Hukum Islam (syariat) memiliki
beberapa sumber utama, yaitu Al-Qur'an, hadis, ijma', dan qiyas. Di antara
sumber-sumber tersebut, hadis berperan penting dalam menjelaskan, menafsirkan,
dan melengkapi hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam kajian ushul fikih,
hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an dan memiliki otoritas yang
kuat dalam menentukan hukum syariat.
A.
Peran
Hadis dalam Pembentukan Hukum Islam
Hadis memainkan beberapa peran
penting dalam pembentukan hukum Islam, antara lain:
1. Menjelaskan dan Menafsirkan Al-Qur'an
Banyak ayat dalam Al-Qur'an
yang masih bersifat global (mujmal) dan membutuhkan penjelasan lebih
lanjut. Nabi Muhammad Saw. sebagai penerima wahyu berfungsi untuk menjelaskan
makna dan tata cara penerapan hukum dalam Al-Qur'an.
Contoh:
a. Perintah Shalat dalam Al-Qur'an:
Dalam Al-Qur'an, perintah
shalat disebutkan secara umum: وَأَقِيْمُوا الصَّلَاةَ “Dan dirikanlah shalat." (QS.
Al-Baqarah: 43).
b. Tata cara shalat tidak dijelaskan secara detail dalam
Al-Qur'an, tetapi dijelaskan melalui hadis: صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي
أُصَلِّي "Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari).
2. Menetapkan Hukum yang Tidak Disebutkan dalam Al-Qur'an
Hadis juga menetapkan hukum
dalam perkara yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an.
Contoh:
§ Larangan
Memakan Daging Keledai Jinak:
Dalam Al-Qur'an, tidak ada
larangan eksplisit terkait daging keledai jinak. Namun, hadis menyebutkan
larangan tersebut: إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
melarang kalian dari daging keledai jinak, karena sesungguhnya ia kotor"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
3. Mengkhususkan Hukum yang Umum dalam Al-Qur'an
Beberapa hukum dalam Al-Qur'an
bersifat umum (‘ām) dan hadis berfungsi untuk mengkhususkan (takhshish)
hukum tersebut.
Contoh:
§ Hukum
Pencuri dalam Al-Qur'an:
Al-Qur'an menyatakan secara umum bahwa
tangan pencuri harus dipotong:وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا
أَيْدِيَهُمَا "Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangannya . . ." (QS.
Al-Mā'idah: 38).
Namun, hadis memberikan “batasan” bahwa
pencurian harus mencapai nisab tertentu untuk dikenai hukuman potong tangan. "Tangan
tidak boleh dipotong kecuali dalam pencurian yang mencapai seperempat dinar
atau lebih." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4. Menghapus Hukum yang Pernah Ditetapkan dalam
Al-Qur'an (Naskh)
Dalam beberapa kasus, hadis
dapat menghapus atau menasakh hukum yang sebelumnya ada dalam Al-Qur'an.
Contoh:
§ Larangan
Menziarahi Kuburan:
Pada awal Islam, Rasulullah Saw. melarang
menziarahi kuburan: كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ
فَزُوْرُوْهَا "Aku
dahulu melarang kalian menziarahi kuburan, sekarang ziarahilah." (HR.
Muslim).
Larangan tersebut dihapus dengan hadis ini,
yang kemudian membolehkan ziarah kubur.
B.
Hubungan
Hadis dengan Sumber Hukum Islam Lainnya
Dalam hirarki sumber hukum
Islam, hadis memiliki hubungan erat dengan sumber-sumber lain, yaitu Al-Qur'an,
ijma', dan qiyas.
1. Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an
Hadis berperan sebagai sumber
hukum kedua setelah Al-Qur'an dan memiliki hubungan sebagai berikut:
a.
Hadis sebagai penjelas (bayan)
Al-Qur'an (menjelaskan hukum yang disebutkan secara global dalam Al-Qur'an).
b.
Hadis sebagai pengkhusus
(takhshish) bagi ayat yang bersifat umum.
c.
Hadis sebagai penguat
hukum yang disebutkan dalam Al-Qur'an.
Dalil Keberadaan Hadis Sebagai Otoritas Hukum:
Allah memerintahkan umat Islam
untuk mengikuti Rasulullah Saw.:وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ
فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا "Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7).
2. Hubungan Hadis dengan Ijma'
Ijma' (konsensus ulama) adalah
kesepakatan ulama dalam suatu hukum setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Hadis menjadi dasar dalam
menetapkan ijma', karena ijma' hanya bisa terjadi jika didukung oleh dalil dari
Al-Qur'an atau hadis.
Contoh:
§ Ijma'
tentang haramnya menikahi wanita dan bibinya secara bersamaan berlandaskan
hadis: "Tidak boleh seorang wanita dinikahi bersama dengan bibinya
(dari pihak ayah atau ibu)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
3. Hubungan Hadis dengan Qiyas
Qiyas (analogi hukum) adalah
metode menetapkan hukum suatu perkara baru yang tidak disebutkan dalam
Al-Qur'an dan hadis, dengan menggunakan hukum yang sudah ada sebagai
analoginya.
Hadis menjadi dasar qiyas
karena memberikan banyak contoh dalam menetapkan hukum melalui perbandingan.
Contoh:
§ Hukum
Meminum Alkohol Berbahan Baru
Dalam
hadis, Nabi Muhammad Saw. melarang khamr (minuman beralkohol) karena
memabukkan.
Ulama
menggunakan qiyas untuk menetapkan bahwa narkotika juga haram, karena memiliki
efek memabukkan seperti khamr.
Kesimpulan:
1. Hadis merupakan sumber
hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an, berfungsi menjelaskan, mengkhususkan, menambah,
atau menghapus hukum dalam Al-Qur'an.
2.
Hubungan hadis dengan
sumber hukum lainnya:
a. Dengan Al-Qur'an:
Menjelaskan dan melengkapi hukum yang disebutkan secara global dalam Al-Qur'an.
b. Dengan Ijma': Ijma'
sering kali didasarkan pada hadis.
c. Dengan Qiyas: Qiyas
menggunakan hadis sebagai sumber dalam menetapkan hukum baru.
Hadis memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk hukum Islam dan tetap menjadi sumber utama dalam
memahami dan menerapkan syariat Islam secara komprehensif.
Sumber Bacaan:
Al-Asqalani, Ibn Hajar. 1442 H. Nukhbah al-Fikr fī
Mushthalah Ahl al-Atsar, Riyadh: Mathba’ah Safir.
Al-Baghdadi, Al-Khatib. 2006. Al-Kifāyah fī Ilm ar-Riwāyah,
Lebanon, Beirut: Dār al-Kutub al-Islamiyah.
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. Ash-Shahīh, dalam Fath
al-Bāri, Kairo: Salafiyah Press.
Al-Shalih, Subhi. 1969. Ulūm al-Hadith wa Musthalahuhu,
Beirut: Dar al-‘Ilm Li al-Malāyīn.
At-Tahhan, Mahmud. 1996. Taisir Musthalah al-Hadits,
Riyadh: Maktabah Ma’arif Li al-Nasyr wa al-Tauzī’.
As-Suyuthi, Jalaluddin. 1956. Tadrīb ar-Rāwi, Kairo:
Maktabah al-Qāhirah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar