Lisan
adalah anugerah yang luar biasa dari Tuhan, memberikan manusia kemampuan untuk
berkomunikasi, menyampaikan ide, dan menciptakan perubahan di dunia. Namun,
kekuatan ini harus diiringi dengan tanggung jawab yang besar. Ungkapan سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ (salāmatul insān fi hifdhil lisān)
"keselamatan manusia di dalam menjaga lisan" mengingatkan kita bahwa
apa yang kita ucapkan dapat menjadi sumber kebaikan atau kerusakan. Kata-kata
yang keluar dari lisan, meskipun ringan diucapkan, dapat meninggalkan dampak
yang dalam, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, menjaga
lisan bukan hanya soal etika, tetapi juga tanggung jawab moral yang menentukan
keselamatan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam
tradisi agama dan budaya, menjaga lisan selalu menjadi salah satu ajaran
penting. Dalam Islam, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” Pesan ini
menggarisbawahi bahwa ucapan yang tidak baik lebih baik ditahan daripada
dibiarkan melukai orang lain. Begitu pula dalam berbagai budaya di dunia,
terdapat pepatah yang menyerukan kehati-hatian dalam berkata-kata, seperti
ungkapan “lidah lebih tajam daripada pedang.” Hal ini menunjukkan bahwa kendali
atas lisan adalah bagian integral dari kebijaksanaan hidup.
Tidak
menjaga lisan dapat membawa bahaya besar bagi hubungan sosial, bahkan pada
tingkat yang lebih luas seperti masyarakat dan bangsa. Sebuah ucapan yang kasar
atau tidak dipikirkan dapat memecah belah, menyulut konflik, dan menciptakan
permusuhan. Sebaliknya, lisan yang terjaga dapat menjadi jembatan yang
menghubungkan manusia, menciptakan kedamaian, dan mempererat persaudaraan.
Dengan memilih kata-kata yang membangun, kita tidak hanya menjaga perasaan
orang lain tetapi juga menciptakan lingkungan yang harmonis di sekitar kita.
Lebih
jauh lagi, menjaga lisan juga penting untuk keselamatan pribadi. Banyak masalah
yang dihadapi manusia, seperti perselisihan, perasaan bersalah, atau bahkan
konsekuensi hukum, bermula dari ucapan yang tidak terkontrol. Kata-kata yang
dilontarkan tanpa dipikirkan dapat menjadi jebakan yang berbalik menyerang diri
sendiri. Oleh karena itu, penting untuk berlatih berbicara dengan penuh
kesadaran dan bijak, karena keselamatan diri sering kali bergantung pada
bagaimana kita menggunakan lisan.
Menjaga lisan juga merupakan cerminan dari karakter dan kedewasaan seseorang. Orang yang mampu mengontrol ucapannya menunjukkan kecerdasan emosional dan penghormatan terhadap nilai-nilai moral. Ia tidak mudah terprovokasi atau tergoda untuk mengucapkan hal-hal yang merugikan. Sebaliknya, ia memilih kata-kata dengan penuh kehati-hatian dan memperhatikan dampaknya terhadap orang lain. Sikap seperti ini menjadikan seseorang lebih dihormati, dipercaya, dan dicintai dalam lingkungannya.
Pada akhirnya, menjaga lisan adalah bentuk investasi jangka panjang untuk kebaikan diri dan orang lain. Ketika kita berbicara dengan hati-hati dan tulus, kita menanam benih kebaikan yang akan kembali kepada kita dalam bentuk kebahagiaan, kedamaian, dan keharmonisan. Keselamatan manusia, baik fisik maupun spiritual, bermula dari bagaimana ia menjaga lisan. Maka, mari jadikan ucapan kita sebagai sumber inspirasi, kekuatan, dan kedamaian bagi dunia di sekitar kita. Sebab, seperti mutiara bijak berkata, "Kata-kata yang baik adalah sedekah, dan diam adalah emas yang tak ternilai."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar