Islam adalah agama yang
menekankan pentingnya hubungan sosial yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Salah satu ajaran utama dalam mewujudkan kehidupan sosial yang damai adalah silaturahim,
yaitu menjalin dan menjaga hubungan baik dengan keluarga, kerabat, tetangga,
dan sesama manusia.
Secara bahasa, silaturahim
berasal dari kata shilah (hubungan) dan rahim (kasih sayang atau
kerabat). Dalam konteks Islam, silaturahim berarti menjalin ikatan kasih sayang
dengan sesama, terutama kepada keluarga dan kerabat dekat, dengan tujuan
mempererat persaudaraan dan memperkuat solidaritas sosial.
Allah Swt. secara tegas
memerintahkan umat-Nya untuk menjaga silaturahim. Dalam surat An-Nisa ayat 1,
Allah berfirman:
. . . وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ
ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
" . . . Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu."
Ayat ini menunjukkan bahwa menjaga silaturahim
merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan takwa yang sejati.
Sebaliknya, Islam juga
memperingatkan keras terhadap orang yang memutuskan tali silaturahim. Dalam surah
Muhammad ayat 22-23, Allah Swt. berfirman:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ اِنْ تَوَلَّيْتُمْ اَنْ تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَتُقَطِّعُوْٓا
اَرْحَامَكُمْ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فَاَصَمَّهُمْ وَاَعْمٰٓى
اَبْصَارَهُمْ
"Maka apakah sekiranya kamu berkuasa,
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan silaturahim?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah, yang ditulikan telinga mereka
dan dibutakan penglihatan mereka."
Ini menunjukkan bahwa memutus silaturahim adalah
bentuk kerusakan yang besar di mata Allah.
Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ
أَرَادَ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ،
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barang siapa ingin diluaskan rezekinya
dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahim" (HR.
Al-Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa silaturahim bukan hanya
berdampak spiritual, tetapi juga membawa keberkahan dalam kehidupan dunia.
Keutamaan silaturahim dalam
memperluas rezeki menjadi motivasi besar bagi umat Islam untuk menjalin
hubungan baik. Rezeki yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk materi, tapi juga
kesehatan, ketenangan jiwa, dan keberkahan hidup secara umum.
Silaturahim juga disebut-sebut
dapat memperpanjang umur. Para ulama menjelaskan maksudnya adalah umur yang
dipenuhi kebermanfaatan, produktivitas, dan kebaikan, bukan sekadar jumlah
tahun hidup.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah
Saw. bersabda:
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
"Tidak akan masuk surga orang yang
memutuskan silaturahim." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ini
menunjukkan bahwa silaturahim bukan hanya urusan dunia, tapi juga sangat
menentukan nasib seseorang di akhirat.
Hubungan yang kuat antar sesama
akan menumbuhkan rasa saling mencintai dan peduli. Ini adalah fondasi
masyarakat madani yang diajarkan oleh Islam, masyarakat yang saling menopang
dan menghormati.
Ali bin Abi Thalib ra. pernah
berkata:
إِنِّي
لَأَرَى صِلَةَ الرَّحِمِ تُثْرِي الْمَالَ وَتَزِيدُ فِي الْعُمُرِ
"Sesungguhnya aku melihat silaturahim
bisa memperkaya harta dan menambah umur." Ucapan ini sejalan dengan
sabda Nabi dan menguatkan pentingnya menjaga hubungan kekerabatan.
Rasulullah Saw. adalah teladan
dalam menjalin hubungan dengan semua kalangan, termasuk dengan orang yang
menyakitinya. Ini menunjukkan bahwa silaturahim adalah akhlak mulia yang harus
diteladani oleh umatnya.
Silaturahim tidak harus hanya
dilakukan dengan mereka yang satu pemikiran atau satu pandangan. Justru,
menjalin hubungan dengan orang yang berbeda adalah bentuk kematangan spiritual
dan sosial seorang muslim.
Dalam hadis lain, Rasulullah
Saw. menyebut bahwa silaturahim bisa menjadi sebab turunnya rahmat dan
pengampunan dari Allah. Allah mencintai hamba-Nya yang menyambung hubungan
dengan sesamanya.
Di zaman modern, silaturahim
bisa dilakukan dengan lebih mudah melalui media sosial, telepon, atau pesan
singkat. Namun, kedekatan emosional tetap harus dijaga agar silaturahim tidak
menjadi formalitas semata.
Kadang, menjaga hubungan tidaklah mudah, apalagi jika ada konflik atau kesalahpahaman. Tapi justru di situlah letak ujian silaturahim: bersabar, memaafkan, dan mengulurkan tangan terlebih dahulu. Dengan menjalin silaturahim, seseorang belajar untuk merendahkan ego, menghapus dendam, dan membuka hati untuk saling memaafkan. Ini adalah terapi jiwa yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Silaturahim yang luas, tidak
hanya terbatas pada keluarga tapi juga antar kelompok, etnis, dan bangsa, akan
menciptakan masyarakat yang kuat, damai, dan berdaya saing tinggi. Seorang
ulama besar, Imam Al-Ghazali, pernah mengatakan:
صِلَةُ
الرَّحِمِ هِيَ الدَّوَاءُ الأَنْفَعُ لِشِفَاءِ الْجُرُوْحِ الْبَاطِنَةِ
وَالْقُلُوْبِ الْمُتْعَبَةِ
"Silaturahim adalah obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan luka batin dan hati yang lelah." Artinya, silaturahim bukan hanya membangun relasi, tapi juga menyembuhkan dan menguatkan jiwa.
Silaturahim termasuk amal yang ringan dilakukan namun sangat besar pahalanya. Sekadar menyapa, mendoakan, atau berkunjung sesekali dapat menjadi pembuka pintu surga. Silaturahim adalah bentuk nyata dari cinta, kepedulian, dan keimanan. Jangan tunda untuk menyapa kembali saudara kita, mengunjungi kerabat, atau memaafkan yang pernah menyakiti kita. Karena bisa jadi, surga Allah terbuka lewat silaturahim yang kita jaga dengan hati yang tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar