah menyelesaikan segala urusan di Mekah. Nabi Muhammad Saw. akhirnya tiba di Yatsrib, penduduk kota ini menerima beliau dengan senang hati penuh bahagia. Sejak saat itu sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw., Yatsrib ini berubah menjadi nama menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi).

Setelah tiba dan diterima oleh penduduk Madinah, Nabi Muhammad Saw. resmi menjadi pemimpin kota ini. Berbeda dengan periode Mekah di mana umat Islam menjadi golongan minoritas, di Madinah mereka menjadi golongan mayoritas. Di Mekah Nabi Muhammad Saw. hanya berfungsi sebagai Rasul, tetapi di Madinah beliau menjadi Rasul sekaligus kepala negara. Turun ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat di Madinah ini.

2.    Membangun Masyarakat Islam

Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi Muhammad Saw. meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam. Pertama, pembangunan masjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang, mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi Muhammad Saw. menginginkan agar seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan. Maka beliau membangun sebuah masjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Kedua, Nabi Muhammad Saw. mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal Mekah) dan kaum Anshar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar as-Shiddiq, misalnya, dipersaudarakan Nabi Muhammad Saw. dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin Jabal. Hal ini berarti Nabi Muhammad Saw. menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan kesukuan di zaman jahiliyah.

Nabi Muhammad Saw. menjadikan persaudaraan ini sebagai suatu ikatan yang harus benar-benar dilaksanakan, bukan sekedar isapan jempol dan omong kosong semata melainkan harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta, saling mengasihi dan memberikan pertolongan dalam persaudaraan ini. Nabi Muhammad Saw. mempersaudarakan mereka dengan ketentuan-ketentuan agama Islam atas keridhaan Allah. Dengan hikmah kepintarannya ini, Nabi Muhammad Saw. telah berhasil memancangkan sendi-sendi masyarakat yang baru. Beliau juga menganjurkan agar mereka menyedekahkan hartanya, dan juga menganjurkan mereka agar menahan diri dan tidak suka meminta-minta, kecuali terpaksa, dan menyeru agar senantiasa sabar dan merasa puas.

Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka, membekali mereka dengan nilai-nilai yang tinggi. Sehingga mereka tampil sebagai sosok yang ideal dan manusia yang sempurna. Dengan cara ini Nabi Muhammad Saw. mampu membangun sebuah masyarakat yang baru di Madinah, yaitu suatu masyarakat yang mulia lagi mengagumkan yang dikenal sejarah.

3.    Mengadakan Perjanjian dengan Non-Muslim (Konstitusi Madinah)

Awal kedatangan Nabi Muhammad Saw. ke Madinah, penduduk kota itu terdapat tiga kelompok, mereka adalah kelompok Arab muslim, kelompok Arab non-muslim, dan kelompok Yahudi. Dalam menyelaraskan hubungan antar ketiga kelompok tersebut, Nabi Muhammad Saw. mengadakan perjanjian dalam piagam yang dinamakan “Konstitusi Madinah” yang isinya: pertama, semua pihak yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa. Kedua, jika salah satu kelompok atau anggota diserang musuh, maka kelompok yang lain wajib membela dan membantu.

Ketiga, setiap kelompok dilarang untuk membentuk perjanjian apapun dengan orang-orang Quraisy. Keempat, setiap kelompok diberikan kebebasan dalam menjalankan agamanya tanpa campur tangan kelompok lain. Kelima, penduduk Madinah, baik muslim, non-muslim, ataupun orang-orang Yahudi wajib saling tolong menolong baik moril maupun materiil. Keenam, Nabi Muhammad Saw. adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan beliau menyelesaikan setiap masalah yang timbul antar kelompok atau golongan.

Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan sekitarnya seakan-akan merupakan satu negara yang makmur. Pelaksana pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang Islam, sehingga dengan begitu Madinah benar-benar menjadi ibu kota bagi Islam.

Berdasarkan konstitusi tersebut diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw. telah membentuk negara Islam di Madinah dan menjadi kepala pemerintahan yang memiliki otoritas menyelesaikan masalah yang timbul berdasarkan konstitusi.   

4.    Politik dan Pemerintahan Madinah

Eksistensi Madinah sebagai kekuatan ekonomi, agama, dan politik serta perpaduan antara keagamaan ideologi adalah suatu tradisi baru dalam peradaban manusia yang sebelumnya tidak dikenal, apalagi dalam konteks kebudayaan bangsa Arab telah membawa revolusi rohani dan pemikiran yang memproyeksikan pembangunan tata dunia baru yang berpijak pada kekuatan moral dan bertumpu pada kekuatan agama dalam membentuk etika, di mana kekuasaan harus berpegang pada akhlak, persamaan dan saling menghormati.

Sistem pemerintahan yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. dengan konsep “al-mujtama’ al-madani” yang dikaitkan dengan tradisi “al-banafiyyah al-sambah” sebagai tujuan siyasah syar’iyyah yang meletakkan dasar politik Islam sebagai risalah universal. Nabi Muhammad Saw. telah meletakkan pondasi untuk mengokohkan keindahan Islam sebagai sistem hidup menyeluruh, di dalamnya mencakup bidang kemasyarakatan, ekonomi, politik, pendidikan dan kenegaraan.

Tata kelola pemerintahan Madinah sebagai berikut:

1)   Sistem mua’khah, masjid dan piagam Madinah. Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kepada kaum Muhajirin dan kaum Anshar persaudaraan atau mu’akhah. Masjid sebagai institusi negara dan instrumen sekaligus benteng moral dan keutuhan masyarakat Islam. Piagam Madinah meliputi urusan ibadah, kebijakan, toleransi, dan melahirkan lambang kedaulatan negara Madinah.

2) Manajemen pemerintahan dibagi dalam beberapa poin penting, yaitu, pertama, tata kelola pemerintahan pusat, sistem ini menguatkan hubungan antar negara. Kedua, pemerintahan wilayah, Nabi Muhammad Saw. membuat berbagai perjanjian damai dalam rangka meningkatkan kerjasama, prinsip kebenaran dan keadilan. Ketiga, manajemen keagamaan, mutu pendidikan selalu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas ilmu dan inovasi di bidang masing-masing. Keempat, manajemen keuangan, Madinah mendorong usaha penduduknya di bidang pertanian dan perdagangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas investasi. Kelima, strategi militer, berbagai hubungan dengan kabilah, komunitas, dan entitas lain telah menyumbangkan apresiasi ke arah utama untuk ketahanan negara dalam menumbuhkan hubungan global yang lebih menjanjikan stabilitas.

5.    Pembangunan Ekonomi

Sektor pertanian (ghiratsah) memperoleh perhatian utama Nabi Muhammad Saw. dalam pembangunan ekonomi Madinah. Beliau tahu benar bahwa karakteristik tanah dan penduduk Madinah berbeda dengan Mekah. Penduduk Mekah memiliki naluri dagang yang kuat karena tanah mereka tandus tidak bisa ditanami. Sementara penduduk Madinah suka menanam karena tanah mereka relatif subur. Nabi Muhammad Saw. memberikan arahan kepada penduduk Madinah untuk menanam gandum, kurma, dan buah-buahan. Beliau juga mengajarkan bahwa bekerja adalah ibadah. Beliau bersabda, “Barang siapa menanam kurma di dunia dia akan memperoleh taman di surga”. Menyaksikan seorang petani yang tekun merawat pohon kurmanya dengan tangannya sendiri, beliau bersabda, “Tangan itu sungguh penuh berkah”. Pembangunan pasar adalah tahap berikutnya, setelah produksi pertanian Madinah melimpah. Pasar Madinah nantinya menjadi pusat perdagangan komoditas pertanian terbesar di semenanjung Arabia.

Sumber Bacaan:

Abu Khalil, Syauqi. 2007. Al-Hadhārah al-Arabiyah al-Islāmiyah, Damaskus: Dar al-Fikr.

Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Sejarah Peradaban Arab dan Islam, Cetakan 1, Malang: MISYKAT.

Kulsum, Ummu. 2021. Sejarah Peradaban Islam Klasik dan Pertengahan, Pamekasan: Duta Media Publishing.

Mahmudunnasir, Syed. 1988. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosda Karya.

Nasution, Syamruddin. 2013. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan Ketiga, Riau: Yayasan Pusaka Riau.

Syalabi, Ahmad. 1978. Mausū’ah al-Tārikh al-Islāmy wa al-Hadhārah al-Islāmiyah, Juz I, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah.

Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan Pertama, Medan: Perdana Publishing. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejak Waktu: Memetik Hikmah di Setiap Langkah Perjalanan Hidup

“ Waktu adalah perjalanan, ambillah pelajaran dari setiap kejadian ” adalah ungkapan yang menggambarkan bagaimana waktu tidak hanya berger...