Halaman

Sabtu, 22 Maret 2025

Satu Doa, Seribu Ampunan: Pesan Langit di Malam Lailatul Qadar

Kisah Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha yang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang apa yang sebaiknya diucapkan saat menyambut malam Lailatul Qadar adalah pelajaran berharga bagi umat Islam dalam meraih keberkahan malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh lima imam hadis kecuali Imam Abu Dawud, disebutkan bahwa Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, "Wahai Rasulullah, jika aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?" Rasulullah Saw. menjawab dengan kalimat yang singkat namun sarat makna: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan menyukai pemaafan, maka maafkanlah aku."

Doa yang diajarkan Rasulullah Saw. ini menunjukkan bahwa inti dari Lailatul Qadar bukan hanya soal beribadah sebanyak mungkin, tetapi juga tentang memohon ampunan dan pembersihan jiwa. Dalam banyak riwayat, malam ini adalah malam di mana catatan takdir diturunkan, malaikat turun ke bumi, dan kedamaian tersebar hingga terbit fajar. Maka, ketika kita memohon ampunan, kita sedang berusaha membersihkan diri agar layak menerima takdir yang baik dan rahmat dari Allah.

Penggunaan kata "عَفُوٌّ" (Afuww) dalam doa ini sangat menarik. Allah memiliki banyak nama yang berkaitan dengan pengampunan, seperti Al-Ghaffar (Maha Pengampun), At-Tawwab (Maha Penerima Tobat), dan Al-‘Afuww (Maha Pemaaf). Namun Rasulullah Saw. memilih kata Al-‘Afuww, yang maknanya lebih dalam dari sekadar mengampuni. Al-‘Afuww berarti menghapus dosa secara total, seolah-olah tidak pernah terjadi. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar, kita tidak hanya meminta agar dosa kita diampuni, tetapi agar jejak dosa itu benar-benar dihapus dari catatan amal kita.

Doa ini juga mencerminkan kelembutan dalam hubungan antara hamba dan Tuhannya. Dengan menyebut bahwa Allah "menyukai pemaafan", kita diajarkan bahwa Allah bukan hanya Maha Kuasa dalam mengampuni, tetapi juga mencintai perbuatan memberi maaf. Maka dari itu, kita pun dianjurkan untuk tidak hanya meminta ampun kepada Allah, tetapi juga meneladani sifat ini dalam kehidupan sosial yaitu memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana kita berharap Allah memaafkan kita.

Kisah ini juga menunjukkan betapa Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha adalah sosok yang cerdas dan berhati lembut. Ia tidak bertanya tentang tanda-tanda Lailatul Qadar, melainkan langsung bertanya apa yang sebaiknya ia ucapkan saat malam itu datang. Ini mencerminkan kesadaran spiritual yang tinggi: bahwa yang terpenting bukan mengetahui kapan malam itu terjadi, melainkan bagaimana memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Maka, bagi kita pun, fokus utama saat Ramadan terutama pada 10 malam terakhir adalah memperbanyak doa, zikir, dan permohonan ampunan.

Akhirnya, doa ini adalah permohonan paling dalam dan paling manusiawi: kita adalah hamba yang penuh kekurangan, dan hanya dengan pemaafan Allah-lah kita dapat meraih keselamatan. Maka, di malam-malam terakhir Ramadan, mari kita panjatkan doa ini dengan sepenuh hati. Ucapkan kalimat indah tersebut bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan jiwa yang benar-benar mengharapkan penghapusan dosa dan pembaruan hati. Semoga kita menjadi bagian dari mereka yang mendapatkan Lailatul Qadar dan keluar dari Ramadan dalam keadaan bersih dan dicintai Allah.

2 komentar:

Mimpi Tinggi, Hidup Bermakna: Menemukan Nilai dalam Tujuan yang Mulia

Ucapan H. Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D., “ Tinggikan mimpimu, tidak khawa...