Halaman

Kamis, 10 April 2025

Luka Masih Ada, Tapi Maaf Membuatmu Merdeka

Ungkapan "Mungkin luka itu masih ada, namun hidupmu akan lebih ringan jika memaafkan" menyentuh sisi terdalam dari pengalaman manusia dalam menghadapi rasa sakit dan pengkhianatan. Luka batin memang tidak selalu sembuh seketika, dan tidak semua peristiwa menyakitkan mudah untuk dilupakan. Namun, memaafkan bukan tentang melupakan kejadian, melainkan melepaskan beban emosional yang mengikat hati kita pada masa lalu. Saat seseorang memilih memaafkan, ia sedang memilih jalan kelegaan dan ketenangan, bukan karena ia setuju dengan kesalahan itu, tapi karena ia tak ingin kesalahan itu terus mengikat dirinya dalam kepedihan.

Allah Swt. dalam Al-Qur’an berfirman,

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

"Dan balasan kejahatan adalah kejahatan yang serupa, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Asy-Syura: 40

Ayat ini menegaskan bahwa memaafkan bukan hanya mulia, tapi juga membuka jalan kepada pahala yang langsung dijanjikan oleh Allah. Ini menunjukkan bahwa meskipun luka masih ada, ketika kita memaafkan, kita sedang merawat jiwa kita sendiri dan menghubungkannya kepada kasih sayang Allah yang Maha Menyembuhkan.

Rasulullah Saw. pun menjadi teladan utama dalam memberi maaf. Beliau bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا  

"Harta tidak akan berkurang karena sedekah, dan tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan." (HR. Muslim). Dalam sejarah hidupnya, Rasulullah Saw. berkali-kali disakiti, baik secara fisik maupun emosional, namun beliau selalu memilih memaafkan. Ketika kita memaafkan, kita sedang meneladani sifat beliau dan menempatkan jiwa kita di tempat yang lebih tinggi dari sekadar membalas dendam.

Sebagian orang bijak berkata, “Memaafkan tidak mengubah masa lalu, tapi ia memperluas masa depan" (الْعَفْوُ لَا يُغَيِّرُ الْمَاضِي، وَلٰكِنَّهُ يُوَسِّعُ الْمُسْتَقْبَلَ). Luka yang belum sembuh mungkin tetap terasa perih, namun dengan memaafkan, kita mengurangi pengaruh luka itu atas kehidupan kita di hari ini dan esok. Dendam hanya akan memperpanjang penderitaan, sedang maaf membuka pintu kedamaian. Memaafkan adalah hadiah, bukan hanya untuk orang yang bersalah, tapi terutama untuk diri kita sendiri.

Akhirnya, ungkapan ini mengajak kita untuk memilih ringan daripada berat, tenang daripada terluka terus-menerus. Memaafkan bukan berarti kita lemah, justru kita menjadi kuat karena mampu menaklukkan ego dan rasa sakit. Luka boleh saja masih membekas, tetapi dengan memaafkan, kita sedang membersihkan jalan menuju ketenangan, kebahagiaan, dan kedekatan dengan Allah. Sebab hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kemarahan yang berkepanjangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mimpi Tinggi, Hidup Bermakna: Menemukan Nilai dalam Tujuan yang Mulia

Ucapan H. Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D., “ Tinggikan mimpimu, tidak khawa...