Ungkapan
"Belajarlah diam, agar suaramu lebih terdengar, dan belajarlah sabar
agar tindakanmu lebih benar" mengandung pesan mendalam tentang
pentingnya kontrol diri dalam bersikap dan bertindak. Diam bukan berarti pasif,
tetapi merupakan bentuk kearifan dalam memilih waktu dan cara untuk
menyampaikan sesuatu. Begitu pula sabar, bukan berarti menyerah, tetapi
menunjukkan keteguhan hati dan kejernihan berpikir dalam menghadapi ujian
kehidupan. Dalam dunia yang semakin bising dengan opini dan reaksi instan,
kemampuan untuk diam dan bersabar menjadi kekuatan yang langka namun sangat
berharga.
Dalam
Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا
خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
"Dan
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka
(dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan ‘salam’." (QS.
Al-Furqan: 63).
Ayat
ini menunjukkan bagaimana hamba Allah yang bijak mampu memilih diam atau
menjawab dengan tenang dalam menghadapi provokasi. Mereka tidak mudah
terpancing, karena memahami bahwa tidak semua kata pantas untuk ditanggapi.
Diam menjadi bentuk kebijaksanaan yang menahan diri dari debat yang sia-sia,
dan justru dari ketenangan itulah suara mereka lebih didengar dan dihormati.
Rasulullah
Saw. juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadis ini menekankan
pentingnya menjaga lisan, karena dari lisanlah bisa muncul kebaikan atau
keburukan. Diam yang dilakukan karena pertimbangan bijak lebih mulia daripada
berbicara yang membawa keburukan. Ketika seseorang terbiasa diam untuk berpikir
sebelum bicara, maka ketika ia akhirnya berbicara, setiap kata memiliki bobot
dan makna, bukan sekadar bunyi.
Adapun
sabar, ia adalah salah satu sifat utama dalam Islam. Dalam Al-Baqarah ayat 153,
Allah berfirman:
. . . اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
".
. . Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Kesabaran
adalah kekuatan mental dan spiritual yang menghindarkan seseorang dari
keputusan tergesa-gesa. Ia membuat tindakan lebih bijak dan lebih tepat
sasaran. Orang yang sabar akan menilai situasi secara utuh sebelum bertindak,
sehingga langkah-langkahnya menjadi lebih terarah dan menghasilkan kebaikan,
bukan sekadar pelampiasan emosi.
Ucapan
bijak dari Imam Syafi’i menegaskan:
إِذَا أَرَدْتَ أَنْ
تَتَكَلَّمَ، فَتَفَكَّرْ أَوَّلًا: فَإِنْ لَمْ تَكُنْ كَلِمَتُكَ خَيْرًا مِنَ
الصَّمْتِ، فَاسْكُتْ
"Jika engkau ingin berbicara, pikirkanlah dahulu: jika perkataanmu tidak lebih baik daripada diam, maka diamlah." Kebijaksanaan seperti ini mengajarkan bahwa diam dan sabar bukan tanda kelemahan, tetapi ciri orang yang mampu mengendalikan dirinya. Mereka tidak mudah diprovokasi, tidak terburu-buru dalam menanggapi, dan tidak gegabah dalam bertindak. Dari sikap inilah muncul pribadi yang lebih kuat, bijak, dan dihargai.
Ungkapan “belajarlah diam, agar suaramu lebih terdengar, dan belajarlah sabar agar tindakanmu lebih benar” adalah ajakan untuk membentuk karakter yang matang dan penuh kendali diri. Dalam dunia yang penuh kebisingan, kata-kata yang lahir dari keheningan dan tindakan yang tumbuh dari kesabaran akan lebih membekas dan menginspirasi. Karena kadang, yang membuat suara kita didengar bukan seberapa lantang kita berbicara, tapi seberapa dalam maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar