Senin, 10 Maret 2025

Hadis Ditinjau dari Kuantitas Rawi (Jumlah Perawi)

Dalam ilmu hadis, salah satu cara mengklasifikasikan hadis adalah berdasarkan kuantitas rawi (jumlah perawi) dalam setiap tingkatan sanad. Klasifikasi ini sangat penting karena mempengaruhi kredibilitas hadis dan tingkat kepastian kebenarannya dalam Islam. Berdasarkan jumlah rawinya, hadis dibagi menjadi Hadis Mutawatir, Hadis Masyhur, dan Hadis Ahad. 

A.   Hadis Mutawatir (الْحَدِيْثُ الْمُتَوَاتِرُ)

Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi di setiap tingkatan sanad, sehingga mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Hadis ini mencapai derajat qath’iy al-tsubūt (pasti kebenarannya). 

Syarat Hadis Mutawatir: 

1. Diriwayatkan oleh banyak perawi di setiap tingkatan sanad. 

2. Mustahil mereka bersepakat untuk berdusta karena jumlahnya yang sangat banyak. 

3. Sanadnya bersambung hingga Rasulullah Saw. 

4. Didasarkan pada panca indera, yaitu perawi benar-benar melihat atau mendengar langsung perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad Saw. 

Pembagian Hadis Mutawatir: 

1. Mutawatir Lafzhi (الْمُتَوَاتِرُ اللَّفْظِيُّ) → Lafaz dan maknanya sama dalam semua riwayat.

Contoh: Hadis tentang ancaman bagi yang berdusta atas nama Rasulullah Saw. 

     مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

2. Mutawatir Maknawi (الْمُتَوَاتِرُ الْمَعْنَوِيُّ) → Maknanya sama, tetapi lafaznya berbeda. 

Contoh: Hadis tentang mengangkat tangan saat berdoa, yang diriwayatkan dalam berbagai lafaz dengan makna yang sama. 

Kedudukan Hadis Mutawatir: 

a.    Pasti benar (qath’iy al-tsubūt) dan wajib diterima.

b.    Menjadi hujjah dalam akidah, syariat, dan hukum Islam. 

B. Hadis Masyhur (الْحَدِيْثُ الْمَشْهُوْرُ)

Hadis masyhur adalah hadis yang awalnya diriwayatkan oleh satu, dua, atau tiga perawi, tetapi kemudian tersebar luas di generasi berikutnya. 

Kategori Hadis Masyhur: 

1. Masyhur di kalangan ahli hadis 

Contoh: Hadis إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

2. Masyhur di kalangan ulama fikih 

Contoh: Hadis الطُّهُوْرُ شَطْرُ الْإِيْمَانِ Bersuci adalah separuh dari iman” (HR. Muslim). 

3. Masyhur di kalangan masyarakat umum 

Contoh: Hadis اِخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ Perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat” (Tidak ditemukan dalam kitab hadis). 

Kedudukan Hadis Masyhur: 

a.    Bisa berstatus shahih, hasan, atau bahkan dha’if, tergantung sanadnya.

b.    Bisa digunakan sebagai hujjah dalam hukum Islam jika sanadnya shahih. 

C. Hadis Ahad (الْحَدِيْثُ الْآحَادُ)

Hadis ahad adalah hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir, yakni jumlah perawinya tidak cukup banyak dalam setiap tingkatan sanad. Hadis ini bersifat dugaan kuat (zhanniy al-tsubūt), sehingga harus diteliti sanad dan matannya sebelum dijadikan hujjah. 

Pembagian Hadis Ahad: 

1. Hadis Gharib (الْحَدِيْثُ الْغَرِيْبُ) → Hanya diriwayatkan oleh satu perawi dalam salah satu tingkatan sanad. 

Contoh: Hadis إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat”, yang pada awalnya hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab r.a. 

2. Hadis Aziz (الْحَدِيْثُ الْعَزِيْزُ) → Diriwayatkan oleh dua perawi dalam setiap tingkatan sanad. 

Contoh: Hadis لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ Tidaklah sempurna iman seseorang sampai aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

3. Hadis Masyhur Ahad (الْحَدِيْثُ الْمَشْهُوْرُ غَيْرُ الْمُتَوَاتِرِ) → Diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih, tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. 

Kedudukan Hadis Ahad: 

a.    Bisa berstatus shahih, hasan, atau dha’if, tergantung sanadnya.

b.    Dapat dijadikan hujjah dalam hukum Islam jika sanadnya shahih.  

Ringkasan Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi

No

Jenis Hadis

Definisi

Contoh Hadis

Kedudukan

1

Hadis Mutawatir

Hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap tingkatan sanad

Hadis tentang ancaman berdusta atas nama Nabi “مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا . . .

Pasti benar (qath’iy al-tsubut) dan wajib diterima dalam akidah dan hukum Islam

2

Hadis Masyhur

Hadis yang awalnya diriwayatkan oleh satu, dua, atau tiga perawi, kemudian menyebar luas

Hadis "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ"

Bisa berstatus shahih, hasan, atau dha’if, tergantung sanadnya

3

Hadis Ahad

Hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai derajat mutawatir dan harus diteliti sanad dan matannya

Hadis gharib "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ" yang awalnya hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab ra.

Bisa berstatus shahih, hasan, atau dha’if; perlu penelitian sebelum dijadikan hujjah

Kesimpulan

1. Hadis Mutawatir → Diriwayatkan oleh banyak perawi dalam semua tingkatan sanad → Pasti benar (qath’iy al-tsubūt). 

2. Hadis Masyhur → Awalnya sedikit perawi, tetapi kemudian banyak → Bisa shahih, hasan, atau dha’if. 

3. Hadis Ahad → Tidak sampai derajat mutawatir → Bersifat zhanniy al-tsubūt, perlu penelitian sanad dan matan. 

Sumber Bacaan:

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1368 H. "Nuzhat al-Nazhar fi Tawdhih Nukhbat al-Fikr", Kairo: Mathba’ah Istiqamah.

Al-Baghdadi, al-Khatib. 1988. "Al-Kifayah fi 'Ilm al-Riwayah", Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Bayhaqi, Ahmad Ibnu al-Husain. 1417 H. "Al-Madkhal ila al-Sunan al-Kubra", Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, "Ushul Hadis: Studi Ilmu Hadis", Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Al-Shalih, Subhi. 1995. "Ulum al-Hadits wa Musthalahuhu" (edisi terjemah: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis), Jakarta: Pustaka Firdaus.

Al-Suyuti, Jalaluddin. 1425 H. "Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi", Kairo: Dar al-Hadis.

Azami, Muhammad Mustafa. 1996. Studies in Hadisth Methodology an Literature, diterjemahkan oleh A. Yamin dengan judul Metodologi Kritik Hadis. Cet. II; Bandung: Pustaka Hidayah.

Ismail, M. Syuhudi. 2007. "Metodologi Penelitian Hadis", Jakarta: Bulan Bintang.

Umar, Toha Yahya, "Pengantar Studi Ilmu Hadis", Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menemukan Terang Setelah Kegelapan: Pelajaran Hidup dari R.A. Kartini

Kalimat inspiratif " Habis Gelap, Terbitlah Terang " yang diucapkan oleh R.A...