Ungkapan
رَمَضَانُ سُوْقُ الْبِرِّ، فَاغْتَنِمْهُ قَبْلَ أَنْ يُغْلَقَ (Ramadan
adalah pasar kebaikan, maka manfaatkanlah sebelum ditutup) menunjukkan
bahwa Ramadan adalah bulan yang Allah karuniakan sebagai ‘pasar spiritual’
tempat manusia berlomba-lomba dalam meraih pahala, sebagaimana para pedagang
berlomba mencari untung di pasar dunia. Dalam bulan yang penuh berkah ini,
setiap amal kebaikan dilipatgandakan, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu
neraka ditutup. Maka tak heran jika Rasulullah Saw. menyebut Ramadan sebagai syahrul
mubarak, bulan yang diberkahi. Inilah saat yang sangat berharga untuk
memperbaiki diri, membersihkan hati, dan meraih ridha Ilahi.
Ungkapan
“Ramadan adalah pasar kebaikan” menggambarkan betapa banyaknya peluang yang
tersedia di bulan ini. Seperti halnya pasar yang menyediakan berbagai barang,
Ramadan menyediakan aneka ragam amal: shalat, puasa, sedekah, membaca
Al-Qur’an, memaafkan, memberi makan orang berbuka, hingga senyum tulus yang
bernilai ibadah. Di bulan ini, kesempatan untuk beramal terbuka lebar bagi
semua kalangan, tanpa batasan usia, jabatan, atau harta. Maka setiap orang
punya peluang untuk menjadi lebih baik, lebih dekat dengan Allah, dan lebih
peduli kepada sesama.
Namun,
seperti pasar yang memiliki waktu tutup, Ramadan pun akan berlalu. Betapa
banyak orang yang menyesal saat pasar kebaikan ini berakhir, karena merasa
belum memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Waktu terus berjalan, dan bulan ini
tak akan menunggu siapa pun. Jika kita tidak segera memanfaatkan kesempatan
emas ini, bisa jadi Ramadan berikutnya tak akan kita jumpai lagi. Maka, orang
yang cerdas adalah yang menyadari betapa berharganya waktu, dan segera mengisi
Ramadan dengan amal saleh sebelum terlambat.
Setiap
amal kecil di bulan Ramadan bisa bernilai besar di sisi Allah. Bahkan tidur
orang yang berpuasa adalah ibadah, dan satu huruf dari Al-Qur’an dibalas
sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Betapa Maha Pemurahnya Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Maka tak layak jika kita menyia-nyiakan kesempatan ini hanya
dengan rutinitas biasa, tidur panjang, atau tenggelam dalam kegiatan dunia yang
tak membawa bekal akhirat. Ramadan bukan sekadar ritual, tapi momentum
perubahan, untuk menjadi pribadi yang lebih taat, sabar, dan bermanfaat.
Kita juga perlu menyadari bahwa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, melainkan juga menahan lisan, pikiran, dan hati dari segala yang buruk. Ini adalah pelatihan ruhani yang mendalam agar selepas Ramadan kita menjadi insan bertakwa, sebagaimana tujuan utama dari puasa itu sendiri: "la'allakum tattaqun". Maka mari kita jadikan setiap hari di bulan ini sebagai momen refleksi, muhasabah diri, dan memperbanyak amal yang membawa kita lebih dekat kepada surga.
Akhirnya, mari kita renungkan: jika Ramadan adalah pasar kebaikan, maka siapa yang paling beruntung di antara kita? Mereka yang keluar dari Ramadan dengan dosa-dosa terampuni dan hati yang bersih. Maka jangan tunggu esok, karena belum tentu esok datang. Jangan tunda amal, karena belum tentu kita sempat. Ambillah peluang ini hari ini, saat ini, sebelum pintu pasar ditutup dan Ramadan berlalu dari hidup kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang menang di penghujung Ramadan: "فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ", maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar