Almaghfurlah KH.
M. Basori Alwi Murtadho, seorang ulama yang bijak, memberikan nasihat mendalam
tentang hakikat ujian dalam kehidupan. Dawuh (nasihat) beliau
mengingatkan bahwa ujian tidak hanya datang dalam bentuk niqmat (نِقْمَةٌ/hal-hal yang membuat seseorang menderita),
seperti kemiskinan, tetapi juga dalam bentuk nikmat (نِعْمَةٌ/hal-hal yang membuat bahagia), seperti
kekayaan. Pernyataan ini mengandung makna filosofis bahwa hidup adalah
rangkaian ujian yang harus dihadapi dengan kesadaran dan kebijaksanaan. Dalam
banyak kasus, justru ujian berupa nikmat lebih sering membuat manusia
terjerumus karena godaannya lebih halus dan sulit disadari.
Ketika seseorang menghadapi kesusahan, ia
cenderung lebih sadar untuk berserah diri kepada Allah. Rasa lemah dan tidak
berdaya sering kali membuat manusia mendekat kepada Sang Pencipta, memohon
pertolongan, dan bersabar. Sebaliknya, ketika hidup dipenuhi kenikmatan, banyak
yang terlena dan lupa bahwa semua itu juga berasal dari Allah. Kekayaan,
keberhasilan, atau kebahagiaan dapat membuat seseorang merasa sombong, lupa
bersyukur, dan bahkan merasa tidak membutuhkan Tuhan. Inilah mengapa ujian
berupa kenikmatan sering kali lebih sulit diatasi.
Ujian berupa kenikmatan menguji integritas
hati dan kedewasaan iman seseorang. Apakah ia mampu menggunakan nikmat tersebut
untuk kebaikan, berbagi kepada sesama, dan tetap rendah hati? Ataukah ia
terjebak dalam kerakusan, kesombongan, atau penyalahgunaan nikmat? Di sinilah
letak tantangan terbesar manusia: menjaga hati tetap bersih meskipun hidup
dipenuhi oleh kemewahan atau kesenangan. Dalam hal ini, dawuh (nasihat) Almaghfurlah
KH. M. Basori Alwi Murtadho menjadi pengingat agar manusia tidak lalai dalam
mensyukuri dan memanfaatkan nikmat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ujian nikmat juga sering kali melibatkan
kepekaan sosial. Seseorang yang diberikan rezeki lebih harus menyadari bahwa
nikmat tersebut bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk membantu
orang lain. Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi orang lain." Jika nikmat itu tidak dimanfaatkan dengan
benar, maka ujian tersebut bisa berubah menjadi bumerang yang merugikan dirinya
di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kunci menghadapi ujian berupa nikmat
adalah sikap syukur dan berbagi.
Selain itu, penting bagi setiap individu untuk
terus mengingat bahwa hidup adalah sementara, dan segala nikmat yang dimiliki
hanyalah titipan Allah. Kesadaran ini akan membantu manusia untuk tidak terlalu
melekat pada dunia. Dengan hati yang ikhlas, seseorang akan mampu menjadikan
setiap nikmat sebagai sarana untuk beribadah, baik melalui sedekah, kerja
keras, maupun amal kebaikan lainnya. Sikap seperti inilah yang menunjukkan
keberhasilan seseorang dalam menghadapi ujian berupa nikmat.
Dawuh (nasihat) Almaghfurlah KH. M. Basori Alwi
Murtadho ini mengajarkan kita untuk terus mawas diri. Baik dalam kesulitan
maupun dalam kelimpahan, kedekatan kepada Allah harus tetap menjadi prioritas
utama. Dengan memahami bahwa segala sesuatu adalah ujian, kita dapat menjalani
hidup dengan lebih bijaksana dan penuh rasa syukur. Pada akhirnya, keberhasilan
sejati bukanlah diukur dari jumlah nikmat yang dimiliki, tetapi dari bagaimana
kita menjaga iman dan amal dalam segala kondisi yang Allah berikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar