Hadis
yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabarani ini berbunyi: "أَصْبِحْ يَوْمَ صَوْمِكَ
دَهِيْنًا مُتَرَجِّلًا، وَلَا تُصْبِحْ يَوْمَ صَوْمِكَ عَبُوْسًا" yang artinya, "Hendaknya
kamu di pagi hari saat berpuasa dalam keadaan berminyak dan bersisir, dan
janganlah kamu pada pagi hari puasamu dalam keadaan bermuka masam."
Hadis ini sarat makna dan menjadi pengingat indah bahwa puasa bukanlah alasan
untuk bermalas-malasan atau menunjukkan kesuraman wajah. Sebaliknya, Islam
mengajarkan bahwa berpuasa tetap harus dijalani dengan semangat, kerapian, dan
kebahagiaan hati.
Pesan
utama dari hadis ini adalah ajakan untuk menampakkan keceriaan, kebersihan, dan
kerapian dalam berpuasa. Dalam konteks zaman Nabi Muhammad Saw., orang yang
"berminyak" (memakai minyak wangi atau minyak rambut) dan
"bersisir" menunjukkan bahwa ia merawat diri dan tampil segar. Ini
adalah bentuk syiar kebaikan, bahwa Islam sangat menghargai tampilan yang
bersih, ceria, dan berenergi, meskipun dalam kondisi beribadah yang berat
seperti puasa. Karena pada hakikatnya, puasa adalah ibadah antara hamba dan
Tuhannya, bukan sesuatu yang perlu dipamerkan dengan wajah kusut atau
penampilan yang menyedihkan.
Hadis
ini juga mengingatkan kita untuk tidak menjadikan puasa sebagai alasan bermuka
masam, malas, atau tidak produktif. Wajah yang masam bisa mempengaruhi suasana
hati diri sendiri dan orang lain. Islam menekankan pentingnya akhlak yang baik
dan wajah ceria sebagai bagian dari ibadah. Bahkan, dalam hadis lain disebutkan
bahwa senyum kepada saudaramu adalah sedekah. Maka, menjaga ekspresi wajah yang
cerah saat puasa bukan hanya soal adab, tetapi juga bernilai pahala di sisi
Allah.
Lebih
dalam lagi, hadis ini mengajarkan tentang keseimbangan antara ibadah dan
kehidupan sosial. Meskipun seseorang sedang beribadah dengan menahan lapar,
haus, dan hawa nafsu, ia tetap dituntut untuk tampil baik dan membawa
kenyamanan bagi orang lain. Jangan sampai ibadah puasa malah menjauhkan kita
dari orang-orang karena sikap atau penampilan yang menyebarkan aura negatif.
Justru sebaliknya, orang yang berpuasa harus mampu membawa suasana damai,
sabar, dan menenangkan.
Secara spiritual, hadis ini menanamkan nilai keikhlasan. Jika seseorang menampakkan dirinya biasa-biasa saja bahkan ceria saat puasa, itu tanda bahwa puasanya adalah untuk Allah semata. Ia tidak sedang mencari simpati atau pujian karena menahan lapar, tapi benar-benar menjalankan ibadah dalam ketaatan dan kerendahan hati. Ini adalah bentuk keindahan dalam ibadah: tersembunyi dari mata manusia, tapi mulia di hadapan Allah.
Akhirnya, hadis ini memberi pelajaran penting tentang bagaimana menjalani Ramadan dengan semangat positif. Berpuasa bukan hanya menahan makan dan minum, tapi juga menjaga hati, lisan, dan sikap. Maka, mari kita jadikan setiap hari puasa sebagai hari penuh cahaya: dengan wajah ceria, hati yang sabar, tubuh yang bersih, dan jiwa yang lapang. Karena sesungguhnya, keceriaan di pagi hari saat puasa mencerminkan kekuatan iman dan kedalaman cinta kita kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar