Minggu, 29 Desember 2024

Zakat Ilmu: Menghidupkan Keberkahan Melalui Pengajaran

Menjelang haul ke-5 dari mahaguru mulia Almaghfurlah KH. M. Basori Alwi Murtadho yang akan diselenggarakan pada 27 Januari 2025 M/27 Rajab 1446 H, kita diingatkan kembali dawuh (nasihat) masyhur yang penuh hikmah dari pendiri Pesantren Ilmu Al Quran (PIQ) Singosari Malang, yaitu لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْعِلْمِ التَّعْلِيْمُ (likulli syai-in zakātun wa zakātul ‘ilmi at-ta’līmu) “segala sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya ilmu adalah mengajar.” Pernyataan ini mengandung pesan mendalam tentang hakikat ilmu sebagai amanah sekaligus ibadah. Dalam Islam, zakat adalah bentuk pembersihan dan pengabdian yang bertujuan menghidupkan keberkahan. Dengan menjadikan pengajaran sebagai zakat ilmu, KH. M. Basori Alwi Murtadho menegaskan bahwa ilmu tidak boleh dibiarkan menjadi harta mati. Ilmu harus dialirkan kepada orang lain agar manfaatnya meluas, seperti air yang menghidupi tanah kering.

Ilmu adalah anugerah dari Allah Swt. yang diberikan kepada manusia sebagai bentuk keutamaan. Namun, anugerah ini tidak semata-mata untuk disimpan bagi diri sendiri. Dalam pandangan Islam, ilmu yang diamalkan dan diajarkan memiliki nilai keberkahan yang lebih besar dibandingkan dengan ilmu yang hanya dikonsumsi pribadi. Mengajarkan ilmu berarti membagikan cahaya pengetahuan yang mampu menerangi kehidupan orang lain. Inilah wujud zakat ilmu, di mana seorang yang berilmu berbagi untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

KH. M. Basori Alwi Murtadho juga mengingatkan bahwa ilmu yang diajarkan tidak hanya berhenti pada transfer informasi, tetapi juga membangun karakter dan akhlak. Pengajaran yang benar adalah yang mampu menginspirasi murid untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Guru bukan hanya menyampaikan teori, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan spiritual dalam setiap pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian, zakat ilmu melalui pengajaran menjadi investasi amal jariyah yang pahalanya mengalir hingga akhirat.

Di sisi lain, ungkapan ini juga mengandung pesan sosial yang mendalam. Ilmu yang tidak diajarkan akan kehilangan nilai sosialnya dan menjadi sia-sia. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki tanggung jawab untuk membangun peradaban yang lebih baik. Melalui pengajaran, ilmu yang kita miliki bisa menjadi alat perubahan sosial, mendorong kemajuan, dan mengatasi berbagai tantangan zaman. Inilah bentuk kontribusi nyata dari seorang berilmu kepada masyarakat.

Dawuh (nasihat) KH. M. Basori Alwi Murtadho ini juga relevan dalam konteks modern, di mana teknologi memungkinkan ilmu tersebar lebih luas dan cepat. Namun, tantangannya adalah menjaga nilai-nilai keikhlasan dalam berbagi ilmu. Zakat ilmu menuntut keikhlasan untuk mengajarkan tanpa pamrih, menjadikan pengajaran sebagai ibadah, bukan sekadar profesi. Dengan niat yang tulus, pengajaran menjadi sarana meraih ridha Allah Swt. dan mempererat hubungan antarmanusia.

Mengamalkan zakat ilmu melalui pengajaran adalah panggilan setiap Muslim yang berilmu. Dawuh (nasihat) ini mengajarkan bahwa keberkahan ilmu tidak hanya diukur dari sejauh mana ia dipelajari, tetapi juga seberapa besar manfaatnya dirasakan oleh orang lain. Dengan berbagi ilmu, kita tidak hanya menghidupkan ilmu itu sendiri, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas yang menjadi landasan hidup umat manusia. Inilah makna mendalam dari “zakatnya ilmu adalah mengajar.” Ya lahā min nashīhatin mufīdatin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Percaya Diri dan Sadar Diri: Keseimbangan Menuju Kesuksesan Bermakna

Ungkapan " Percaya diri penting, tapi sadar diri lebih penting " mengandung ...