Ada empat poin penting
dalam memaknai filosofi logo peringatan haul ke-4 guru mulia KH. M.
Basori Alwi Murtadho yaitu angka 4, kubah, pena, dan warna biru. Poin-poin
penting dalam nilai-nilai filosofis tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman
dan motivasi dalam menjalani kehidupan.
Filosofi Angka 4
Hari ini Kamis, 8
Februari 2024 M/27 Rajab 1445 H, ketika embun pagi menyirami bumi, kita
memperingati haul ke-4 wafatnya guru mulia, KH. M. Basori Alwi Murtadho. Seperti bintang yang bersinar di
langit malam, KH. M. Basori Alwi Murtadho meninggalkan jejak-jejak cahaya kebenaran
yang tak terpadamkan. Seperti dedaunan yang gugur dan menjadi tanah subur,
kepergian beliau mengajarkan bahwa kehidupan hakiki terletak pada kebajikan dan
pemberian tanpa pamrih. Beliau adalah sosok yang mencerminkan keindahan
ketulusan dan kerendahan hati.
Sebagaimana air yang mengalir dalam sungai kehidupan, KH. M. Basori Alwi
Murtadho mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan kearifan bukanlah milik
segelintir orang, melainkan harta yang harus disebarkan kepada seluruh umat
manusia utamanya melalui mengajar, sebagaimana yang sering beliau sampaikan
berulang-ulang kepada para santri “لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْعِلْمِ
التَّعْلِيْمُ” (Segala
sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya ilmu adalah mengajar). Haul ke-4 adalah
momentum untuk mengenang dan merenung, sekaligus menggugah semangat untuk
meneruskan perjuangan kebaikan yang telah dilakukan oleh beliau.
Melalui peringatan haul ke-4 ini, kita diundang untuk menyalakan
lilin-lilin kebaikan dalam diri, sebagaimana KH. M. Basori Alwi Murtadho telah
melakukannya selama hidupnya. Seperti matahari yang terus bersinar meski tak
terlihat, KH. M. Basori Alwi Murtadho hadir dalam kehidupan kita melalui
warisan nilai-nilai luhur yang telah beliau persembahkan. Di setiap langkah, kita
dapat merasakan kehadiran beliau yang mengajak kita menuju kejernihan hati dan
kedamaian batin. Filosofi haul ke-4 dari wafatnya guru mulia KH. M. Basori Alwi
Murtadho membawa kita kepada kesadaran akan keindahan perjalanan rohaniah.
Seperti pepohonan yang merentangkan dedaunan di langit, beliau memberikan
bayangan kedamaian dan keteduhan bagi setiap insan yang berjalan di bawah
naungan ajaran dan petunjuk yang beliau tinggalkan.
Filosofi
Kubah
Kubah masjid memiliki makna spiritual tersendiri di
mana diasosiasikan sebagai tempat tinggi yang menyimbolkan keagungan dan kebijaksanaan ajaran Islam.
Kubah, dengan bentuk melingkar dan arsitektur yang megah, mengandung makna
mendalam yang mencerminkan nilai-nilai spiritual dan filosofis dalam agama
Islam.
Kubah sebagai penutup atap masjid memiliki makna simbolis yang mendalam.
Bentuk melingkar kubah melambangkan kesatuan dan keteguhan dalam kepercayaan
kepada Allah. Bagai mahkota surgawi yang memayungi umat Islam, kubah
menunjukkan keindahan dan kemuliaan dalam beribadah. Kubah bukan hanya sebagai
elemen arsitektur, tetapi juga sebagai pintu gerbang spiritual menuju kesucian
dan kedamaian batin. Warna-warna yang dipilih untuk menghiasi kubah, seperti
biru langit atau emas yang bersinar, membawa pesan harmoni dan spiritualitas.
Kubah menjadi cermin dari keelokan alam semesta ciptaan-Nya dan mengajarkan
untuk memandang hidup ini sebagai perjalanan spiritual yang penuh warna.
Kubah yang menjulang tinggi seperti menara kemuliaan, mengajarkan
kebesaran dan keagungan Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang,
perdamaian, dan keadilan. Kubah menciptakan ruang suci yang memberikan
kedamaian dan ketenangan bagi yang berada di dalamnya. Sebagaimana langit yang
membentang luas, kubah mengajak umat Islam untuk melampaui batas-batas dunia
fana dan mencari kedekatan dengan Sang Khalik. Kubah bukan hanya sebuah
struktur fisik, tetapi kubah adalah simbol kesatuan umat dalam ikatan iman yang
kuat. Melalui kubah, umat Islam diingatkan untuk senantiasa merawat dan memelihara
ajaran Islam sebagai cahaya pencerahan dalam kehidupan sehari-hari.
Filosofi
Pena
Di balik lembaran putih yang hening, pena menjadi alat yang mengukir ilmu,
pengetahuan, kisah-kisah kebijaksanaan yang inspiratif, dan keindahan batin.
Dalam tangan KH. M. Basori Alwi Murtadho, pena bukan sekadar instrumen menulis,
melainkan pencerminan dari jiwa yang penuh hikmah dan cinta ilmu. Setiap
goresan pena beliau adalah sebuah perjalanan spiritual yang melibatkan hati dan
pikiran.
Pena, sebagai alat yang menyatu dengan jari-jari beliau, menciptakan
tulisan-tulisan indah dan bernas yang melambangkan kedalaman ilmu dan
kematangan profesional. Seperti tari pena di atas kertas, KH. M. Basori Alwi
Murtadho menari dengan kata-kata yang sarat makna, membawa pembaca ke dalam
aliran pemikiran yang mendalam dan merenung. Pena beliau bukan hanya menorehkan
huruf-huruf, tetapi juga menyematkan nilai-nilai luhur yang membimbing umat.
Setiap goresan pena menjadi jejak kebijaksanaan dan keilmuan. Seperti
aliran sungai yang membawa kehidupan, pena KH. M. Basori Alwi Murtadho
mengalirkan ide-ide cemerlang dan pemikiran yang memancarkan sinar kebenaran.
Pena menjadi sarana untuk menyampaikan dakwah dan pendidikan, menjadikannya
sebagai penerang bagi yang haus akan ilmu dan kebijaksanaan. Cukuplah menjadi
bukti ‘ketajaman pena’ beliau lahirnya karya-karya seperti Madarij al-Durus
al-Arabiyah (4 jilid), mabadi’ ilm al-tajwid (pokok-pokok ilmu
tajwid), kumpulan khutbah Jum’at, petunjuk singkat tentang qurban, risalah
tentang tepat dan salah baca dalam al-Qur’an, bina ucap (makhraj dan sifat
huruf serta hamzah washal dan qatha’), zikir ba’da shalat Jum’at, zakat dan
penggunaannya, hukum talqin dan tahlil, tarawih dan dasar hukumnya, serta
beberapa kitab dan risalah lainnya yang populer di kalangan pesantren dan warga
NU.
Pena beliau, bagai pahatan seni di atas batu, menggambarkan keindahan
dan kebesaran ajaran Islam. Dalam setiap coretan, terkandung nilai-nilai
kesederhanaan, kerendahan hati, dan cinta kasih. Pena menjadi perantara antara
pemikiran dan hati, menciptakan dunia kata-kata yang menggugah jiwa dan memberi
inspirasi untuk mencari kebenaran.
Torehan pena KH. M. Basori Alwi Murtadho bukan sekadar tulisan,
melainkan permata intelektualitas yang berserak di sepanjang jalan pemahaman
agama dan kehidupan. Pena beliau adalah alat perjuangan untuk menyebarkan
kebenaran dan membentuk karakter umat. Setiap kalimatnya seperti petunjuk jalan
yang mengarahkan kepada kebahagiaan sejati dan keberhasilan di dunia dan
akhirat. Pena KH. M. Basori Alwi Murtadho bukan hanya menghasilkan tulisan dan
karya, tetapi juga menginspirasi generasi untuk terus berkarya dan
berkontribusi bagi kemajuan umat dan kehidupan bermasyarakat.
Filosofi
Warna Biru
Warna biru dengan kelembutannya, mengajarkan para santri untuk menemukan
ketenangan dalam hati mereka sebagaimana langit yang tenang di senja hari.
Pesantren Ilmu Al-Qur'an bukan hanya tempat pembelajaran, tetapi juga medan
spiritual yang merangkul para santri dalam suasana keteduhan. Warna biru pada ‘dinding-dinding
pesantren’ adalah pengingat akan kedamaian batin yang dapat ditemukan melalui
penghayatan al-Qur'an.
Setiap nuansa biru, seperti embun pagi yang menyejukkan, mengajak para
santri untuk meresapi pesan-pesan al-Qur'an dengan hati yang lapang dan penuh
kasih. Biru adalah warna yang menenangkan, dan demikian pula ajaran al-Qur'an
yang mengajarkan ketakwaan, kebijaksanaan, kesabaran, dan lain sebagainya.
Dalam suasana biru yang mendalam, para santri diajak untuk merenung dan
menghayati ayat-ayat suci al-Qur'an dengan penuh kehormatan.
Warna biru sebagai karakteristik Pesantren Ilmu Al-Qur'an bukan hanya
mencerminkan keteduhan, tetapi juga kesantunan. Biru adalah warna yang lembut
namun penuh keagungan, sebagaimana kesantunan dalam beragama yang menjadi
landasan ajaran Islam. Pesantren Ilmu Al-Qur'an mengajarkan para santri untuk
menjaga adab dan sikap santun dalam setiap aspek kehidupan, mengikuti jejak baginda
Rasulillah s.a.w. yang senantiasa memberikan contoh kesantunan dan keramahan.
Warna biru menggambarkan ketenangan dan mencerminkan kebersihan serta
kejernihan hati. Sebagaimana air yang mengalir jernih di mata air, para santri
diajarkan untuk menjaga kebersihan jiwa dan hati agar mampu meresapi ajaran al-Qur'an
dengan lebih baik. Biru adalah panggilan untuk menjadikan hati yang bersih
sebagai wadah yang menerima cahaya dan pesan ilahi. Dalam keindahan warna biru,
Pesantren Ilmu Al-Qur'an mengajarkan tentang makna sejati dalam menjalani
kehidupan dan meraih keberkahan dari Sang Pencipta.
Semoga dengan peringatan haul ke-4 guru mulia KH. M. Basori Alwi
Murtadho bisa menginspirasi kita untuk bisa menjadi pribadi yang bertakwa,
semangat dalam berdakwah, dan produktif dalam berkarya guna menciptakan
‘jejak-jejak kehidupan’ sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Murabbi
Arwahina KH. M. Basori Alwi Murtadho. Lahul fatihah...!