Hadis جَالِسُوا
الْكُبَرَاءَ، وَسَائِلُوا الْعُلَمَاءَ، وَخَالِطُوا الْحُكَمَاءَ (jālisul
kubarā, wa sāilul ‘ulamā, wa khālithul hukamā) “Duduklah bersama orang-orang besar,
bertanyalah kepada para cendekiawan, dan bergaullah dengan orang-orang ahli
hikmah” yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabarani ini mengandung
pesan moral yang sangat mendalam, mengarahkan umat Islam untuk memilih
lingkungan dan interaksi yang memperkaya jiwa, akal, dan hikmah. Dalam konteks
sosial, hadis ini memberikan petunjuk untuk senantiasa belajar dari orang-orang
yang memiliki keutamaan dalam berbagai aspek kehidupan. Kata “jālisul kubarā”
menekankan pentingnya berkumpul dengan orang-orang besar, yang dapat dimaknai
sebagai mereka yang memiliki integritas moral, kedudukan yang terhormat, atau
pengalaman hidup yang kaya. Dengan berinteraksi dengan mereka, seseorang dapat
menyerap kebijaksanaan hidup dan keteladanan yang tidak hanya bermanfaat bagi
diri sendiri tetapi juga masyarakat luas.
Aspek kedua dari hadis ini, “wa sāilul ‘ulamā” atau
bertanya kepada para ulama, menekankan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai
cahaya kehidupan. Dalam Islam, ulama adalah pewaris para nabi, yang tugasnya
adalah membimbing umat dengan ilmu agama dan dunia yang benar. Bertanya kepada
mereka tidak hanya mengindikasikan adab dalam menuntut ilmu, tetapi juga
menunjukkan keutamaan sikap rendah hati dalam belajar. Seseorang yang bertanya
dengan niat tulus untuk mencari kebenaran akan mendapatkan ilmu yang
mendekatkan dirinya kepada Allah dan meningkatkan kemaslahatan hidupnya.
Sementara itu, “wa khālithul hukamā” atau
bergaul dengan para ahli hikmah, menyoroti pentingnya memilih teman dan
lingkungan yang penuh dengan kebijaksanaan. Ahli hikmah tidak selalu identik
dengan ulama, tetapi mereka adalah orang-orang yang memahami kehidupan dengan
baik, memiliki hati yang bersih, dan kebijaksanaan dalam menyikapi masalah.
Bergaul dengan mereka memberikan inspirasi dalam menjalani kehidupan dengan
cara yang bijak, sabar, dan penuh syukur, meskipun menghadapi tantangan.
Ketiga arahan dalam hadis ini saling
melengkapi. Duduk bersama orang besar memberikan teladan moral dan sosial;
bertanya kepada ulama membuka pintu ilmu dan pengetahuan; sementara bergaul
dengan ahli hikmah mengasah kecerdasan emosional dan spiritual. Jika diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, ketiganya membentuk karakter seseorang menjadi
pribadi yang utuh, memiliki pengetahuan yang luas, moral yang luhur, dan
kebijaksanaan dalam bertindak.
Hadis ini juga memiliki relevansi besar dalam kehidupan modern. Di tengah derasnya arus informasi yang tidak selalu bermanfaat, memilih lingkungan dan guru yang tepat menjadi kebutuhan mendesak. Dalam era digital ini, “kubarā” bisa berarti tokoh panutan yang inspiratif, “ulamā” mencakup para pakar yang mendalami ilmu secara mendalam, dan “hukamā” adalah mereka yang memiliki kepekaan sosial dan kebijaksanaan dalam berbagai kondisi. Prinsip ini mengajarkan bahwa interaksi dengan mereka yang memiliki kualitas unggul adalah investasi jangka panjang dalam membangun peradaban.
Terakhir, hadis ini mengingatkan kita untuk senantiasa introspeksi. Sudahkah kita memilih teman, guru, dan lingkungan yang mendekatkan diri kepada kebaikan? Sudahkah kita menjadi bagian dari mereka yang menginspirasi, membimbing, dan membawa manfaat bagi orang lain? Dengan menjadikan hadis ini sebagai pedoman, kita dapat membangun kehidupan yang tidak hanya bermakna untuk diri sendiri tetapi juga menjadi cahaya bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar