Sinergi antara ulama dan umara
merupakan salah satu kunci utama dalam menciptakan masyarakat yang adil,
sejahtera, dan berlandaskan nilai-nilai Islam. Ulama sebagai penjaga agama
memiliki peran dalam membimbing umat dengan ilmu, akhlak, dan petunjuk yang
bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Sementara itu, umara sebagai pemimpin atau
pemerintah bertugas mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik agar
selaras dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan. Ketika kedua elemen ini
bersinergi secara harmonis, masyarakat akan merasakan keberkahan dan kemakmuran
yang menyeluruh. Sebaliknya, apabila terjadi ketimpangan, di mana umara
mengabaikan nasihat ulama atau ulama kehilangan keberanian dalam menyuarakan
kebenaran, maka akan muncul berbagai bentuk ketidakadilan dan kemerosotan moral
di tengah masyarakat.
Al-Qur'an telah menegaskan pentingnya
kepemimpinan yang berlandaskan keimanan dan keadilan dalam firman Allah Swt.,
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa’: 58).
Ayat ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan
sekadar soal kekuasaan, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan penuh
keadilan dan tanggung jawab. Dalam konteks ini, ulama berperan sebagai penasehat
moral yang memastikan umara selalu berpegang pada prinsip-prinsip Islam dalam
mengelola pemerintahan.
Nabi Muhammad Saw. juga telah
memberikan contoh sinergi yang ideal antara pemimpin dan ulama. Dalam
sejarahnya, Rasulullah bukan hanya seorang pemimpin negara, tetapi juga seorang
ulama yang membimbing umatnya dengan wahyu dan kebijaksanaan. Dalam hadisnya,
beliau bersabda,
خَيْرُ
أَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ، وَتَدْعُوْنَ لَهُمْ
وَيَدْعُوْنَ لَكُمْ، وَشَرُّ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ
وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُوْنَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ
"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian
cintai dan mereka mencintai kalian, yang kalian doakan dan mereka mendoakan
kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka
membenci kalian, yang kalian laknat dan mereka melaknat kalian." (HR.
Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa hubungan antara pemimpin dan
rakyat, termasuk ulama sebagai bagian dari rakyat, haruslah didasarkan pada
cinta, doa, dan dukungan yang saling menguatkan. Umara yang baik akan
menghargai nasihat ulama, sementara ulama yang baik akan memberikan bimbingan
dengan hikmah tanpa sikap oportunisme atau mencari keuntungan pribadi.
Para ulama terdahulu juga banyak memberikan
nasihat tentang pentingnya hubungan yang harmonis antara ulama dan umara. Imam
Al-Ghazali, misalnya, pernah berkata,
فَسَادُ
الرَّعِيَّةِ بِفَسَادِ الْحُكَّامِ، وَفَسَادُ الْحُكَّامِ بِفَسَادِ
الْعُلَمَاءِ، وَفَسَادُ الْعُلَمَاءِ بِحُبِّ الْمَالِ وَالْمَنْصِبِ
"Rusaknya rakyat karena rusaknya penguasa, dan
rusaknya penguasa karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama karena kecintaan
terhadap harta dan kedudukan."
Ucapan ini menegaskan bahwa apabila ulama kehilangan
integritasnya dengan mengejar kepentingan duniawi, maka mereka tidak lagi mampu
memberikan nasihat yang jujur kepada penguasa. Oleh karena itu, peran ulama
dalam menjaga kemurnian ilmu dan akhlak sangatlah penting agar mereka tetap
dapat menegakkan kebenaran di hadapan umara.
Dalam sejarah Islam, banyak contoh sinergi yang ideal antara ulama dan umara yang membawa kejayaan bagi umat. Misalnya, pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, beliau senantiasa meminta pendapat dari para ulama dalam menjalankan kebijakan pemerintahannya. Ulama seperti Hasan al-Bashri tidak segan-segan menegur kebijakan yang menyimpang, dan khalifah pun menerima nasihat dengan lapang dada. Ini menunjukkan bahwa ketika penguasa mau mendengar suara ulama yang lurus dan ulama berani menyampaikan kebenaran tanpa takut kehilangan posisi, maka masyarakat akan mendapatkan kepemimpinan yang adil dan penuh berkah.
Oleh karena itu, sinergi antara ulama dan umara harus terus diperjuangkan di setiap zaman. Ulama harus tetap istiqamah dalam membimbing dengan ilmu dan akhlak yang benar, sementara umara harus bersedia menerima nasihat dengan rendah hati dan melaksanakan kepemimpinan berdasarkan keadilan dan kesejahteraan umat. Jika sinergi ini terwujud, maka kehidupan masyarakat akan lebih harmonis, penuh dengan kebaikan, dan berada dalam lindungan serta keberkahan dari Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar