Halaman

Selasa, 04 Maret 2025

Peran Hadis dalam Pembentukan Hukum Islam

Hukum Islam (syariat) memiliki beberapa sumber utama, yaitu Al-Qur'an, hadis, ijma', dan qiyas. Di antara sumber-sumber tersebut, hadis berperan penting dalam menjelaskan, menafsirkan, dan melengkapi hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam kajian ushul fikih, hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an dan memiliki otoritas yang kuat dalam menentukan hukum syariat.

A.   Peran Hadis dalam Pembentukan Hukum Islam

Hadis memainkan beberapa peran penting dalam pembentukan hukum Islam, antara lain:

1. Menjelaskan dan Menafsirkan Al-Qur'an

Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang masih bersifat global (mujmal) dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Nabi Muhammad Saw. sebagai penerima wahyu berfungsi untuk menjelaskan makna dan tata cara penerapan hukum dalam Al-Qur'an.

Contoh:

a. Perintah Shalat dalam Al-Qur'an:

Dalam Al-Qur'an, perintah shalat disebutkan secara umum: وَأَقِيْمُوا الصَّلَاةَ Dan dirikanlah shalat." (QS. Al-Baqarah: 43).

b. Tata cara shalat tidak dijelaskan secara detail dalam Al-Qur'an, tetapi dijelaskan melalui hadis: صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari).

2. Menetapkan Hukum yang Tidak Disebutkan dalam Al-Qur'an

Hadis juga menetapkan hukum dalam perkara yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an.

Contoh:

§  Larangan Memakan Daging Keledai Jinak:

Dalam Al-Qur'an, tidak ada larangan eksplisit terkait daging keledai jinak. Namun, hadis menyebutkan larangan tersebut:  إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian dari daging keledai jinak, karena sesungguhnya ia kotor" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

3. Mengkhususkan Hukum yang Umum dalam Al-Qur'an

Beberapa hukum dalam Al-Qur'an bersifat umum (‘ām) dan hadis berfungsi untuk mengkhususkan (takhshish) hukum tersebut.

Contoh:

§  Hukum Pencuri dalam Al-Qur'an:

Al-Qur'an menyatakan secara umum bahwa tangan pencuri harus dipotong:وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangannya . . ." (QS. Al-Mā'idah: 38).

Namun, hadis memberikan “batasan” bahwa pencurian harus mencapai nisab tertentu untuk dikenai hukuman potong tangan. "Tangan tidak boleh dipotong kecuali dalam pencurian yang mencapai seperempat dinar atau lebih." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

4. Menghapus Hukum yang Pernah Ditetapkan dalam Al-Qur'an (Naskh)

Dalam beberapa kasus, hadis dapat menghapus atau menasakh hukum yang sebelumnya ada dalam Al-Qur'an.

Contoh:

§  Larangan Menziarahi Kuburan:

Pada awal Islam, Rasulullah Saw. melarang menziarahi kuburan: كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا "Aku dahulu melarang kalian menziarahi kuburan, sekarang ziarahilah." (HR. Muslim).

Larangan tersebut dihapus dengan hadis ini, yang kemudian membolehkan ziarah kubur.

B.   Hubungan Hadis dengan Sumber Hukum Islam Lainnya

Dalam hirarki sumber hukum Islam, hadis memiliki hubungan erat dengan sumber-sumber lain, yaitu Al-Qur'an, ijma', dan qiyas.

1. Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an

Hadis berperan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an dan memiliki hubungan sebagai berikut:

a.    Hadis sebagai penjelas (bayan) Al-Qur'an (menjelaskan hukum yang disebutkan secara global dalam Al-Qur'an).

b.    Hadis sebagai pengkhusus (takhshish) bagi ayat yang bersifat umum.

c.     Hadis sebagai penguat hukum yang disebutkan dalam Al-Qur'an.

Dalil Keberadaan Hadis Sebagai Otoritas Hukum:

Allah memerintahkan umat Islam untuk mengikuti Rasulullah Saw.:وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7).

2. Hubungan Hadis dengan Ijma'

Ijma' (konsensus ulama) adalah kesepakatan ulama dalam suatu hukum setelah wafatnya Rasulullah Saw.

Hadis menjadi dasar dalam menetapkan ijma', karena ijma' hanya bisa terjadi jika didukung oleh dalil dari Al-Qur'an atau hadis.

Contoh:

§  Ijma' tentang haramnya menikahi wanita dan bibinya secara bersamaan berlandaskan hadis: "Tidak boleh seorang wanita dinikahi bersama dengan bibinya (dari pihak ayah atau ibu)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

3. Hubungan Hadis dengan Qiyas

Qiyas (analogi hukum) adalah metode menetapkan hukum suatu perkara baru yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadis, dengan menggunakan hukum yang sudah ada sebagai analoginya.

Hadis menjadi dasar qiyas karena memberikan banyak contoh dalam menetapkan hukum melalui perbandingan.

Contoh:

§  Hukum Meminum Alkohol Berbahan Baru

Dalam hadis, Nabi Muhammad Saw. melarang khamr (minuman beralkohol) karena memabukkan.

Ulama menggunakan qiyas untuk menetapkan bahwa narkotika juga haram, karena memiliki efek memabukkan seperti khamr.

Kesimpulan:

1. Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an, berfungsi menjelaskan, mengkhususkan, menambah, atau menghapus hukum dalam Al-Qur'an.

2.    Hubungan hadis dengan sumber hukum lainnya:

a. Dengan Al-Qur'an: Menjelaskan dan melengkapi hukum yang disebutkan secara global dalam Al-Qur'an.

b.  Dengan Ijma': Ijma' sering kali didasarkan pada hadis.

c.   Dengan Qiyas: Qiyas menggunakan hadis sebagai sumber dalam menetapkan hukum baru.

Hadis memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk hukum Islam dan tetap menjadi sumber utama dalam memahami dan menerapkan syariat Islam secara komprehensif.

Sumber Bacaan:

Al-Asqalani, Ibn Hajar. 1442 H. Nukhbah al-Fikr fī Mushthalah Ahl al-Atsar, Riyadh: Mathba’ah Safir.

Al-Baghdadi, Al-Khatib. 2006. Al-Kifāyah fī Ilm ar-Riwāyah, Lebanon, Beirut: Dār al-Kutub al-Islamiyah.

Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. Ash-Shahīh, dalam Fath al-Bāri, Kairo: Salafiyah Press.

Al-Shalih, Subhi. 1969. Ulūm al-Hadith wa Musthalahuhu, Beirut: Dar al-‘Ilm Li al-Malāyīn.

At-Tahhan, Mahmud. 1996. Taisir Musthalah al-Hadits, Riyadh: Maktabah Ma’arif Li al-Nasyr wa al-Tauzī’.

As-Suyuthi, Jalaluddin. 1956. Tadrīb ar-Rāwi, Kairo: Maktabah al-Qāhirah.

Ismail, Muhammad Syuhudi. 1995. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cinta yang Menyesuaikan Diri: Kunci Harmoni dalam Rumah Tangga

Ungkapan " Termasuk kunci langgeng rumah tangga, istri (wanita) harus menyesuaika...