Menjelang haul ke-5 dari mahaguru mulia Almaghfurlah
KH. M. Basori Alwi Murtadho yang akan diselenggarakan pada 27 Januari 2025 M/27
Rajab 1446 H, kita diingatkan kembali dawuh (nasihat) masyhur yang penuh
hikmah dari pendiri Pesantren Ilmu Al Quran (PIQ) Singosari Malang, yaitu لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْعِلْمِ التَّعْلِيْمُ (likulli
syai-in zakātun wa zakātul ‘ilmi at-ta’līmu) “segala sesuatu ada
zakatnya, dan zakatnya ilmu adalah mengajar.” Pernyataan ini mengandung
pesan mendalam tentang hakikat ilmu sebagai amanah sekaligus ibadah. Dalam
Islam, zakat adalah bentuk pembersihan dan pengabdian yang bertujuan
menghidupkan keberkahan. Dengan menjadikan pengajaran sebagai zakat ilmu, KH. M.
Basori Alwi Murtadho menegaskan bahwa ilmu tidak boleh dibiarkan menjadi harta
mati. Ilmu harus dialirkan kepada orang lain agar manfaatnya meluas, seperti air
yang menghidupi tanah kering.
Ilmu adalah anugerah dari Allah Swt. yang
diberikan kepada manusia sebagai bentuk keutamaan. Namun, anugerah ini tidak
semata-mata untuk disimpan bagi diri sendiri. Dalam pandangan Islam, ilmu yang
diamalkan dan diajarkan memiliki nilai keberkahan yang lebih besar dibandingkan
dengan ilmu yang hanya dikonsumsi pribadi. Mengajarkan ilmu berarti membagikan
cahaya pengetahuan yang mampu menerangi kehidupan orang lain. Inilah wujud
zakat ilmu, di mana seorang yang berilmu berbagi untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat.
KH. M. Basori Alwi Murtadho juga mengingatkan
bahwa ilmu yang diajarkan tidak hanya berhenti pada transfer informasi, tetapi
juga membangun karakter dan akhlak. Pengajaran yang benar adalah yang mampu
menginspirasi murid untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Guru bukan hanya
menyampaikan teori, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan
spiritual dalam setiap pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian, zakat ilmu
melalui pengajaran menjadi investasi amal jariyah yang pahalanya mengalir
hingga akhirat.
Di sisi lain, ungkapan ini juga mengandung
pesan sosial yang mendalam. Ilmu yang tidak diajarkan akan kehilangan nilai
sosialnya dan menjadi sia-sia. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki
tanggung jawab untuk membangun peradaban yang lebih baik. Melalui pengajaran,
ilmu yang kita miliki bisa menjadi alat perubahan sosial, mendorong kemajuan,
dan mengatasi berbagai tantangan zaman. Inilah bentuk kontribusi nyata dari seorang
berilmu kepada masyarakat.
Dawuh (nasihat) KH. M. Basori Alwi Murtadho ini juga relevan dalam konteks modern, di mana teknologi memungkinkan ilmu tersebar lebih luas dan cepat. Namun, tantangannya adalah menjaga nilai-nilai keikhlasan dalam berbagi ilmu. Zakat ilmu menuntut keikhlasan untuk mengajarkan tanpa pamrih, menjadikan pengajaran sebagai ibadah, bukan sekadar profesi. Dengan niat yang tulus, pengajaran menjadi sarana meraih ridha Allah Swt. dan mempererat hubungan antarmanusia.
Mengamalkan zakat ilmu melalui pengajaran adalah panggilan setiap Muslim yang berilmu. Dawuh (nasihat) ini mengajarkan bahwa keberkahan ilmu tidak hanya diukur dari sejauh mana ia dipelajari, tetapi juga seberapa besar manfaatnya dirasakan oleh orang lain. Dengan berbagi ilmu, kita tidak hanya menghidupkan ilmu itu sendiri, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas yang menjadi landasan hidup umat manusia. Inilah makna mendalam dari “zakatnya ilmu adalah mengajar.” Ya lahā min nashīhatin mufīdatin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar