Dalam ilmu hadis, salah satu
cara mengklasifikasikan hadis adalah berdasarkan kuantitas rawi (jumlah perawi)
dalam setiap tingkatan sanad. Klasifikasi ini sangat penting karena
mempengaruhi kredibilitas hadis dan tingkat kepastian kebenarannya dalam Islam.
Berdasarkan jumlah rawinya, hadis dibagi menjadi Hadis Mutawatir, Hadis
Masyhur, dan Hadis Ahad.
A.
Hadis
Mutawatir (الْحَدِيْثُ الْمُتَوَاتِرُ)
Hadis mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh banyak perawi di setiap tingkatan sanad, sehingga
mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Hadis ini mencapai derajat qath’iy
al-tsubūt (pasti kebenarannya).
Syarat Hadis Mutawatir:
1.
Diriwayatkan oleh banyak perawi di setiap tingkatan sanad.
2.
Mustahil mereka bersepakat untuk berdusta karena jumlahnya yang sangat
banyak.
3.
Sanadnya bersambung hingga Rasulullah Saw.
4. Didasarkan pada panca indera, yaitu perawi
benar-benar melihat atau mendengar langsung perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad
Saw.
Pembagian Hadis Mutawatir:
1. Mutawatir Lafzhi (الْمُتَوَاتِرُ
اللَّفْظِيُّ) → Lafaz dan maknanya sama dalam semua
riwayat.
Contoh:
Hadis tentang ancaman bagi yang berdusta atas nama Rasulullah Saw.
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “Barang
siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat
duduknya di neraka” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2.
Mutawatir Maknawi (الْمُتَوَاتِرُ الْمَعْنَوِيُّ)
→ Maknanya sama, tetapi lafaznya berbeda.
Contoh:
Hadis tentang mengangkat tangan saat berdoa, yang diriwayatkan dalam berbagai
lafaz dengan makna yang sama.
Kedudukan Hadis Mutawatir:
a.
Pasti benar (qath’iy
al-tsubūt) dan wajib diterima.
b.
Menjadi hujjah dalam
akidah, syariat, dan hukum Islam.
B.
Hadis Masyhur (الْحَدِيْثُ الْمَشْهُوْرُ)
Hadis masyhur adalah hadis yang
awalnya diriwayatkan oleh satu, dua, atau tiga perawi, tetapi kemudian tersebar
luas di generasi berikutnya.
Kategori Hadis Masyhur:
1. Masyhur di kalangan ahli hadis
Contoh:
Hadis إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada
niat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Masyhur
di kalangan ulama fikih
Contoh:
Hadis الطُّهُوْرُ شَطْرُ الْإِيْمَانِ “Bersuci adalah separuh dari iman” (HR.
Muslim).
3. Masyhur di kalangan masyarakat umum
Contoh:
Hadis اِخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ “Perbedaan pendapat di antara umatku adalah
rahmat” (Tidak ditemukan dalam kitab hadis).
Kedudukan Hadis Masyhur:
a.
Bisa berstatus shahih,
hasan, atau bahkan dha’if, tergantung sanadnya.
b.
Bisa digunakan sebagai
hujjah dalam hukum Islam jika sanadnya shahih.
C.
Hadis Ahad (الْحَدِيْثُ الْآحَادُ)
Hadis ahad adalah hadis yang
tidak mencapai derajat mutawatir, yakni jumlah perawinya tidak cukup banyak
dalam setiap tingkatan sanad. Hadis ini bersifat dugaan kuat (zhanniy al-tsubūt),
sehingga harus diteliti sanad dan matannya sebelum dijadikan hujjah.
Pembagian Hadis Ahad:
1. Hadis Gharib (الْحَدِيْثُ الْغَرِيْبُ)
→ Hanya diriwayatkan oleh satu perawi dalam salah satu tingkatan sanad.
Contoh:
Hadis إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada
niat”, yang pada awalnya hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab r.a.
2. Hadis Aziz (الْحَدِيْثُ الْعَزِيْزُ)
→ Diriwayatkan oleh dua perawi dalam setiap tingkatan sanad.
Contoh:
Hadis لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ
مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ “Tidaklah
sempurna iman seseorang sampai aku lebih dia cintai daripada orang tuanya,
anaknya, dan seluruh manusia” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
3. Hadis Masyhur Ahad (الْحَدِيْثُ الْمَشْهُوْرُ
غَيْرُ الْمُتَوَاتِرِ) → Diriwayatkan oleh tiga perawi atau
lebih, tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
Kedudukan
Hadis Ahad:
a.
Bisa berstatus shahih,
hasan, atau dha’if, tergantung sanadnya.
b.
Dapat dijadikan hujjah dalam
hukum Islam jika sanadnya shahih.
Ringkasan Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi
No |
Jenis Hadis |
Definisi |
Contoh Hadis |
Kedudukan |
1 |
Hadis Mutawatir |
Hadis
yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap tingkatan sanad |
Hadis
tentang ancaman berdusta atas nama Nabi “مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا . . . ” |
Pasti
benar (qath’iy al-tsubut) dan wajib diterima dalam akidah dan hukum
Islam |
2 |
Hadis Masyhur |
Hadis
yang awalnya diriwayatkan oleh satu, dua, atau tiga perawi, kemudian menyebar
luas |
Hadis "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ" |
Bisa
berstatus shahih, hasan, atau dha’if, tergantung sanadnya |
3 |
Hadis Ahad |
Hadis
yang jumlah perawinya tidak mencapai derajat mutawatir dan harus diteliti
sanad dan matannya |
Hadis
gharib "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ" yang awalnya
hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab ra. |
Bisa
berstatus shahih, hasan, atau dha’if; perlu penelitian sebelum dijadikan
hujjah |
Kesimpulan
1. Hadis Mutawatir → Diriwayatkan oleh banyak perawi dalam
semua tingkatan sanad → Pasti benar (qath’iy al-tsubūt).
2. Hadis Masyhur → Awalnya sedikit perawi, tetapi kemudian
banyak → Bisa shahih, hasan, atau dha’if.
3. Hadis Ahad → Tidak sampai derajat mutawatir → Bersifat zhanniy
al-tsubūt, perlu penelitian sanad dan matan.
Sumber
Bacaan:
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1368 H. "Nuzhat
al-Nazhar fi Tawdhih Nukhbat al-Fikr", Kairo: Mathba’ah Istiqamah.
Al-Baghdadi, al-Khatib. 1988. "Al-Kifayah
fi 'Ilm al-Riwayah", Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Bayhaqi, Ahmad Ibnu al-Husain.
1417 H. "Al-Madkhal ila al-Sunan al-Kubra", Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, "Ushul
Hadis: Studi Ilmu Hadis", Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Shalih, Subhi. 1995. "Ulum
al-Hadits wa Musthalahuhu" (edisi
terjemah: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis), Jakarta: Pustaka Firdaus.
Al-Suyuti, Jalaluddin. 1425 H. "Tadrib
al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi", Kairo: Dar al-Hadis.
Azami, Muhammad Mustafa. 1996. Studies in Hadisth
Methodology an Literature, diterjemahkan oleh A. Yamin dengan judul
Metodologi Kritik Hadis. Cet. II; Bandung: Pustaka Hidayah.
Ismail, M. Syuhudi. 2007. "Metodologi
Penelitian Hadis", Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar